Pekanbaru (Riaunews.com) – Warga NU imannya lebih kuat dari orang Muhamamdiyah terkait peringatan bahaya rokok dari pemerintah.
Kekuatan Iman warga NU membuat masuk surga lebih dulu dibandingkan orang Muhammadiyah.
“Orang NU lebih dulu masuk surga dibanding Muhammadiyah karena imannya orang NU lebih kuat,” kata penceramah agama Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) dalam video yang beredar.
Orang NU lebih masuk surga dibandingkan warga Muhammadiyah, kata Gus Miftah terkait peringatan rokok dari pemerintah.
“Kenapa orang muhammadiyah mengharamkan rokok karena takut peringatan pemerintah rokok membunuhmu. Orang NU tidak percaya yang membunuh bukan rokok tapi malaikat Izrail. Rokok membunuh-mu. MU di sini muhammadiyah,” paparnya yang disambut gelak tawa jamaah, dilansir Suara Nasional.
Fatwa tentang hukum merokok di Muhammadiyah dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 2010 silam melalui keputusan Nomor 6/SM/MTT/III/2010.
Dalam putusan tersebut, Muhammadiyah dengan tegas memberikan status haram terhadap hukum merokok.
Dalam pandangan Muhammadiyah, setidaknya ada enam alasan keharaman merokok.
Pertama, merokok termasuk kategori perbuatan khabaaits (perbuatan keburukan yang bisa menimbulkan dampak negatif) yang dilarang dalam Al-Qur’an (Q.7:157).
Kedua, perbuatan merokok mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan bahkan merupakan perbuatan bunuh diri secara perlahan, oleh karena itu bertentangan dengan larangan Al-Qur’an dalam Q.2:195 dan 4:29.
Ketiga, perbuatan merokok membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan asap rokok sebab rokok adalah zat adiktif dan berbahaya sebagaimana telah disepakati oleh para ahli medis dan para akademisi.
Oleh karena itu, merokok bertentangan dengan prinsip syariah dalam Hadits Nabi bahwa tidak ada perbuatan membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.
Keempat, rokok diakui sebagai zat adiktif dan mengandung unsur racun yang membahayakan walaupun tidak seketika melainkan dalam beberapa waktu kemudian; oleh karena itu, perbuatan merokok termasuk kategori melakukan sesuatu yang melemahkan sehingga bertentangan dengan Hadi Nabi saw yang melarang setiap perkara yang memabukkan dan melemahkan.
Kelima, oleh karena merokok jelas membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang sekitar yang terkena paparan asap rokok, maka pembelanjaan uang untuk rokok berarti melakukan perbuatan mubazir (pemborosan) yang dilarang dalam Islam dan Al-Qur’an Q. 17: 26-27.
Keenam, merokok bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah (maqashid asysyari’ah), yaitu (1) perlindungan agama (hifz ad-din), (2) perlindungan jiwa/raga (hifz an-nafs), (3) perlindungan akal (hifz al-‘aql), (4) perlindungan keluarga (hifz an-nasl), dan (5) perlindungan harta (hifz al-maal).
Tidak hanya mengeluarkan “fatwa haram” atas merokok, Muhammadiyah juga turut aktif terlibat dalam pengendalian tembakau, misalnya dengan mendirikan Muhammadiyah Tobacco Control Centre (MTCC) yang ada di sejumlah tempat seperti Yogyakarta (di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Magelang, Purwokerto, Mataram, dan Surabaya.
MTCC aktif menggandeng banyak elemen untuk menciptakan ruang dan kawasan bebas rokok serta mengampanyekan penaikan biaya cukai dan aktivitas lain yang berkaitan dengan larangan merokok.
Sementara itu, Nahdlatul Ulama melalui Forum Bahtsul Masail yang digelar Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) sejak 23-24 Februari 2011 telah menyatakan bahwa rokok hukumnya hanya sampai pada Mubah dan Makruh. Para ulama yang mengikuti forum ini menilai tidak ada dasar yang kuat untuk mengharamkan rokok.
“Keputusan Bahtsul Masail hukum rokok adalah Mubah dan Makruh sebagaimana diyakini ulama NU,” kata Wakil Ketua LBM PBNU, KH Arwani Faisal kepada wartawan usai acara itu di Hotel Grand Cempaka, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (24/2/2011).
Forum Bahtsul Masail diikuti sejumlah ulama, kiai serta dihadiri oleh sejumlah pakar di bidang kesehatan dan kimia.
Di antaranya Ahli Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Mukhtar Iksan, Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Setiadji, Guru Besar Farmakologi Universitas Brawijaya (Unbraw) Prof Mochamad Aris Widodo dan Guru Besar Biomolekuler Unibraw Prof Sutiman, serta dr Nasim Fauzi dari RSU Kaliwates, Jember, Jawa Timur. ***