Opini  

Kerusakan Moral Kian Marak, Akibat Sistem Rusak

Nelly, M.Pd.

Oleh: Khadijah Nelly, M.Pd.

Miris! Akhir-akhir ini publik dipertontonkan dengan maraknya kasus tak beradab, tak bermoral, dan sungguh mengiris hati. Betapa tidak, beberapa hari yang lalu seorang remaja putri berusia 16 tahun di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel) melapor ke polisi setempat. Dia mengaku jadi korban perkosaan, ironisnya, korban digilir 17 orang, salah satu pelaku adalah pacar korban dan para pelaku lainnya masih berusia remaja.

Tak kalah sadis dan biadabnya seorang ayah berisial (S) tega melakukan perbuatan tak berprikemanusiaan terhadap putrinya sendiri, sungguh tega dia perkosa anaknya sebelum dibunuh dalam upaya menghilangan jejak. HK, gadis malang berusia 16 tahun, ditemukan tewas di dapur rumah RT 4, RW 2, Kaliwungu, Kudus. Kapolres Kudus AKBP Aditya Surya Dharma menjelaskan, tersangka telah ditangkap (25/5).

Ya, kasus pelecehan seksual, perkosaan dan pembunuhan terhadap darah daging sendiri ini tak seharusnya terjadi, apalagi dilakukan oleh para remaja sebagai agen generasi harapan bangsa. Dan tak manusiawi jika pembunuhan dan pelecehan seksual juga dilakukan oleh orang tua sendiri yang merupakan sosok manusia berakal, berbudi, penuh kasih sayang dan panutan dalam keluarga.

Tak ada lagi rasa aman bagi kaum perempuan, di rumah sebagai benteng terdekat banyak kasus dilakukan oleh orang terdekat yaitu oleh orangtuanya sendiri, di luar rumah teman-teman dilingkungan tempatnya bermain, ternyata teman sebayanya yang melakukan perbuatan amoral. Jika ditelisik kasus bejat dan tak bermoral ini bukanlah hal baru yang terjadi di negeri ini, namun seiring waktu kasus seperti ini tampaknya kian marak dan meningkat kasusnya.

Banyak faktor yang menjadi penyebab kasus pelecehan seksual dikalangan remaja dan kasus serupa yang dilakukan oleh orangtua kandung terjadi. Diantara faktornya adalah lemahnya iman dan pemahaman akan agama, terlalu bebasnya pergaulan antara muda-mudi saat ini, orang tua tak memahami fungsi dan kewajibannya sebagai pelindung anak dan keluarga, terlalu bebasnya konten porno, tontonan porno dan aksi pornografi maupun pornoaksi yang berhamburan dan tersebar baik di media cetak, media elektronik hingga internet yang jelasnya saja menjadi pemicu pelecehan seksual. Dan yang paling berperan terhadap kerusakan sosial ini adalah akibat penerapan sistem sekuler di tengah masyarakat.

Maka di sinilah penting adanya masyarakat yang Islami, sistem peraturan yang Islami dan sanksi hukum yang membuat jera bagi para pelaku pelecehan seksual agar kasus serupa tak terulang lagi.

Dalam hal ini peran negara amatlah besar dan begitu dominan dalam menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif, negara harus turun tangan langsung memastikan setiap warga untuk ikut edukasi dalam memperdalam ilmu agama agar keimanan dan ketakwaan masyarakat terjaga.

Setiap warga masyarakat baik orang tua, anak-anak dan seluruh lapisan masyarakat harus menjadikan agama sebagai panduan dan tuntunan. Terlebih orang tua harus menjadi sholeh dulu, agar anak-anak dan generasi muda juga tumbuh menjadi sholeh.

Kemudian masyarakat harus saling kontrol dan peduli akan kondisi warga yang lain, harus ada saling mengingatkan, menaseti dan melaporkan ke pihak berwajib jika ada yang bertindak melanggar hukum dan perbuatan amoral. Negara juga harus menutup setiap celah dan pintu beredarnya konten pornografi dan pornoaksi di tengah masyarakat.

Seyogianya negara harus menerapkan sanksi tegas dan berefek jera pada siapa saja yang melakukan tindakan kriminal terlebih urusan pelecehan seksual yang kian marak. Peran negara di sini begitu urgen dalam menjaga aqidah, iman, takwa, menjaga keamanan setiap warga masyarakat dan mengurusi setiap urusan masyarakatnya.

Semoga kasus demi kasus ini menjadi pelajaran bagi bangsa ini, untuk terus belajar dan memperbaiki setiap aturan.

Saatnya berbenah, demi Indonesia yang aman, tentram dan jauh dari segala bentuk kemaksiatan. Kembali pada hukum aturan Allah SWt adalah solusi dan jawaban atas segala problematika bangsa ini.***

Penulis merupakan Akademisi dan Pemerhati Generasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *