Oleh Achmad Nur Hidayat
KREATIVITAS yang berujung keresahan masyarakat telah dilakukan oleh staff salah satu restoran dan bar terbesar di Indonesia yaitu Holywings.
Sebuah langkah promosi yang menyinggung umat beragama khususnya ummat Islam telah dilakukan oleh tim kreatif Holywings melalui iklan yang beredar di media sosial yang menawarkan minuman beralkohol gratis kepada orang yang bernama Muhammad dan Maria. Tentunya hal ini menimbulkan kemarahan bagi ummat muslim dari berbagai kalangan.
Publik perlu mengapresiasi langkah GP Anshor yang terdepan memperkarakan kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Holywings.
Holywings adalah perusahaan yang bergerak pada food and beverage tetapi memiliki fokus sebagai beer house dan club malam. Co-Founder Holywings adalah Ivan Tanjaya dan Eka Setia Wijaya.
Sementara itu, Hotman Paris dan Nikita Mirzani resmi menjadi pemegang saham Holywings pada bulan Mei 2021. Meski Holywings menjual bajigur dan wedang jahe, namun bagi para pengunjung tak pernah terlintas untuk datang selain untuk minuman berakohol.
6 Karyawan Holywings Telah Ditahan
Holywings menjelaskan bahwa saat ini 6 oknum yang bertanggung jawab terkait ‘promosi’ telah ditahan, menjalani proses hukum dan sudah ditangani oleh kepolisian serta pihak yang berwajib, Holywings pastikan akan tetap memantau perkembangan kasus ini, menindak tegas dan tidak akan pernah lepas tangan.
Holywings terkesan lepas tangan dan memberikan beban hukuman hanya kepada 6 karyawan tersebut padahal sebagai entitas bisnis untuk urusan promosi adalah urusan strategis dan bukan urusan karyawan. Urusan promosi adalah urusannya manajemen yang didukung penuh oleh pemegang saham.
Upaya Hotman Paris sebagai salah satu pemilik saham di Holywings telah menemui Ketua MUI Chalil Nafis dan meminta maaf kepada ummat islam adalah langkah yang tepat. Sudah barang tentu ummat Islam adalah ummat yang pemaaf tentunya akan memaafkan hal tersebut.
Tapi tentunya langkah hukum harus terus berlanjut.
Oleh karena itu, Polisi perlu memanggil pemilik dan pemegang saham lainnya. Urusan penistaan agama tidak boleh dianggap main-main. Sebelum muncul reaksi yang lebih tidak terkendali, maka kasus ini harus segera bisa dituntaskan.***
Penulis adalah pakar kebijakan publik Narasi Institute