Opini  

Iedul Fitri, Kembali Makan Pagi

Yenni Sarinah, S.Pd

Oleh : Yenni Sarinah, S.Pd

Dari kecil kita mendengar orang tetua berkata bahwa iedul fitri artinya kembali suci. Dan setelah menelusuri lebih lanjut, ternyata terjemahan aslinya tidak seperti itu. Sudah selayaknya bahasa Arab diterjemahkan kembali secara maknawi dari sumber bahasanya langsung. Yuk kita simak penjelasannya.

Arti Iedul Fitri Secara Bahasa

Iedul fitri berasal dari dua kata; ied [arab: عيد] dan al-fitri [arab: الفطر].

Ied secara bahasa berasal dari kata aada – ya’uudu [arab: عاد – يعود], yang artinya kembali.

Hari raya disebut ied karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama.

Ibnul A’rabi mengatakan,

سمي العِيدُ عيداً لأَنه يعود كل سنة بِفَرَحٍ مُجَدَّد

Hari raya dinamakan ied karena berulang setiap tahun dengan kegembiraan yang baru. (Lisan Al-Arab, 3/315).

Ada juga yang mengatakan, kata ied merupakan turunan kata Al-‘Adah [arab: العادة], yang artinya kebiasaan. Karena masyarakat telah menjadikan kegiatan ini menyatu dengan kebiasaan dan adat mereka. (Tanwir Al-Ainain, hlm. 5).

Selanjutnya kita akan membahas arti kata fitri.

Perlu diberi garis sangat tebal dengan warna mencolok, bahwa fitri TIDAK sama dengan fitrah. Fitri dan fitrah adalah dua kata yang berbeda. Beda arti dan penggunaannya. Namun, mengingat cara pengucapannya yang hampir sama, banyak masyarakat indonesia menyangka bahwa itu dua kata yang sama. Untuk lebih menunjukkan perbedaannnya, berikut keterangan masing-masing,

Pertama, Kata Fitrah

Kata fitrah Allah sebutkan dalam Al-Quran,

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ

Hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (QS. Ar-Rum: 30).

Ibnul Jauzi menjelaskan makna fitrah,

الخلقة التي خلق عليها البشر

“Kondisi awal penciptaan, dimana manusia diciptakan pada kondisi tersebut.” (Zadul Masir, 3/422).

Dengan demikian, setiap manusia yang dilahirkan, dia dalam keadaan fitrah. Telah mengenal Allah sebagai sesembahan yang Esa, namun kemudian mengalami gesekan dengan lingkungannya, sehingga ada yang menganut ajaran nasrani atau agama lain. Ringkasnya, bahwa makna fitrah adalah keadaan suci tanpa dosa dan kesalahan.

Kedua, kata Fitri

Kata fitri berasal dari kata afthara – yufthiru [arab: أفطر – يفطر], yang artinya berbuka atau tidak lagi berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa ramadhan.

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya

  1. Hadis tentang anjuran untuk menyegerakan berbuka,

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يزال الدين ظاهراً، ما عجّل النّاس الفطر؛ لأنّ اليهود والنّصارى يؤخّرون

“Agama Islam akan senantiasa menang, selama masyarakat (Islam) menyegerakan berbuka. Karena orang yahudi dan nasrani mengakhirkan waktu berbuka.” (HR. Ahmad 9810, Abu Daud 2353, Ibn Hibban 3509 dan statusnya hadia hasan).

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تزال أمَّتي على سُنَّتي ما لم تنتظر بفطرها النّجوم

“Umatku akan senantiasa berada di atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu berbuka dengan terbitnya bintang.” (HR. Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya 3/275, dan sanadnya shahih).

Kata Al-Fithr pada hadis di atas maknanya adalah berbuka, bukan suci. Makna hadis ini menjadi aneh, jika kata Al-Fithr kita artikan suci. (Sumber : Ustadz Ammi Nur bait, konsultasisyariah.com)

Jadi sudah sangat jelas ya, makna iedul fitri artinya kembali makan pagi. Dan sungguh lucu kiranya saat berkumpul berhari raya, kita dilarang makan-makan. Apalagi hari raya di Indonesia biasa dimeriahkan dengan acara open house yang berlimpah makanan pastinya. Penuh suka cita. Mengharap amal Ramadan diterima dengan pahala penuh dan bentuk kesyukuran yang amat dianjurkan dalam syari’at Islam.

Tentu saja bukan indrawi yang serba baru. Baju baru, kendaraan baru, rumah baru, dan sebagainya. Iedul fitri menjadi keberlanjutan pribadi baru yang lebih beriman dan ta’at syari’at tentunya.***

 

Pegiat Literasi Islam asal Selatpanjang, Riau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *