Oleh: Ina Ariani
SEPEKAN yang lalu telah terjadi kebakaran dahsyat di Depo Pertamina Plumpang Jakarta Utara, yang menewaskan belasan orang dan ratusan warga mengungsi. Hal itu kini menjadi sorotan banyak pihak. Pasalnya, area tersebut seharusnya bersih dari pemukiman karena bisa menimbulkan bahaya sewaktu-waktu, sebagaimana terjadi pada 3 Maret 2023 lalu.
Kemudian peristiwa kebakaran yang terjadi di Depo Pertamina Plumpang pun mendapat respon dari pakar tata kota Universitas Trisakti Jakarta Yayat Supriatna.
Yang sebelum nya sudah di peringatkan, kalau sekitaran depo harus steril dari pemukiman warga karena sewaktu-waktu akan beresiko besar bagi sekitar nya.
Kawasan Depo Pertamina tersebut dilegalisasi menjadi pemukiman warga yang padat penduduk, bahkan jarak antara dinding Depo Pertamina dengan tembok warga hanya 20 meter. Sebagaimana diungkapkan oleh pengamat tata kota Universitas Trisakti Jakarta Yayat Supriatna. Menurutnya, Depo itu pertama dibangun pada 1974. Ketika itu, kawasan Jakarta tidak sepadat dan seramai sekarang.
Seiring berkembangnya industri, kepadatan penduduk meningkat. Bahkan, ada satu RW yang jumlah RT-nya bertambah dari tujuh menjadi 11. Karena itu Yayat mempertanyakan, siapa yang memberikan izin dan merekomendasikan adanya pemukiman di kawasan yang harusnya steril dari pemukiman warga tersebut? (kompastv.com, 04/03/2023).
Kapitalisme sumber masalah
Warga yang tinggal sekitar Depo Plumpang menjadi korban ledakan. Wilayah yang seharusnya tidak menjadi tempat hunian warga, dibiarkan terus berkembang dan dilegalisasi dengan pembentukan RT RW dan pemberian KTP.
Jelas musibah ini menunjukkan adanya kesalahan tata kelola kependudukan, juga menunjukkan abainya negara terhadap keselamatan rakyat. Apalagi sebelumnya juga pernah terjadi kebakaran ditempat tersebut. Bahaya yang mengancam keselamatan rakyat nyata-nyata diabaikan oleh negara.
Sisi lainnya fakta tersebut menunjukkan abainya negara dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal, sehingga tetap tinggal di tempat yang berbahaya.
Di negeri yang mengemban sistem kapitalis sekuler hal semacam diatas itu wajar. Sebab, sistem ini mengadopsi sistem sekuler pemisahan antara agama dengan aturan kehidupan, negara lalai dalam hal pemenuhan kebutuhan rakyatnya, salah satunya menyediakan sandang, pangan, dan papan. Rakyat dibiarkan terseok-seok mencari kebutuhan hidupnya sendiri di era yang serba sulit, salah satunya mencari tempat tinggal/hunian.
Sistem yang berdasar pada materi membuat penguasa lebih mengedepankan keuntungan daripada keselamatan rakyatnya, sehingga warga dengan ekonomi lemah di kota-kota besar kesulitan untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak dan aman. Sebagian besar tanah dikuasai oleh para kapitalis properti atau pengusaha yang bermodal untuk membangun berbagai pabrik-pabrik, pusat perbelanjaan, dan lainnya. Ada juga untuk membangun perumahan, namun yang berbayar mahal dan tentunya tidak dapat dijangkau oleh rakyat kecil.
Alhasil, rakyat kecil harus mencari tempat tinggal/rumah yang tidak layak serta bisa membahayakan nyawa mereka, seperti di bawah kolong jembatan, pemukiman kumuh, di lahan-lahan perkuburan, tanpa terkecuali di kawasan Depo Pertamina.
Sungguh sangat miris hidup dalam sistem kapitalisme sekuler ini, keselamatan rakyat kecil selalu dipertaruhkan oleh para kapitalis dan negara minim menjamin keselamatan rakyatnya.
Islam solusi dalam mengatasi masalah
Hal ini jelas berbeda dalam sistem kepemimpinan Islam. Islam mendorong dan menuntut para pemimpin/khalifah untuk memenuhi tanggung jawab dan tugasnya sebaik-baiknya. Tugas mereka adalah sebagai pelayan dan pelindung rakyat. Negara wajib menjamin terpenuhinya sandang, pangan dan papan setiap rakyat.
Visi dan misi kepemimpinan dalam sistem Islam ialah mengedepankan syariat Islam, keselamatan rakyat, serta kesejahteraan rakyat. Karena itu, dalam tata kelola wilayah, termasuk wilayah pemukiman, tidak akan lepas dari prinsip tersebut. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab pemimpin dalam menjaga keselamatan rakyatnya.
Dalam hal tata wilayah, Islam senantiasa akan menyusunnya berdasarkan aspek kemaslahatan dari sisi sains. Pemimpin Islam akan meminta kepada ahli sains untuk memetakan tanah yang subur dan kurang subur. Hal ini dilakukan agar penguasa dapat memanfaatkan tanah dengan sebaik-baiknya. Seperti, tanah subur akan dijadikan lahan untuk persawahan ataupun perkebunan yang menunjang tersedianya kebutuhan pangan dalam negeri. Selian itu, wilayah yang kurang subur akan dijadikan pemukiman dan pabrik-pabrik atau industri.
Namun, dalam tata wilayah pemukiman dan industri, penguasa akan mengatur ada area buffer sebagai batas antara kawasan pemukiman dan kawasan industri. Hal ini untuk meminimalkan terjadinya korban jiwa jika terjadi bahaya dalam lingkungan industri.
Selain itu, negara juga menetapkan sanksi tegas kepada siapa saja yang melanggar berbagai ketentuan yang telah ditetapkan oleh penguasa. Hal ini sebagai bentuk penjagaan penguasa dalam Islam terhadap keselamatan rakyatnya.
Rasulullah Saw bersabda; “Barang siapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas bahaya kepadanya dan barang siapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allah akan menyulitkannya.” (HR Al-Hakim dan Baihaqi).
Dalam Islam, keselamatan rakyat adalah hal utama. Dan penguasa adalah pihak yang diberi tanggung jawab untuk menjaga keselamatan rakyat. Maka penguasa akan tepat dan teliti dalam merencanakan penataan wilayah dan peruntukannya. Sebagaimana saat akan membangun.
Oleh karena itu dapat kita cermati bahwa Tragedi Depo Plumpang merupakan wujud abainya penguasa atas pemukiman yang aman serta jaminan keselamatan nyawa rakyatnya. Sehingga kita butuh ideologi Islam untuk memberikan paradigma bahwa penguasa merupakan pelayan rakyat yang wajib memperhatikan keselamatan jiwa rakyatnya. Yaitu dengan kembali menerapkan sistem Islam, caranya menerapkan aturan Islam secara totalitas kaffah.
Wallahu A’lam Bishshawab***
Penulis Aktivis Muslimah Ideologis Pekanbaru