Oleh : Yuni Oktaviani, S.Psi
BARU-baru ini fungsi Masjid dan kegiatan politik kembali dibenturkan. Tidak boleh berkampanye atau melakukan aktivitas politik di dalam Masjid atau tempat-tempat ibadah.
Apakah di Masjid tidak boleh berpolitik? Jika demikian, apakah fungsi Masjid yang ada pada saat ini telah serupa dengan fungsi Masjid pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam?
Fungsi Masjid Di Alam Demokrasi
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menegaskan Masjid maupun rumah ibadah lainnya harus bebas dari kepentingan partai politik maupun lainnya. Ini disampaikan Ma’ruf usai adanya pengibaran bendera salah satu partai politik di Masjid wilayah Cirebon yang menuai kritik masyarakat.
Sudah ada aturan untuk tidak melakukan kampanye di kantor pemerintah, tempat-tempat ibadah, serta lembaga pendidikan. Karena masuknya kepentingan politik di masjid dapat membawa perpecahan di tempat ibadah dan sekitarnya. (republika.co.id, 08/01/2023)
Saat ini Masjid diketahui hanya sebagai tempat beribadah umat Islam saja. Di sanalah aktivitas yang kental dengan agama dilaksanakan, seperti shalat, zikir, ceramah atau ta’lim, penyerahan zakat, dan lain-lain. Sementara aktivitas yang berbau politik tidak boleh ada di Masjid. Politik tempatnya bukan di Masjid, melainkan di kantor-kantor pemerintahan, serupa gedung parlemen dan sejenisnya. Inilah citra Masjid di alam demokrasi di negeri ini.
Terlebih politik diidentikkan dengan sesuatu yang kotor, penuh dusta, tipu daya dan penyelewengan jabatan oleh aparatur pemerintahan sehingga tidak pantas disandingkan dengan agama yang suci, yang asalnya dari Tuhan.
Dari sinilah bermula asas sekulerisme yang banyak dikenal yaitu memisahkan agama dengan sistem kehidupan lainnya termasuk politik. Padahal politik sudah diatur dalam Islam, yaitu mengatur dan mengurusi kepentingan umat seluruhnya dengan hukum Allah.
Fungsi Masjid Di Era Islam Bermula
Islam adalah agama sempurna. Ajarannya bukan hanya perihal amalan ruhiyah atau ibadah semata, melainkan juga mengatur tentang tatanan sistem kehidupan yang lain, seperti ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, sanksi, sampai politik.
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agama bagimu …” (TQS. Al-Maidah/5: 3)
Seyogyanya sebagai muslim hendaknya tidak memisahkan keberadaan Masjid dengan politik apalagi sampai mengemukakan bahwa membawa-bawa politik ke Masjid dapat menimbulkan perpecahan. Padahal Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam sudah mencontohkan semasa hidup beliau seperti apa Masjid difungsikan.
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (TQS. Al-Ahzab : 21)
Cukuplah Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam sebagai contoh dalam berperilaku dan beramal sholih, dimana bukan hanya kepribadian beliau sebagai seorang rasul dan hamba Allah saja yang dijadikan panutan, namun rasul sebagai kepala negara dalam menjalankan roda pemerintahan daulah nabawiyah yang semestinya juga kita jadikan teladan hingga saat ini.
Termasuk dalam menjalankan fungsi Masjid kala itu yang diantaranya :
Pertama, digunakan sebagai sarana ibadah, seperti sholat, dzikir mengingat Allah, dan membaca Al-Qur’an.
Kedua, Masjid sebagai sarana pendidikan dan aktivitas belajar mengajar, seperti majelis ta’lim, halaqah, dan madrasah.
Ketiga, sebagai pusat aktivitas sosial kemasyarakatan seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam menjalin rasa persaudaraan antara kaum muhajirin dan anshar, serta pusat pemecahan semua permasalahan masyarakat yang diadukan langsung kepada Rasulullah.
Keempat, Masjid difungsikan untuk mengurusi kepentingan politik dan pemerintahan. Pada zaman Rasulullah, Masjid digunakan sebagai tempat pelaksanaan urusan negara seperti tempat melaksanakan pengesahan atau pembaiatan para khalifah (pemimpin negara) dan tempat musyawarah negara.
Kelima, sebagai tempat urusan ekonomi negara dan masyarakat, seperti menjadikan mesjid sebagai tempat manajemen finansial dan perbendaharaan harta kaum muslim yang digunakan untuk meringankan ekonomi para jamaahnya. Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam juga menjadikan Masjid Nabawi sebagai baitul maal dan kantor pusat negara sekaligus tempat berdiamnya beliau.
Maka, sudah jelas perbedaan yang amat signifikan penggunaan Masjid di sistem demokrasi sekuler pada hari ini, dengan fungsi Masjid yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam saat beliau masih hidup.
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya..” (TQS. Al-Hasyr : 7)
Ketika kepemimpinan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa bernegara sudah pasti umat Islam harus menerimanya.
Menerima bahwa urusan politik tidak dapat dijauhkan dari Islam, justru juga bagian dari Islam, yang mana Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam pun mencontohkan demikian.
Politik atas dasar ajaran Islam lah yang mengimplementasikan hukum-hukum Islam dalam setiap aspek kehidupan . Dan itu semua hanya bisa diwujudkan ketika Islam kaffah diterapkan di negeri ini. Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis, Pegiat Literasi Islam, Pekanbaru-Riau
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.