Opini  

Harga Naik Menjelang Ramadhan, Tradisi Buruk Yang Terus Berulang

Ina Ariani

Oleh Ina Ariani

Kita sudah hampir di penghujung bulan Sya’ban tidak lama lagi akan memasuki bulan Ramadhan bulan ampunan segala pintu surga di buka, pintu-pintu neraka di tutup, setan-setan di belenggu. Namun masalahnya, setiap tahun kondisi lonjakan harga bahan pokok selalu berulang. Membuat resah masyarakat dengan kenaikan harga musiman, dia hadir ketika perayaan hari besar sebagaimana fakta dibawah.

Harga sejumlah komoditas bahan pangan pokok naik seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar. Kenaikan tersebut terjadi 20 hari jelang bulan puasa atau Ramadan. (Katadata.co.id, 3/3/2023)

Tak hanya sembako, lonjakan harga pun menular ke jenis lain yang juga menjadi kebutuhan pokok saat Ramadan. Seperti beras, minyak goreng, sayuran, gula, dll. Hal itu tentu menjadi beban bagi masyarakat. Padahal, belum lama ini harga BBM melambung. Ditambah lagi, tarif listrik dan PPN barang yang terus melilit membuat hidup masyarakat makin sulit.

Kapitalisme akar masalah terjadinya kenaikan harga barang

Seolah sudah menjadi tradisi rutinan di negeri yang mengadopsi sistem kapitalis sekuler, harga menjelang ramadhan dan hari besar agama selalu naik. Akibatnya rakyat kesusahan dalam mendapatkan bahan kebutuhan pokok. Negara seharusnya melakukan upaya antisipasi agar tidak ada gejolak harga agar rakyat mudah mendapatkan kebutuhannya. Di sisi lain, ada pihak yang bermain curang dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu.

Saat ini memang banyak digelar operasi pasar murah yang memberikan keringanan bagi warga untuk membeli barang sembako dengan harga miring. Akan tetapi, itu hanya solusi sesaat dan hanya orang-orang yang memiliki uang saja yang mampu memborong dan membeli di operasi pasar.

Sementara penimbunan barang terjadi karena adanya permainan pelaku pasar. Hal ini juga bukanlah barang langka dalam negara yang menganut system kapitalisme. Sistem ini memproduksi orang-orang yang bermental serakah, segala sesuatu dipandang dari unsur kemanfaatan, meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan dampak buruk atau banyak orang yang merugi, dan pasar dipandang sebagai lahan basah untuk meraup keuntungan tersebut.

Selain itu, pemerintah pun melakukan upaya konkret dengan mendatangkan bahan pokok dari daerah lain yang memiliki stok lebih dan biaya transportasinya akan ditanggung oleh pemerintah daerah itu. Solusi itu pun hanya untuk sesaat saja, sedangkan kebutuhan masyarakat terus-menerus dan berkelanjutan. Sewaktu-waktu, ada kemungkinan daerah yang memasok juga akan menghentikan pasokannya karena kebutuhan.

Mengapa fenomena kenaikan harga sembako terus berulang menjelang Ramadan atau hari raya? Itu terjadi karena negara abai terhadap kebutuhan pokok rakyatnya. Negara juga gagal menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan sembako yang cukup di tengah masyarakat.

Sebenarnya, Islam telah memberikan aturan yang jelas dan mekanisme yang ampuh dalam menjaga gejolak harga sembako agar tetap stabil dan rakyat dapat membelinya dengan harga yang tidak memberatkan masyarakat.

Islam juga melarang siapa pun menguasai hajat hidup masyarakat atau monopoli kebutuhan pokok oleh kelompok atau swasta yang hanya ingin keuntungan berlipat. Selain itu, tidak akan ada orang-orang yang menimbun atau melakukan kecurangan. Sebab, negara akan memberlakukan hukum yang tegas kepada pelakunya.

Negara memiliki Qodhi Hisbah/Hakim Pasar yang selalu memantau setiap aktivitas jual beli di pasar-pasar. Sehingga, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya karena negara memperhatikan dan menjalankan tugasnya sebagai pihak yang mengurusi urusan rakyatnya.

Demikianlah sekilas cara syariat Islam menstabilkan harga. Masih banyak hukum-hukum syariat lainnya. Bila syariat diterapkan secara kaffah (menyeluruh) niscaya kestabilan harga pangan dapat dijamin, ketersediaan komoditas, swasembada, dan pertumbuhan yang disertai kestabilan ekonomi dapat diwujudkan.

Islam memiliki mekanisme yang ampuh yang mampu menjaga gejolak harga sehingga harga tetap stabil dan rakyat mampu mendapatkannya. Selain itu Islam juga melarang berbagai praktek curang dan tamak seperti menimbun atau memonopoli komoditas sehingga mendapatkan keuntungan yang besar. Tanggung jawab negara sebagai pengatur urusan rakyat akan membuat rakyat hidup sejahtera dan tenang serta nyaman.

Wallahu A’lam Bishawab***

Aktivis Muslimah Ideologi Pekanbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *