Jumat, 26 April 2024

Food Estate Gagal Kehidupan Rakyat Terjegal

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Putri Az Zahra

Oleh : Putri Az Zahra

Duhai ibu pertiwi
Dimanakah keberadaanmu kini
Lihatlah, mereka telah menghabisi
Hutan yang penuh fungsi
Dengan segala emosi dan ambisi
Yang ternyata tak tampak bukti
Hingga kumenangis sedih, bagaimana ini terjadi?

Melihat jutaan hektare hutan diberbagai wilayah Indonesia, yang seharusnya menjadi paru-paru kehidupan, tampak telah pergi, tereksploitasi dengan berbagai keegoisan dan ketamakan manusia saat ini.

Dilansir dari BBC News Indonesia, demi mencegah ancaman krisis pangan akibat pandemi covid-19 yang berkepanjangan, serta perang Rusia Ukraina.
Pemerintah menggagas program nasional di berbagai wilayah salah satunya adalah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Alih-alih berhasil justru program Food Estate ini mengalami kegagalan, terbukti
2 tahun berjalan tidak semua lahan berhasil dipanen.

Padahal pemerintah telah membabat 600 hektar hutan di Gunung Mas untuk dijadikan lahan singkong dengan target 30.000 hektar.

Akan tetapi petani lokal seperti Rangkap meragukan target itu, Rangkap menuturkan bahwa wilayah tempat tinggalnya adalah Kabupaten Gunung Mas bukan main-main jangan dibalik jadi Gunung Singkong, sebab masyarakat lokal tahu betul kondisi tanahnya tidak cocok untuk menanam singkong, bisa dilihat di atas tanah tersebut banyak batu granit dan pasir putih.
Sehingga tidak mungkin singkong dapat tumbuh dengan baik.

Dan kini terbukti, keraguan Rangkap dan masyarakat lokal terjawab, penelusuran BBC News Indonesia bersama LSM Pantau Gambut, menemukan program Food Estate di Kalimantan Tengah mangkrak.

600 hektar lahan singkong di kabupaten Gunung Mas terbengkalai, ribuan hektare lahan singkong lainnya juga tidak bisa dipanen karena kondisi tanah yang tidak cocok.

Singkong di lahan Food Estate Gunung Mas berukuran kecil seperti wortel. Tinggi pohon singkong di lahan ini juga tidak sampai 1 meter, padahal pohon singkong biasanya tumbuh hingga lebih dari satu meter.

Direktur LSM Walhi Kalteng, Bayu Herinata mengatakan “semakin ke sini proyek Food Estate semakin diarahkan untuk membuka kawasan hutan, sehingga akan memperparah kondisi kerusakan lingkungan atau ekologi yang ada di Kalimantan Tengah”.

Akan tetapi Kemenhan mengklaim bahwa lahan singkong Food Estate belum dikelola dengan optimal karena masalah anggaran.

“Penanaman singkong di Gunung Mas belum dapat anggaran APBN. Maka treatment tanaman belum optimal, sehingga hasilnya juga belum maksimal.

Apabila sudah ada kepastian dukungan anggaran dan organisasi, pengelolaan kebun singkong akan dilanjutkan”, ujar Brigjen TNI Heru Sudarminto, Kepala Pusat Cadangan Logistik Strategis Kementerian Pertahanan.

Jika dilihat sebenarnya, hasil program Food Estate selama 2 tahun ini bisa menjadi bukti nyata kegagalan penguasa kapitalisme dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Hal ini dikarenakan orientasi kebijakan pada sistem kapitalisme hanya berasaskan pada keuntungan materi bukan dalam bentuk pelayanan terhadap rakyat.

Sehingga mekanisme investasi senantiasa dijadikan sumber pemasukan dalam menjalankan program pemerintah, hal ini karena ketiadaan dana yang dimiliki negara.

Karena itu sekalipun telah banyak analisa dan kritikan yang diberikan oleh para ahli lingkungan, pertanahan dan tanaman pada awal program akan dimulai, maka negara tidak akan menghiraukannya.

Bahkan tanpa beban menyerahkan kebijakan kepada yang bukan ahlinya ditambah lagi tidak adanya dukungan teknologi canggih.
Hal inilah yang
menjadi penyebab dari kegagalan program Food Estate. Dan lagi-lagi rakyatlah yang harus menanggung dampak dari kegagalan itu.

Berbeda dengan sistem Islam, karena sedari awal ditujukan untuk melayani rakyat. Sehingga Islam memandang bahwa ketahanan pangan nasional merupakan permasalahan penting dan harus segera diselesaikan.

Untuk itu jika diperlukan untuk membuka lahan sebagai area Food Estate, maka kebijakan yang dikeluarkan negara harus memperhatikan konsep pengaturan lahan dalam Islam.

Negara akan memperhatikan status kepemilikan tanah.
Misalnya tanah umum maka pengelolaannya tidak boleh diberikan kepada para pemilik modal seperti untuk perkebunan, pertambangan maupun kawasan pertanian. Sehingga hak pengelolaan sepenuhnya ada di tangan negara dan hasilnya dikembalikan seluruhnya kepada rakyat.

Selain itu negara akan memetakan tanah sesuai dengan kondisi strukturnya misalnya lahan yang kurang subur akan dijadikan lahan industri dan pemukiman warga sedangkan lahan yang subur akan dijadikan lahan pertanian.

Negara juga akan mendampingi dan memenuhi kebutuhan pertanian baik berupa alat berat, bibit unggul, pupuk serta penyediaan tenaga ahli. Dan pembiayaan itu semua maka negara akan mengambilnya dari baitul mal bukan dari investasi yang melanggar syariat seperti pinjaman riba.

Begitulah kebijakan negara dalam sistem Islam, yang sepenuhnya berorientasi pada kemashlahatan rakyat. Sehingga negara akan memikirkan betul konsep kebijakannya dan sedikitpun tidak akan mendzolimi apa yang menjadi hak rakyat.

Sebagaimana hadist Rasulullah Saw
“Imam (pemimpin) adalah raa’in, pengurus rakyat dan Ia bertanggunjawab atas pengurusan rakyatnya”. (HR. Bukhari)

Wallahu a’lam

 

Aktivis Muslimah Peduli Negeri
Pegiat Literasi Islam Kota Dumai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *