Jakarta (Riaunews.com)- FIFA membatalkan drawing Piala Dunia U-20 yang seharusnya digelar di Bali pada 31 Maret 2023. Hal itu menyusul munculnya gelombang penolakan terhadap keikutsertaan Timnas Israel.
Sikap penolakan terhadap Israel juga disampaikan oleh Gubernur Bali Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo serta sejumlah pihak lainnya.
Koster menolak kedatangan Israel karena dinilai tak sejalan dengan kebijakan politik Indonesia terkait penjajahan terhadap Palestina. Setelah pembatalan drawing oleh FIFA itu, kini PSSI mulai menghitung konsekuensi terkait kemungkinan pembatalan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia.
“Kami dari PSSI sedang memikirkan penyelamatan sepakbola Indonesia. Karena sanksi FIFA bisa mengucilkan sepakbola Indonesia dari dunia,” kata Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Arya Sinulingga, seperti dikutip dari detikSport, Senin (27/3/2023).
Arya mengungkapkan Ketum PSSI Erick Thohir akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri sebagai penanggung jawab diplomasi dan politik luar negeri Indonesia. Termasuk dengan Kemenpora sebagai Inafoc atau penanggung jawab pelaksana Indonesia.
“Ketua umum juga akan melaporkan kepada Bapak Presiden pada kesempatan pertama untuk mencari solusi untuk semua ini baik secara diplomasi maupun politik luar negeri untuk bagaimana menyelamatkan sepakbola Indonesia yang kita cintai,” kata Arya.
Arya menambahkan setelah pembatalan ini, belum ada kepastian lebih lanjut kapan drawing akan digelar. Ia menyebut situasi saat ini masih serba tidak pasti.
“Mengenai kapan waktu drawing dan di mana, kami belum dapat informasi dari FIFA. Saat ini kami sedang memikirkan cara bagaimana Indonesia khususnya sepakbola tidak dikucilkan dalam suatu ekosistem sepakbola,” ujarnya.
Di sisi lain, pembatalan drawing ini disebut-sebut akan menimbulkan efek domino. Ada potensi Piala Dunia U-20 yang seharusnya digelar 20 Mei mendatang akan mundur.
Selain itu, ada juga kekhawatiran Piala Dunia U-20 batal digelar di Indonesia. FIFA bisa membatalkan dengan alasan Indonesia tak cakap menjadi tuan rumah, atau hak tuan rumah dipindahkan ke negara lain.
“Kami berharap dan memohon pecinta sepakbola Indonesia yang mau sepakbola maju untuk tetap tenang. Kami mencoba mencari solusi dan berbicara dengan FIFA dalam waktu dekat. Karena kekhawatirannya, kita dikucilkan dalam ekosistem sepakbola dunia,” tandasnya.***