
Oleh: Nelly, M.Pd.
Miris! lagi-lagi keadilan hukum tercoreng di negeri ini yang katanya sangat menjunjung tinggi hukum. Belum tuntas kasus penembakan hingga terbunuhnya 6 orang laskar FPI. Kini kasus terbaru kembali menimpa imama besar Habib Rizieq Shihab yang sebelumnya menjadi saksi atas kasus pelanggaran protokol kesehatan. Namun status itu berubah menjadi tersangka, hingga pada waktu pemeriksaan Sabtu lalu Habib Rizieq Shibab resmi ditahan pihak kepolisian.
Menanggapi kasus ketidakadilan tersebut, banyak yang menyayangkan dan memberikan tanggapan. Seperti disampaikan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas yang mewanti-wanti polisi untuk berbuat adil dalam mempidanakan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab. Ia mempertanyakan apakah pihak yang menimbulkan kerumunan yang banyak terjadi saat serangkaian gelaran Pilkada 2020 juga sudah dipidanakan.
Menurut Anwar Abbas, kalau Habib Rizieq Shihab diinterogasi dan ditahan karena tindakannya melanggar protokol kesehatan, apakah orang lain yang melakukan hal yang sama juga sudah diinterogasi dan ditahan? Kalau sudah berarti pihak kepolisian telah menegakkan hukum dan keadilan dengan sebaik-baiknya. Namun jika sebaliknya, menurut Ketua PP Muhammadiyah itu aparat kepolisian belum menegakkan hukum secara adil (13/12).
Ya, dalam kasus ini memang menimbulkan polemik serta kegaduhan di tengah publik. Pasalnya aparat hukum dalam beberapa kasus terlihat tidak menegakkan hukum dengan seadilnya. Kasus kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan ini seperti tebang pilih, mengapa hanya pada Habib Rizieq Shihah diberlakukan tindakan hukum, namun di banyak kasus yang sama tidak diberlakukan? ini berarti pihak kepolisian belum lagi menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya dan dengan seadil-adilnya.
Penegakkan hukum yang tak adil ini tentu saja akan mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini, baik untuk saat ini maupun perkembangan ke depan.
Maka kalau mau adil sebaiknya aparat mempunyai data jumlah korban covid-19 imbas kerumunan yang ditimbulkan Habib Rizieq Shihab. Kemudian data ini dibandingkan dengan jumlah korban yang timbul atas kerumunan yang terjadi karena kampanye pilkada dan saat pilkada. Seyogianya, siapapun itu harus terjerat sanksi yang sama jika memang negara ingin menegakkan hukum yang berkeadilan.
Demikianlah fenomena hukum dalam peradilan demokrasi, bukan kepentingan rakyat yang utama. Namun kepentingan kekuasaan dan ketidakadilan yang dipertontonkan. Sudah menjadi tabiatnya, slogan untuk rakyat hanya jargon dan ilusi.
Hukum hanya tajam pada rakyat yang berseberangan dengan apa maunya rezim. Sementara itu tumpul pada pemilik kekuasaan dan pemilik modal.
Ironinya, dalam demokrasi hukum dipermainkan oleh mereka yang katanya pelindung rakyat. Yang salah jadi benar, yang benar disalahkan.
Maka umat harus melek, sistem aturan saat ini rusak dan tak bisa untuk dipertahankan. Para pemimpin negeri ini sudah seharusnya sadar akan tanggungjawab dan amanah. Jangan biarkan negara kacau seperti tanpa pemimpin.
Semua sangat mendambakan negeri ini damai, aman dan tertib. Hukum ditegakkan seadilnya, tidak ada kepentingan apalagi soal kekuasaan. Maka langkah terbaik kembali intropeksi diri. Jika hukum aturan negara sudah tak mampu untuk kelola negeri, sebaiknya kembali pada aturan Ilahi. Insya Allah terjamin rasa keadilan sebab hukum aturannya berasal dari yang Maha Benar Allah SWT.
Wallahu alam bis showab***
Penulis merupakan Akademisi dan Pemerhati Sosial