Oleh: Ilham Bintang
HARI ini, Rabu (25/5), hari terakhir saya di Melbourne, Ibu Kota Negara Bagian Victoria, Australia. Insya Allah kami akan kembali ke Jakarta dengan penerbangan tengah malam nanti. Semalam hasil test Swab PCR yang negatif sudah di tangan, diterima semalam.
Melonjak Tinggi di Singapura
Yang menggembirakan penularan pandemi Covid-19 di Tanah Air semakin melandai. Sedikit lagi mendekati nol. Sebelum berangkat pun angka penularannya tinggal duaratusan kasus positif. Sehingga pemerintah membebaskan keharusan test PCR bagi pelaku perjalanan luar negeri. Tambah lagi Minggu lalu Presiden Jokowi sudah membebaskan masyarakat beraktivitas tanpa masker di ruang terbuka.
Data terbaru secara Nasional per 23 Mei, dilaporkan “hanya” 178 kasus. Atau rerata harian dalam seminggu 258 kasus. Ini luar biasa kalau data itu valid.
Singapura, negara tetangga kita saja yang pernah menjadi rujukan penanganan Covid-19 yang baik, angka penularan hariannya malah semakin tinggi kalau tak bisa dikatakan “meledak”. Hari – hari ini negeri itu seakan mendapat serangan balik virus.
Data per tanggal 23 Mei, sebanyak 32.153 kasus positif. Rerata perminggu 4593 kasus. Bayangkan, boleh dikatakan vaksinasi warga Negeri Singa itu sudah hampir 100 persen.
Maka, kasus itu di dalam negara yang berpopulasi 5 juta harus menjadi pelajaran bagi kita. Ada yang bilang, mungkin itu salah satu hikmah dari penolakan Ustaz Abdul Somad masuk di kota itu yang minggu lalu sempat berdampak gaduh di Tanah Air. Maksudnya, jika UAS bisa jadi terpapar Covid-19.
Klaim Para Pejabat
Wajar jika data mutakhir kasus Covid-19 di Tanah Air disambut gembira seluruh masyarakat. Setelah lebih dua tahun terkungkung dalam ketidakpastian. Data itu dimanfaatkan juga oleh para pejabat negara dan para politikus memviralkan saling klaim atas peran masing-masing. Sebagian dijadikan bahan “kampanye” terselubung untuk mengambil hati masyarakat calon pemilih.
Selama di Melbourne, setiap hari saya menerima kiriman video aksi kampanye itu. Terbanyak mengenai Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang merespons keadaan kondusif itu seakan berkat keberhasilannya sebagai Ketua PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).
Tim Ketua Umum Golkar itu aktif mendatangi rumah sakit menyampaikan ucapan terima kasih kepada para dokter dan tenaga kesehatan atas nama PEN.
Ada juga beberapa video Airlanga tentang Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp 300 ribu bagi warga yang terdampak krisis minyak goreng. Padahal, bukan itu inti masalahnya. Semua orang tahu minyak goreng adalah cacat terbesar Pemerintahan Jokowi wabil khusus semua menteri ekonomi. Mungkin Airlangga lupa dalam pemerintahan hanya visi Jokowi yang berlaku.
Tahu siapa yang memberi bantuan itu? Tanya pewawancara dalam video tentang BLT. Pedagang nasi goreng gerobak menjawab: “dari pejabat ekonomi”. Jawaban Ibu pemulung lain lagi. Ibu tahu dari mana bantuan uang itu? Tanya pewawancara.
“Dari Pak Airlangga,” jawabnya.
Ibu tahu siapa Pak Airlangga?
“Iya, tahu: dia anggota DPR,” jawab si Ibu Pemulung itu lagi.
Berbicara mengenai BLT bukankah itu bagian dana APBN sebesar 1.776,27 T yang dikucurkan melalui PEN dan hingga sekarang belum jelas pertanggungjawabannya?
Seiring perbaikan pandemi tampaknya akan semakin banyak kita dicekoki video akrobatik para politikus. Apalagi politikus yang namanya sering disebut sebagai kandidat Presiden RI 2024-2029. Saya menerima kiriman video yang bikin geli.
“Kadrun varian baru” kata netizen, mengomentari politikus perempuan tetiba berhijab dan sang pria rajin berpeci keluar masuk pesantren.
Boleh Beraktivitas 100 Persen
Kemarin Pemerintah Indonesia kembali menyampaikan kabar gembira. Sejumlah besar daerah di Indonesia masuk dalam level 1 PPKM, level terendah dalam strata pembatasan kegiatan masyarakat selama pandemi. DKI Jakarta termasuk wilayah yang masuk level 1 PPKM.
Penetapan itu tercantum dalam Diktum Kesatu Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 26 Tahun 2022. Artinya, DKI termasuk aglomerasinya, Jabodetabek, diperbolehkan masuk kantor atau Work From Office (WFO) bagi pegawai sektor non esensial seperti pusat perbelanjaan, kafe, rumah makan, dan pusat kebugaran dapat diberlakukan maksimal 100 persen.
Yang penting semua pegawai sudah divaksin. Restoran/rumah makan, kafe yang jam operasional dimulai dari malam hari boleh beroperasi dengan kapasitas maksimal 100 persen dengan protokol kesehatan yang ketat. Jam operasionalnya pukul 18.00-02.00 waktu setempat.
Swab di Melbourne
Di Indonesia, ketentuan Test Swab PCR untuk perjalanan luar negeri memang sudah ditiadakan sejak kami masih di Jakarta. Tetapi anak-anak cerewet, mereka tetap minta kami lakukan Swab PCR sebelum berangkat ke Melbourne 8 Mei lalu. Sekarang mau balik ke Tanah Air, dia juga mewanti-wanti untuk test PCR lagi.
“Jangan ambil resiko, tidak selalu keputusan pemerintah terdistribusi dengan baik ke bawah. Mau bilang apa kalau petugas di bandara meminta bukti swab PCR dan itu menjelang keberangkatan?”
Itu argumen mereka. Ada benarnya.
Saya urut dada saja dinasehati oleh anak seperti itu. Artinya, cash out lagi. Saya dan istri membayar 290 dolar Australia (sekitar Rp 3 juta) ketika kemarin pagi melakukan test PCR Swab di Melbourne Patologi, North Melbourne.
Petugas yang menangani amat cekatan. Namanya Swastika, muda, cantik, berkebangsaan Italia. Namanya mirip nama orang Bali. Dia hanya tertawa ketika saya menyinggung itu. Dalam hatinya mungkin menyindir saya, “ah cerewet juga nih si kakek”. Sayang ketika istri membuat foto waktu saya diswab, wajah Swatika tak masuk.
Laboratorium ini memang khusus melayani visitor. Makanya mahal. Ketika saya lewat di Mall Emporium sepulang dari Swab, ada aksi bagi-bagi gratis Kit Swab Antigen dan masker. Kami kebagian juga. Begitu juga saat mengunjungi Masjid Agung Melbourne, disediakan masker dan kit Antigen gratis.
Meski sudah yakin dengan hasil negatif tapi waktu menunggu sempat dag dig dug juga.
Dua minggu lalu pengalaman menantu saya di Singapura mendapat hasil positif dari test PCR sehari sebelum kembali ke Tanah Air. Paniklah dia. Terpaksa kontak Dubes RI di Singapura, YM Suryopratomo yang kebetulan sahabat saya. Menantu kemudian test ulang, dan hasilnya negatif. Dia pun selamat bisa balik Jakarta pas waktunya.
Selama di Melbourne setiap tiga hari saya test Swab Antigen. Saya bawa sendiri satu box kit Antigen dari Tanah Air.
Meski sejak Februari pembatasan kegiatan masyarakat sudah dicabut, orang bebas tanpa masker di ruang terbuka, namun angka penularannya masih tinggi. Per 23 Mei 11. 606 kasus. Segitu angkanya rerata dalam seminggu terakhir. Melbourne atau Australia memang masih masuk 10 besar angka penularan Covid-19 tertinggi di dunia. Amerika Serikat top rangking : per 23 Mei 133 ribu kasus. Atau rerata harian 108.034 dalam seminggu.
Artinya, virus itu masih berkeliaran. Terlepas virus ganas atau virus kelas cemen. Di seluruh dunia per 23 Mei penularan Covid19 masih tercatat 511.252 kasus. Atau rerata harian 542.723 dalam seminggu. Jadi tetaplah waspada. Waspada lebih baik. Di Melbourne saja pun, sebagian masyarakat berlaku bijak merespons peraturan pemerintah melonggarkan aktivitas sosial.
Beberapa resto menolak pembayaran cash, mereka tentukan harus pakai kartu. Resto Turki malah belum mau menggunakan piring, makanan disajikan dalam box styrofoam. Supir taksi langsung mengenakan masker begitu mendapat penumpang. Sebagian besar wisatawan asing masih patuh menggunakan masker di mana-mana. ***
Penulis adalah wartawan senior