Oleh: Alfi Ummuarifah
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ
النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ
Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.
Inilah yang saat ini menjadi ukuran kebahagiaan bagi kebanyakan manusia. Kebahagiaan diukur dengan harta dunia. Merasa susah saat belum mendapatkannya. Merasa tak berguna dan terhina di hadapan orang lain saat tak memiliki ini semua. Merasa paling menderita saat tak berpunya.
Padahal itu bukanlah ukuran kebahagiaan bagi seorang muslim. Untuk seorang yang kapitalis sekuler mungkin iya. Namun untuk seorang muslim memiliki life style srndiri. Gaya hidupnya berbeda. Boleh memiliki itu semua asalkan digunakan di jalan Allah. Sebab pertanggung jawabannya pun tidak ringan. Semua akan ditanya soal kemana semua harta itu digunakan. Juga bagaimana cara memperolehnya.
Ayat itu kemudian tersambung dengan ayat berikutnya. Ayat yang Allah berikan sebagai ukuran kebahagiaan yang sesungguhnya. Ayat yang isinya mengisyaratkan kebahagiaan menurut Allah. Dia lah yang menciptakan semuanya. Namun karena kasih sayangNya, Allah tunjukkan itu pada kita .
قُلْ اَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِّنْ ذٰلِكُمْ ۗ لِلَّذِيْنَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا وَاَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَّرِضْوَانٌ مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ بَصِيْرٌۢ بِالْعِبَادِۚ
Katakanlah, “Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta rida Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.
اَلَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اِنَّنَآ اٰمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِۚ
(Yaitu) orang-orang yang berdoa, “Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka.”
اَلصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْمُنْفِقِيْنَ وَالْمُسْتَغْفِرِيْنَ بِالْاَسْحَارِ
(Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar.
Dari ayat ini terlihat betapa Allah menyukai orang-orang yang beriman, sabar, rajin berinfak, dan minta ampun saat sebelum fajar.
Perhiasan dan harta dunia itu memang menyilaukan. Banyak manusia yang tergelincir. Merasa besar, sukses, paling bahagia, jumawa saat punya harta itu semua. Padahal itu kepunyaan Allah yang cuma tetesan terakhir dari celupan jari kita di lautan. Sedikit sekali. Namun bangga luar biasa.
Syaithan pun berhasil mengipasi manusia agar merendahkan orang lain yang tak berpunya. Juga membisiki hati orang yang tak berpunya agar berputus asa. Berputus asa dari rahmat Allah. mereka lalu menjadi orang yang under estimate. Merasa tak berguna.
Benarlah jika Rasulullah dan para sahabat justru sedih. Saat diberikan harta banyak. Mereka kuatir saat tidak diuji dengan harta. Kihatlah bagaimana Abdurrahman bin auf yang bingung. Sebab tidak pernah menjadi miskin. Bahkan nabi menginginkan dirinya menjadi miskin. Berdoa. Agar merasakan kondisi itu.
So, janganlah merasa sedih jika saat ini tak berpunya. Sebab semua itu hakikatnya hanya pinjaman. Saat tak dipinjami, janganlah merasa sedih. Saat dipinjami jadilah orang yang amanah. Allah maha Rahmaan.Kasihilah kami selalu. Aamiin.***
Penulis merupakan Guru dan Pegiat Literasi Islam
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.