Senin, 25 November 2024

Kontroversi Tes PCR, Harusnya Negara Hadir Meringankan Beban Rakyat

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Petugas saat mengambil sampel untuk tes swab PCR virus corona. (Foto: Liputan6)

Oleh: Khadijah Nelly, M.Pd.

Miris! lagi-lagi kebijakan pemerintah yang mewajibkan tes PCR sebagai syarat bagi penumpang pesawat menjadi polemik dan mendapat penolakan dari berbagai pihak. Menurut anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Neng Eem Marhamah Zulfah, menyampaikan penolakan syarat baru naik pesawat dari pemerintah di era PPKM terbaru mulai Oktober. Syarat baru ini mewajibkan  penumpang pesawat udara menyertakan hasil pemeriksaan negatif Covid-19 dengan skema PCR.

Ia pun mengingatkan agar syarat baru tersebut jangan sampai dipersepsikan publik bahwa pemerintah berpihak pada kepentingan bisnis PCR yang tengah tumbuh saat ini. Menurutnya, jangan sampai unsur kepentingan bisnis mengemuka dalam urusan PCR untuk penumpang pesawat ini, makanya kami menolak kebijakan ini, terangnya (22/10).

Hal senada juga disampaikan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang meminta pemerintah untuk menurunkan batas harga tertinggi tes PCR Covid-19 agar terjangkau bagi masyarakat. Ketua YLKI Tulus Abadi menyebut seharusnya harga tes PCR bisa diturunkan hingga sekitar Rp 200 ribu, khususnya untuk keperluan skrining di transportasi seperti bagi penumpang pesawat yang saat ini diwajibkan melampirkan hasil negatif melalui tes PCR, bahkan kalau perlu digratiskan oleh pemerintah, ungkapnya. Sebab kondisi ekonomi rakyat juga sedang menurun, sebaiknya bisa diringankan (25/10).

Ya, banyaknya penolakan kebijakan yang mewajibkan hasil negatif Covid-19 melalui tes PCR bagi penumpang pesawat penerbangan domestik memang sangat beralasan. Sebab sejauh ini kebijakan tersebut terlihat diskriminatif, sebab hanya diberlakukan bagi penumpang pesawat, sementara moda transportasi lain hanya cukup tes antigen.

Tentu saja kebijakan seperti ini semakin memberatkan dan menyulitkan konsumen. Dikatakan diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai syarat apapun.

Belum lagi fakta dilapangan tentang masalah harga tes PCR yang dibanderol hingga 3 kali lipat oleh pebisnis tes PCR Covid-19 jika ingin mendapatkan hasil yang lebih cepat keluar. Maka, jangan sampai kebijakan tes PCR tersebut memunculkan spekulasi kental aura bisnisnya. Sebab terlihat malah ada pihak-pihak tertentu yang diuntungkan dari kebijakan ini yaitu para kapitalis.

Maka dengan ini meminta pemerintah untuk menertibkan bisnis PCR seperti ini dan sudah saatnya mendengarkan keluh kesah rakyat dengan segera membatalkan aturan wajib PCR bagi penumpang pesawat yang sudah diberi vaksin. Harusnya tes PCR hanya opsi bukan diwajibkan dan kalaupun tetap harus tes PCR maka sebaiknya dengan harga murah dan terjangkau oleh masyarakat.

Dalam kondisi polemik seperti ini, alangkah bijaknya pemerintah segera hadir memberikan solusi. Pandemi sudah memberikan dampak ekonomi yang sulit bagi masyarakat. Maka mestinya negara bisa memberikan kemudahan dan meringankan beban rakyatnya, bukan malah memberatkan rakyatnya.

Sebab fungsi negara dan pemimpin adalah memberikan pelayanan optimal pada rakyatnya. Sebagaimana Islam mencontohkan bahwa tugas utama pemimpin dan negara adalah melindungi dan melayani rakyatnya, hingga kebutuhan rakyat terpenuhi dan terayomi. Bukan malah sebaliknya seperti yang terjadi saat ini terlihat hanya kepentingan para kapitalis yang lebih dipentingkan, rakyat malah tak dipedulikan.***

Penulis adalah Akademisi dan Pemerhati Sosial Masyarakat

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *