Labuan Bajo (Riaunews.com) – Seorang warga di Labuan Bajo, ditangkap aparat dari Kepolisian Resrot (Polres) Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (21/4) saat berupaya mengadang upaya penggusuran jalan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
Paulinus Jek, nama warga tersebut, merupakan anggota Komunitas Warga Racang Buka. Dia ditangkap karena berusaha mengadang sebuah ekskavator saat penggusuran tiba di kebun jatinya.
Komunitas Warga Racang Buka adalah salah satu dari tiga kelompok warga di Labuan Bajo yang lahannya diduga diambil Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) untuk bisnis pariwisata.
Jalan yang melewati kebunnya itu akan membuka akses ke lahan seluas 400 hektare di Hutan Bowosie yang nantinya akan menjadi lokasi proyek oleh BPOLBF untuk dikembangkan menjadi kawasan bisnis pariwisata.
Bersama warga lainnya dari Komunitas Warga Racang Buka, Paulinus telah berusaha menolak penggusuran itu. Pasalnya, mereka sudah menguasai dan bermukim di wilayah itu sejak tahun 1999. Mereka sudah melakukan berbagai upaya agar mendapat pengakuan dari negara.
Namun, upaya mereka tidak ditanggapi, dan penggusuran untuk pembukaan jalan pun dilakukan pada Kamis, 21 April di bawah penjagaan sekitar 50 polisi dan beberapa anggota TNI. Ada aparat yang menggunakan seragam resmi, ada pula yang mengenakan pakaian sipil sembari menenteng senjata laras pajang.
Penangkapan Paulinus berawal dari aksinya yang berteriak agar pohon-pohon jatinya tidak digusur.
“Jangan gusur jati saya. Jangan,” katanya sembari menunjuk-nunjuk dan melangkah menuju ekskavator.
Teriakannya itu lalu diikuti warga lainnya. “Ini tanaman milik kami,” teriak seorang warga.
“Kami ini manusia, Pak. Ajak komunikasi. Kami bukan binatang,” tambah warga lainnya.
Aksi Paulinus dan beberapa warga ini sempat membuat ekskavator berhenti. Namun, Kepala Bagian OPS Polres Mabar, Robert M. Bolle meminta operator alat berat itu untuk melanjutkan pekerjaan.
“Jangan diam. Maju, maju,” katanya.
Paulinus terus berusaha melakukan protes dan mempertanyakan kehadiran aparat di tempat itu.
“Kamu dibayar berapa. Polisi dibayar berapa?” teriak Paulinus sembari menunjuk-nunjuk ke arah polisi di hadapannya.
Kata-katanya itu kemudian direspons Robert dengan perintah penangkapan.
“Amankan dia. Amankan dia. Bawa dia. Tangkap yang lain,” perintahnya yang langsung direspons beberapa personel polisi.
Paulinus yang berdiri tepat di depan ekskavator pun langsung diseret. Ia sempat meronta-ronta agar bisa bebas dari sergapan polisi. Setelah Paulinus diamankan, penggusuran pun dilanjutkan, dengan penjagaan ketat oleh tentara dan polisi.
Pada pukul 13.00 Wita, Paulinus dilepaskan dan kembali bergabung dengan warga.
Penolakan warga di lingkar Hutan Bowosie, juga elemen sipil lainnya terhadap proyek yang merupakan bagian dari proyek strategis nasional itu dilakukan karena mereka menilai lokasi penggusuran merupakan kawasan hutan penyangga kota Labuan Bajo. Selain itu, sebagian wilayah merupakan kebun warga.
Warga Racang Buka yang masuk wilayah Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo sudah mendiami wilayah itu sejak 1990-an.
Mereka sudah melakukan berbagai upaya legal agar secara sah mendiami setidaknya 150-an hektare wilayah Hutan Bowosie di bagian selatan melalui skema pembebasan kawasan hutan menjadi pemukiman dan lahan pertanian.
Langkah mereka dijawab pemerintah melalui SK Tata Batas Hutan Manggarai Barat Nomor 357 Tahun 2016, namun hanya sekitar 38 hektar yang dikabulkan, yang ditetapkan menjadi wilayah Area Penggunaan Lain (APL).
Sementara warga hanya diberikan 38 hektar, bagian lain dari hutan itu yang mereka mohonkan untuk menjadi hak mereka kini menjadi bagian dari kawasan yang diserahkan oleh pemerintah kepada BPO-LBF melalui Perpres 32 Tahun 2018.
Kepala Bagian Opeasi Polres Manggarai Barat, AKP Robertus M. Bolle menyatakan kehadiranya di lokasi penggusuran hanya untuk melakukan pengamanan atas perintah Kapolres dan permohonan BPOLBF.
“Kami melaksanakan tugas pengamanan dengan surat tugas dari bapak kapolres. Dasar dari itu ialah permohonan dari BPOLBF Flores untuk pengamanan terkait pembukaan jalan di atas tanah pemerintah. Jadi dasarnya itu,” katanya.
“Sehingga, kami ke sini melaksanakan pengamanan. Semata pengamanan. Baik dari pihak pekerja maupun dari masyarakat itu sendiri,” tambahnya.
Terkait dengan penangkapan warga atas Paulinus, ia menegaskan bahwa langkah itu diambil untuk mencegah menghindari masalah yang lebih besar.
“Persuasi sudah, komunikasi dengan baik sudah, terpaksa kita hanya sedikit keras dengan kegiatan ini. Tidak ada dorong mendorong. Tetapi ada satu saudara kita yang serahkan nyawanya di ekskavator. Kita amankan supaya dia jangan celaka. Kita pindahkan dia dari lokasi yang mengancam nyawanya itu,” kata Robert.***
Baca Artikel Asli