Oleh: Khadijah Nelly, M.Pd.
Tak terasa 76 tahun sudah negeri ini merdeka dan presiden telah menyampaikan pidato kenegaraan untuk menyambut dan memperingati HUT kemerdekaan tersebut pada tanggal 16 Agustus lalu. Namun di tengah keperihatinan negeri akibat wabah pandemi yang masih melanda sangat disayangkan dalam pidato kenegaraan tersebut tidak ada ucapan belasungkawa dan permintaan maaf dari orang nomor satu di negeri ini atas wafatnya 120 ribu rakyat yang terkena Covid-19. Menurut anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menyayangkan absennya ucapan duka atas ratusan ribu rakyat yang meninggal akibat Covid-19 dari pidato Presiden Joko Widodo di Sidang Tahunan MPR, DPR dan DPD RI.
Hal ini sangat disayangkan mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang kehilangan sanak saudara, serta gugurnya para pejuang tenaga kesehatan di tengah pandemi. Seharusnya Presiden Jokowi meminta maaf dan berduka cita mewakili pemerintah dan negara atas wafatnya hampir 120.000 rakyat Indonesia akibat pandemi Covid-19 ini. Mardani menilai, penanganan pandemi Covid-19 yang sudah berjalan 1,5 tahun belakangan belum efektif. Salah satu penyebabnya ialah krisis komunikasi yang harus segera dibenahi oleh Presiden Jokowi (16/8).
Hal senada juga disampaikan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon yang mengkritik pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia menyayangkan isi pidato kenegaraan jelang HUT ke-76 Republik Indonesia yang digelar di Gedung MPR/DPR Jakarta. Melalui akun Twitternya, Fadli Zon menilai Presiden Jokowi seharusnya meminta maaf mewakili negara kepada korban Covid-19. Apalagi, hampir 120 ribu orang telah meninggal dunia akibat virus corona. Fadli tampak mengomentari berita yang membahas pidato Jokowi, dimana sang presiden hanya menyatakan hukum tertinggi negara adalah menyelamatkan nyawa rakyat. Namun, Presiden Jokowi sama sekali tidak meminta maaf atas meninggalnya 120 ribu orang di Indonesia akibat pandemi. Ia hanya membahas penanganan Covid-19 di Tanah Air (16/8).
Ya, sungguh ini sangat disayangkan, harusnya ada empati dari presiden kepada rakyatnya yang jadi korban kebijakan yang tidak tepat pada penanganan Covid-19 di tanah air. Sangat disayangkan dalam pidato kenegaraan dalam menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang Ke-76 dalam Sidang Tahunan MPR RI, Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih memfokuskan ekonomi dan infrastruktur tanpa lebih mengupayakan agar wabah pandemi segera tertangani dan berakhir. Maka harusnya HUT kemerdekaan RI ke-76 tahun ini menjadi momentum bagi negara dan para penggawa negeri agar menciptakan komunikasi publik dalam penanganan pandemi Covid-19, salah satunya dengan menunjuk juru bicara utama sebagai modal untuk meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat melalui langkah edukasi massif.
Berharap juga pemerintah pusat untuk memperbaiki pola komunikasi dengan pemerintah daerah. Hal ini sangat penting untuk mengurangi adanya ketidaksinkronan dalam harmonisasi kebijakan-kebijakan pemerintah pusat yang sering kali berubah-ubah khususnya di bidang kesehatan dan ekonomi. Dalam kondisi masih mewabahnya Covid-19 di tanah air maka titik sentral yang mesti diambil pemerintah adalah memberikan pelayanan kesehatan yang harus diperkuat sebagai upaya penanganan krisis pandemi ini. Pandemi Covid-19 bukan hanya menjadi masalah krisis tenaga dokter. Menipisnya jumlah dokter hanyalah imbas dari ketidaksiapan sistem layanan kesehatan.
Maka di sini pemerintah tidak punya pilihan lain kecuali memperkuat pelayanan kesehatan dan menggenjot pelaksanaan vaksinasi, kemudian pelayanan kesehatan yang perlu diperkuat, kesejahteraan para tenaga kesehatan juga harus diperhatikan oleh pemerintah. Sebagai garda terdepan dan faktor pendukung pelayanan kesehatan yang efektif, sudah selayaknya para tenaga kesehatan mendapatkan apresiasi dan dukungan khusus dari pemerintah yaitu berupa insentif yang menjadi hak nakes. Jangan sampai ada tunggakan-tunggakan klaim dana penanganan Covid-19 yang belum ditunaikan, supaya operasional dan pelayanan rumah sakit tetap optimal dan demi kesejahteraan nakes yang telah berjuang. Kemudian masalah bantuan untuk rakyat yang terdampak juga mesti dijamin oleh negara, agar rakyat tetap bisa memenuhi kebutuhannya. Semoga dengan perayaan kemerdekaan ini, pemerintah segera dapat membebaskan bangsa ini dari wabah pandemi dan rakyat dapat menikmati kesejahteraan hidup.
Ya, begitulah sejatinya pemimpin dan negara akan bersungguh-sungguh dan serius dalam mengurus rakyat. Jangankan empati, harusnya pemimpin menjadi garda terdepan dalam menjalankan amanah untuk menjaga dan melindungi nyawa rakyat. Sebab kepemimpinan akan dipertanggungjawabkab dihadapan Allah SWT kelak di akhirat.***
Penulis adalah Akademisi dan Pemerhati Masalah Sosial