
Oleh Ina Ariani
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Barangsiapa berpuasa dibulan Ramadhan karena Iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu,” (HR Bukhari dan Muslim).
Kaum muslimin yang menunaikan Ibadah shaum di bulan Ramadhan memberikan gambaran kepada kita bagaimana sikap mukmin sejati. Orang yang beriman ketika diseru untuk melaksanakan hukum Allah, yaitu berpuasa di bulan Ramadhan, maka ia akan menerimanya dengan lapang dada, tidak ada rasa berat sedikitpun dalam hatinya, ia-pun berserah diri secara total kepada Allah. Begitupun syariat-syariat Allah yang lainnya.
Orang yang beriman adalah orang yang menerima perintah Allah tanpa banyak bertanya, sikapnya adalah “sami’na watho’naa” kami mendengar dan kami taat. Dalam benak hamba yang beriman, sedikitpun, tidak pernah terlintas pertanyaan tentang perintah Allah. Kenapa begini, kenapa begitu? Perintah Allah akan dijalankannya, apakah ia mengerti atau tidak mengerti.
Itulah sikap mukmin sejati yang harus ada setiap saat, bukan hanya di bulan Ramadhan saja, bukan hanya ketika menyambut seruan ibadah ritual saja. Tapi apapun seruan Allah dan Rasul-nya dalam hal apapun, dan di manapun akan akan kita sambut dengan senang hati.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذَا دُعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَاۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Sesungguhnya yang merupakan ucapan orang-orang mukmin, apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar ia memutuskan (perkara) di antara mereka, hanyalah, “Kami mendengar dan kami taat.” Mereka itulah orang-orang beruntung.” (QS. An-Nur[24]:51)
Imam Thanthawi dalam tafsirnya mengatakan :
واملعىن : أن من صفات املؤمنني الصادقني ، أهنم إذا ما دعوا إىل حكم شريعة هللا – تعاىل – الىت أوحاها إىل رسوله صلى هللا عليه وسلم أن يقولوا عندما يدعون لذلك : مسعنا وأطعنا ، بدون تردد أو تباطؤ
Makna ayat ini : di antara sifat orang-orang yang beriman yang benar adalah bawa jika mereka diajak kepada hukum syariat Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, mereka akan selalu mengatakan kami mendengar kami taat tanpa ada keraguan sedikitpun dan tanpa menanti-nanti.
Berbeda dengan orang munafiq. Kaum munafiq ketika mendengar ada perintah Allah diserukan, mereka tidak langsung menerima perintah itu, mereka akan berpikir-pikir terlebih dahulu. Apakah ada manfaat yang bersifat material dalam perintah Allah itu? Jika ada manfaat, atau perintah itu dianggap menguntungkan posisinya, maka mereka akan menyambut perintah Allah dengan gegap-gempita. Namun jika mreka tidak merasakan ada manfaat atau keuntungan material, maka mereka akan berpaling. Di jelaskan dalam Firman Allah Swt berikut ini;
“Jika mereka datang kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menghukumi di antara mereka,maka sekelompk dari mereka berpaling. Dan jika ada kebaikan (manfaat materi) bagi mereka maka mereka akan ating menyambut perintah Allah dan Rasul-Nya dengan bergegas. Apakah dalam hati mereka terdapat penyakit? Ataukah mereka ragu,atau mereka khawatir Allah dan Rasul-Nya menzalimi mereka. Justru merekalah orang-orang yang berbuat zalim.” (Qs. An-Nur : 24 : 48-50)
Dalam sistem hari ini kapitalis sekuler, sungguh banyak orang-orang munafiq berkeliaran bahkan menjadi benalu, pengganggu bagi orang-orang beriman
Berikut contoh perbedaan orang mukmin dan orang munafiq
Pertama, orang-orang yang beriman selalu berusaha bersinergi ( al-Wala’), berkolaborasi dan saling menolong antara sesama orang-orang yang beriman, atas dasar keimanan, kebajikan, dan ketakwaan. Sedangkan orang-orang yang munafik bersinergi antara sesamanya, hanya untuk kepentingan yang sifatnya sesaat. Landasan sinerginya tidak ada, kecuali hanya keuntungan yang sifatnya material semata.
Kedua, orang-orang yang beriman selalu berusaha dalam hidupnya apa pun posisi dan jabatannya, untuk melakukan kegiatan amar makruf nahi mungkar. Menyuruh, mendorong, dan memelopori pada setiap kegiatan yang bermanfaat bagi kehidupan umat dan bangsa serta berusaha mencegah dari berbagai kejahatan yang menghancurkan, seperti khianat, berdusta, dan perilaku korup. Sebaliknya, orang-orang munafik selalu menyuruh orang lain pada kemungkaran dan kejahatan yang merusak tatanan kehidupan, serta melarang dari perbuatan-perbuatan baik dan konstruktif.
Ketiga, orang-orang yang beriman selalu berusaha menegakkan shalat dengan sebaik- baiknya dan berusaha pula menunaikan zakat, infak, dan sedekah. Kepemurahan adalah watak dan karakter orang-orang yang beriman, sedangkan orang-orang munafik adalah orang-orang yang bakhil dan kikir, tidak mau berkorban maupun membantu orang yang membutuhkan.
Tentu saja balasan bagi orang-orang yang beriman yang memiliki watak dan karakter yang sangat indah tersebut adalah akan mendapatkan rahmat dan pertolongan Allah SWT dalam kehidupannya di dunia ini. Dan, di akhirat kelak akan mendapat balasan surga serta keridhaan dari Allah SWT. Sebaliknya, orang-orang munafik, karena perilaku buruknya tersebut, di dunia akan mendapatkan kegelisahan hidup karena jauh dari rahmat Allah SWT. Dan, di akhirat kelak akan mendapatkan azab neraka dan laknat Allah.
Jelaslah sudah perbedaan antara sikap orang yang beriman dengan sikap kaum munafiq. Pertanyaanya adalah kita termasuk kelompok yang mana? Apakah termasuk orang yang beriman yang siap menjalankan semua perintah Allah, tanpa melihat susah atau sulit, manfaat atau mudarat. Atau justru kita terjangkiti sifat kaum munafik yang selalu memilih perintah Allah yang menguntungkan diri, keluarga dan kelompoknya, yang selalu berprasangka buruk kepada Allah dan Rasulnya. Mereka menduga bahwa Allah dan Rasul-nya akan menyulitkan mereka dengan perintah-perintahnya.
Mudah-mudahan kita semua, termasuk dalam golongan orang-orang yang beriman, akan berperilaku sebagaimana mestinya orang yang beriman dan bukan berperilaku sebagaimana perilaku orang-orang munafik yang merusak dan menghancurkan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Aktivis Muslimah Ideologis Pekanbaru