Sabtu, 20 April 2024

Memahami Perbedaan dan Isu ‘Basi’ Setiap Desember

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Keluarga besar Felix Siaw foto bersama. Saling menghargai perbedaan.

(Catatan Akhir Pekan)

Oleh Helfizon Assyafei

Bagi orang yang punya pikiran maju, perbedaan itu sama wajarnya dengan persamaan.  Mereka bisa memahami mengapa orang bisa berbeda dalam segala hal. Selera, sudut pandang, hingga keyakinan. Dan itu hal yang sangat biasa. Fitrahnya alam memang begitu. Makanya saya tidak terlalu ambil pusing saat Denny Siregar dan Abu Janda tiap bulan Desember tiba suka sekali mengomentari soal larangan umat Islam mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani di akun media sosial masing-masing.

Keduanya menyalahkan umat Islam yang tidak mau mengucapkan selamat Natal sebagai tidak toleran (intoleran). Dan itu sebenarnya bukan hal yang baru. Sudah sering diulang-ulang mereka di setiap momen akhir tahun. Saya melihat kedua sosok ini tidak perlu ditanggapi. Mereka seperti selalu haus perhatian dan sensasi dengan cara kuno yakni mengulang-ulang narasi yang sama. Ketika akhirnya muncul pernyataan Pegiat media sosial, Christ Wamea menyindir Denny Siregar (DS), Ade Armando, Eko Kuntadhi, dan Abu Janda. Menurutnya selalu mempersoalkan mengenai larangan bagi umat Muslim mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani.

Christ Wamea mengatakan bahwa ia sebagai pemeluk Nasrani saja tidak mempersoalkan umat agama lain mau mengucapkan selamat Natal atau tidak. “Kita yang nasrani saja tidak persoalkan umat agama lain mau ucapkan selamat natal apa tidak, itu tidak perlu dipaksa. Provokator berbaju toleransi dan pancasila,” sambungnya seperti dilansir Riaunews.com (16/12/2021). Artinya AA, DS dkk mendapat tamparan keras terhadap pernyataan bodohnya.

Narasi yang menyalahkan sikap satu kelompok yang meyakini ajarannya adalah bentuk pelanggaran HAM dan UUD 45. Dimana setiap pemeluk agama bebas menjalani agamanya masing-masing. Kalau soal toleransi, Alquran menyebutkan bahwa Allah memerintahkan setiap orang beriman untuk menjaga hubungan baik dengan Allah dan dengan manusia. Kata ‘manusia’ itu adalah untuk seluruhnya apakah dia muslim, non muslim hubungan baik harus dijaga. Hubungan kemanusiaan.

Saya pribadi punya sahabat-sahabat dari kalangan Kristiani yang selalu mengucapkan selamat Idul Fitri. Dan ketika saya tidak mengucapkan hal yang sama pada saat hari raya mereka Natal mereka bisa memahami dan tidak menilai saya intoleran. Bahkan Natalie Christine di tweepnya twitter mengatakan begini; Kami umat Kristiani mohon maaf tidak mengharapkan Ucapan Selamat Natal dari umat lain.

Lalu kok Abu Armando eh Ade Armando dkk pula yang ribut? Soal beginian Felix Siaw menulis bagus sekali soal ini.  Menurutnya Islam meyakini perempuan harus menutup aurat, tapi agama ibu bapak saya dan keluarga besar saya Katolik dan nggak meyakini hal yang sama. Apakah saya memaksa mereka? Nggak Mereka meyakini babi itu boleh dimakan, tapi saya sekeluarga Muslim, yang meyakini babi itu haram. Apakah mereka memaksa saya? Nggak

Ini foto anniversary Papi & Mami, dan mereka dengan senang hati memilih makanan yang halal untuk kami yang Muslim. Dalam keluarga kami, beragam agama, selama 37 tahun saya hidup gapernah ada masalah toleransi, atau ada yang menuding intoleran dan radikal, atau ekstrim hanya karena saya yakin bahwa Islam itu solusi hidup

Tiba-tiba ada Muslim yang maksa keyakinannya kepada Muslim yang lain, tentang versi ke-indonesiaan-nya, ke-pancasilaan-nya, toleransinya, cara berpikirnya. Tiba-tiba berpikir dibatasi, ide dihakimi, idealisme dikekang Dan mereka menganggap paling toleran. Bukan maen…

***

Saya tak mengharapkan lewat tulisan ini lantas AA, DS, AJ, EK dkk mengerti kesalahpahamannya lalu berubah, tidak. Cuma bagi yang berakal sehat dan waras  tak perlu merespon berlebihan cuitan, video atau apapun opini mereka. Kalau sudah tidak suka, baik pun terlihat buruk.

Pernyataan dan apa yang disimpan di hatinya mudah terbaca. Jadi mungkin saatnya kita abaikan mereka dengan no respon. Tapi kan bisa menjadi-jadi kelakuannya? Ya dari dulu sudah menjadi-jadi tapi tak pernah kena sanski meski sudah dilaporkan. Ya sudah abaikan saja. Mereka sedang meludahi langit dan air ludah itu jatuh ke wajah mereka sendiri.

Jurnalis dan kolomnis tinggal Pekanbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *