Oleh Ina Ariani, Aktivis Muslimah Pekanbaru
Penemuan mayat Ibu dan Anak tinggal kerangka di komplek perumahan, tentunya kasus ini mencerminkan masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungan. Individualisme telah menjadi karakteristik masyarakat dalam peradaban kapitalis sekuler. Bahkan kepedulian dianggap sebagai campurtangan terhadap urusan orang lain. Miris masih menjadi misteri.
Melansir berita dari KOMPAS.com – Jasad seorang ibu berinisial GAH (68) serta anak laki-lakinya berinisial DAW (38) ditemukan telah membusuk di kediaman mereka, Perumahan Bukit Cinere, Depok, Kamis (7/9/2023). Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya Hengki Haryad berujar, kepolisian bakal melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) usai menemukan sebuah surat dalam sebuah laptop.
Kasus diatas masih misteri yang harus dipecahkan dalam sistem kapitalis sekuler. Adalah hal wajar memang disistem sekarang, kehidupan dimasyarakat itu siapa lu siapa gua, artinya kehidupan itu masing-masing Individualis.
Kasus bukan pertama kali terjadi, bahkan terus berulang, teka teki kematian beragam, akibat bunuh diri, dibunuh atau ada hal lain yang menjadi penyebab kematian. Mana budaya Indonesia? Yang bangsa lain takjub karenanya, hidup rukun walau berbeda-beda agama, suku, bangsa dan warna kulit.
Buktinya, penemuan mayat yang sudah menjadi kerangka sulit untuk dideteksi penyebab kematiannya, diduga sudah lebih satu bulan. Dikabarkan kehidupan mereka tertutup, tidak bersosialisasi dengan tetangga.
Hal ini, menandakan kurangnya kepedulian antar tetangga, sehingga tidak begitu tahu kondisi tetangganya. Hidup di kota besar rentan individualis, bahkan bisa jadi dengan tetangga saling tidak mengenal satu sama lain, selain karena faktor kesibukan yang membuat mereka jarang dirumah.
Belum lagi baru-baru ini muncul pemahaman tidak boleh terlalu mencampuri urusan orang lain, membuat pola pikir berpikir masyarakat sekarang tidak peduli dengan kondisi tetangganya sendiri, walhasil mau tetangganya kelaparan, sakit, punya masalah, pergaulan bebas, atau apapun membuat masyarakat tergiring untuk tidak peduli. Kemudian karakter masyarakat yang kurang bersosialisasi menambah faktor nafsi-nafsi terjadi.
Inilah gambaran sistem kapitalis individualistis, dengan dalih kebebasan kita dilarang untuk menasehati orang lain selama mereka melakukannya atas dasar kesadaran atau suka sama suka, dengan dalih punya hak mengurus anaknya sendiri selama tidak mengganggu orang lain.
Masyarakat diaruskan untuk tidak banyak ikut campur jika mendengar tangisan anak tetangganya yang bisa jadi mengalami tindak kekerasan, tidak berhak menegur jika anaknya membawa pasangan yang belum halal kerumahnya, dan masih banyak lagi dalih-dalih lain yang membunuh rasa kepedulian dengan kondisi tetangga, jika tetap melakukannya kita akan di cap “kepo” dengan urusan orang lain, bukan lagi label “care” yang disematkan.
Islam Punya Aturan Kehidupan Bertetangga
Islam menjadikan kepedulian terhadap tetangga sebagai akhlak yang mulia, bahkan satu keharusan/kewajiban yang harus dimiliki umat, baik dalam sistem keluarga, masyarakat maupun negara. Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kepedulian dalam kehidupan masyarakat secara riil.
Dalam hidup bermasyarakat harus saling bahu membahu satu dengan lain tidak melihat status sosial begitulah kehidupan dalam Islam. Saling tebarkan salam pada sesama, tidak saling mengganggu, artinya saling menghargai. Sebagaimana hadist Rasulullah SAW “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia mengganggu tetangganya.”
Selanjutnya dalam kehidupan bermasyarakat maka kita diharuskan berbicara hsl-hsl yang penting-penting saja, agar menghindar dari menggunjing, fitnah, ghibah dll. Kemudian saling berbagi antara satu sama lain itu indah. Apalagi berbagi dengan tetangga dekat. Bahkan, Rasulullah Shallallahu ‘alahi wassalam pernah bersabda kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu:
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ
Artinya: “Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur (daging kuah) maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu,” (HR. Muslim).
Demikianlah mekanisme untuk mewujudkan kepedulian dalam kehidupan masyarakat secara riil. Sehingga akan tercipta kerukunan, dan ketenangan hidup, dalam masyarakat. Namun sayang masyarakat kita masih tinggal dalam sistem kapitalis individualis dimana mereka tak lagi diajarkan, diingatkan bahkan tidak dikondisikan dengan lingkungan Islam, pemahaman Islam, wajarlah merekapun tak mengenal adab bertetangga, dengan konsep materialistis tak ada bantuan yang gratis, walhasil dengan tetangga tak terbiasa saling membantu.
Cukuplah sudah gambaran bertetangga dalam kondisi kapitalis sekuler, berjuanglah untuk bangkit beralih kepada sistem Islam. Umat bersama-sama kembali kepada aturan Islam secara kaffah, yang aturan itu datang langsung dari Allah melalui wahyu kepada Rasulullah Saw, untuk diterapkan atas seluruh umat. Kemudian mendakwahkan nya keseluruh negeri agar diterapkan, dalam bingkai negara. Sehingga terjaga kesejahteraan rakyat dengan menerapkan syariat-Nya.