Oleh : Alfiah, S.Si
Lagi-lagi Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas melontarkan pernyataan yang membuat kegaduhan. Apalagi kalau bukan pernyataannya yang membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing. Padahal azan adalah seruan mulia sebagai panggilan shalat, sehingga tak layak dibandingkan dengan gonggongan anjing.
Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI) KH Ahmad Kusyairi Suhail menyayangkan pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang memperbandingkan suara azan dengan gonggongan anjing. Beliau menjelaskan bahwa dalam ilmu ushul fiqh, qiyas (penyamaan) semacam ini, dikenal dengan Qiyas Ma’al Faariq atau qiyas yang tidak benar perbandingannya karena jelas keduanya tidak sama. “Sebagaimana dulu juga pernah heboh, ada yang mengkiaskan cadar dengan konde dalam hal cantik atau azan dengan kidung dalam hal merdu. Ini jelas qiyas yang batil,”.
Dalam Islam, azan bukan sekedar suara atau seni yang mementingkan kemerduan, melainkan ibadah. Suara mulia memanggil kaum muslimin untuk salat dan sebagai pertanda masuk waktu salat. Sekali lagi saya ulangi, memanggil kaum muslimin untuk shalat, bukan memanggil Tuhan. Bahkan di dalam hadits shahih, Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan azan dapat mengusir setan.
Dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda:
إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ
“Apabila azan dikumandangkan, setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Apabila azan selesai dikumandangkan, dia pun kembali. Apabila dikumandangkan iqamah, setan pun berpaling lagi. Apabila iqamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali, dia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, ‘Ingatlah demikian, ingatlah demikian untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui berapa rakaat dia salat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam keadaan duduk.” (HR Bukhari, No 608 dan Muslim, No 389).
Sungguh mengherankan, padahal telah berabad-abad semenjak turunnya syariat azan, tidak pernah ada yang meributkan dan mempermasalahkan toa masjid dan suara azan. Kehidupan masyarakat pun harmonis, guyub, dan rukun. Karena itu sebaiknya pengambil kebijakan negeri ini tidak menghabiskan energi hanya untuk perkara-perkara yang sudah jelas dan tak ada masalah. Harusnya, pemerintah fokus untuk menyelesaikan berbagai permasalahan umat dan bangsa yang kompleks dan jelas ada di depan mata. Seperti kriminalitas, pengangguran, kemiskinan, dan lain sebagainya.
Apalagi Surat Edaran (SE) dari Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas No. 05/2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala membuktikan gagal paham tentang algoritma kebhinekaan. Sebab, Selain gagap membaca demografi, aturan itu juga terkesan bukan produk yang lahir berdasarkan kajian yang dilakukan secara holistik.
Mengenai aturan tentang kekerasan suara 100 desibel dipastikan akan bermasalah di prosedur penerapannya. Karena jarak antar masjid di permukiman padat sangat tidak teratur. Bahkan ada yang sangat berdekatan sekali. Apakah Kemenag tidak pernah mengkaji bahwa tingkat kekerasan suara 100 desibel itu bisa berbahaya bagi yang mendengar jika diperdengarkan secara terus-menerus? Apalagi suara antar masjid yang berdekatan itu akan memungkinkan saling bertubrukan. Sebaliknya, di perdesaan yang jarak antar masjidnya berjauhan kekerasan suara 100 desibel malah tidak terdengar oleh rakyat yang membutuhkannya.
Sesungguhnya kegaduhan demi kegaduhan yang dilontarkan oleh para pejabat negeri ini menunjukkan rendahnya taraf berfikir mereka untuk menyelesaikan berbagai problem negeri. Negeri ini dipimpin oleh orang – orang yang sebenarnya tidak layak memimpin karena kurangnya ilmu dan sudah menggejalanya hubbuddunya ( cinta dunia) sehingga mereka selalu melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai fitrah manusia, tidak memuaskan akal dan tak menentramkan jiwa.
Kepemimpinan semacam ini sudah diperingatkan oleh Rasululullah SAW beberapa abad lampau. Dari Abu Hisyam as-Silmi berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ يَمْلِكُوْنَ رِقَابَكُمْ وَيُحَدِّثُوْنَكُمْ فَيَكْذِبُونَ، وَيَعْمَلُوْنَ فَيُسِيؤُونَ، لا يَرْضَوْنَ مِنْكُمْ حَتَّى تُحَسِّنُوا قَبِيْحَهُمْ وَتُصَدِّقُوْا كَذِبَهُمْ، اعْطُوْهُمُ الحَقَّ مَا رَضُوا بِهِ
“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (benjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan pekerjaan, lalu pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak senang dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji) keburukan mereka, dan kalian membenarkan kebohongan mereka, serta kalian memberi pada mereka hak yang mereka senangi.” (HR. Thabrani)
Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah ﷺ berkata kepada Ka’ab bin Ajzah:
أَعَاذَكَ اللهَ مِنْ إمَارَةِ السُّفَهَاءِ
“Aku memohon perlindungan untukmu kepada Allah dari kepemimpinan orang-orang bodoh.” (HR. Ahmad)
Dalam hadits riwayat Ahmad dikatakan bahwa pemimpin bodoh adalah pemimpin yang tidak mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah ﷺ . Yakni pemimpin yang tidak menerapkan syariah Islam. Sudah saatnya kita mengakhiri berbagai kegaduhan dengan kembali kepada aturan Sang Pemilik alam. Wallahu a’lam bi ash shawab.***
Penulis seorang pegiat literasi Islam