
Jakarta (Riaunews.com)- Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Ketua Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro menyindir pemerintahan saat ini (tentu saja rezim Joko Widodo), yang terbiasa membeli alat kesehatan dari luar negeri terkait pengobatan pasien virus corona dibanding memproduksi buatan Tanah Air atau lokal.
Lalu Bambang mengaitkan hal itu dengan salah satu alat untuk membantu pasien Covid-19 di Tanah Air yaitu ventilator yang diboyong dari luar negeri.
Sebab, para peneliti maupun perekayasa asal Indonesia tidak diminta pemerintah untuk membuat ventilator tersebut.
“Triple Helix di Indonesia belum jalan ya. Kenapa kita enggak pernah bikin ventilator? Penyebabnya simple (sederhana), enggak pernah ada yang minta ventilator di Indonesia,” tegas Bambang saat acara Penanggulangan Covid-19 Berbasis Pengetahuan dan Inovasi secara virtual, Senin (22/6/2020).
“Karena setiap kali butuh ventilator langsung beli dari luar negeri dan itu sudah menjadi kebiasaan, norma seolah-olah ‘Oh kalo ventilator Indonesia enggak bisa bikin, beli saja dari luar’,” sambungnya, sebagaimana dilansir CNN Indonesia.
Triple Helix yang dimaksud Bambang itu adalah sinergi dan penyatuan tiga kalangan yang terdiri dari kalangan akademik, bisnis atau pengusaha, dan pemerintah.
Ketiga kalangan tersebut semestinya memiliki motivasi untuk meningkatkan dinamika dan daya kesinambungan ekonomi.
Lebih lanjut Bambang mengatakan sebetulnya kemampuan peneliti dan perekayasa Tanah Air sudah sangat mumpuni tetapi masalahnya adalah mereka tidak diminta untuk membuat inovasi terkait riset dan teknologi.
“Jadi sebenarnya kemampuan researcher kita kemampuan peneliti perekayasa kita sudah sangat hebat, masalahnya mereka enggak pernah diminta untuk melalukan apa-apa,” ujarnya.
Baca: Anggota Komisi VII sentil pemerintah jangan hanya naikan volume impor, tapi lupa turunkan harga BBM
“Jadi memang belum ada keberpihakan kepada istilahnya kepada inovasi Indonesia karena ya sekali lagi kita sudah terbiasa dengan kebiasaan impor,” lanjut Bambang.
Selain itu, salah satu faktor mengapa ia ingin mengembangkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) karena ada birokrasi di dalam penelitian yang dibuat oleh suatu badan penelitian atau peneliti itu sendiri.
“Kemudian kita dalami lagi kenapa Triple Helix enggak jalan, pemerintahnya terlalu birokratis ya. Kalau saya mau jujur, kenapa saya mau mengembangkan BRIN, saya melihat birokrasi dengan penelitian itu tidak nyambung karena lain dimensi dan tujuannya,” pungkas Bambang.
Menyoal ventilator Covid-19 di Indonesia, PT Len Industri sebetulnya sudah mulai memproduksi emergency ventilator menggunakan komponen lokal dan desain dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk membantu penyembuhan pasien virus corona Covid-19.
Manajer Rekayasa Produk Unit Bisnis Industri Sentot Rakhmad Abdi menjelaskan untuk ventilator BPPT saat ini sudah disertifikasi Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK).
Len, kata Sentot, saat ini sedang memproduksi 10 unit ventilator untuk keperluan uji klinis di rumah sakit sebelum peralatan tersebut diedarkan secara legal ke rumah sakit seluruh Indonesia. Setelah lolos uji klinis maka produksi massal peralatan ini akan segera dilakukan.
Baca: BPPT klaim rapid test buatan mereka lebih sensitif dibanding impor
“Emergency ventilator desain dari BPPT ditarget BPPT diproduksi 600 unit. Sebanyak 300 unit oleh Len, 300 unit lagi oleh swasta tapi pakai desain sendiri,” kata Sentot, Rabu (13/5).
Kapasitas produksi PT Len industri per hari bisa mencapai 50 unit ventilator tergantung pada ketersediaan komponen.
Sentot mengungkapkan alat kesehatan buatan dalam negeri tersebut menggunakan material 100 persen kandungan lokal, tidak ada yang impor. Adanya produksi ventilator tidak merubah line production di Len, karena pada dasarnya produksi di Len bersifat fleksibel.***