Opini  

Mudik Lebaran Tanpa Macet Tanpa Mumet

Alfiah, S.Si

Oleh : Alfiah, S.Si

Kalau saat ini ada yang mudik lebaran tanpa macet dan tanpa mumet mungkin hanya dalam mimpi. Bagaimana tidak? Setelah tertunda dua tahun karena corona yang merajalela, jadilah tahun ini tumpah ruah manusia di jalanan karena sangat merindukan kerabat tercinta.

Hari biasa saja jalanan bisa macet karena tingginya volume kenderaan, apalagi ketika mudik volume kenderaan bisa bertambah beberapa kali lipat dari biasanya. Bisa dibayangkan betapa mumetnya pemudik jika terjebak macet berjam-jam.

Jasa Marga mencatat 1,7 juta kendaraan keluar Jabotabek sejak H-10 sampai dengan H-1 Hari Raya Idul Fitri 1443 H. Jumlah tersebut memecahkan rekor lalu lintas tertinggi sepanjang sejarah mudik.

Diterangkan, 1,7 juta kendaraan yang meninggalkan Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek) menuju tiga arah yaitu timur (Trans Jawa dan Bandung), barat (Merak) dan selatan (Puncak). Jasa Marga menyampaikan angka tersebut naik 9,5 persen dibandingkan jumlah kendaraan saat Lebaran 2019, atau sebelum pandemi Covid-19 (www.dw.com, 3 Mei 2022).

Itu masih di Jabodetek, bagaimana lagi dengan di kota-kota besar lain di Indonesia yang tentu mengalami kondusi yang sama. Mudik ke kampung halaman demi bertemu keluarga tercinta. Bisa dibayangkan kemacetan berkilo-kilo meter dan memakan waktu berjam-jam. Kalau ada yang menganggap hal ini biasa saja dan bukan masalah, tampaknya perlu dicek syaraf otaknya.

Tingginya volume kenderaan dan beragamnya jenis kenderaan yang lalu lalang di jalanan otomatis akan memicu tingginya angka kecelakaan. Inilah yang harusnya diantisipasi pemerintah sejak dini.

Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mencatat ada 2.945 kecelakaan lalu lintas selama periode arus mudik Lebaran tahun 2022, sejak Sabtu (23/4/2022) hingga Senin (2/5/2022) (www.kompas.com). Menurut Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dari jumlah tersebut, 51 kecelakaan terjadi di ruas jalan tol. Sementara kecelakaan di jalan non-tol terjadi sebanyak 2.894 kejadian.

Ironisnya, suasana mudik justru dieksploitasi demi kepentingan oligarki dalam meraih simpati. Seperti yang terjadi di Medan, setiap peserta program Mudik Bareng Pemkot Medan, Sumatera Utara, mendapatkan kaos putih bergambar Wali Kota Bobby Nasution dan wakilnya, Aulia Rachman. Dalam kaosnya, selain logo Pemkot Medan, hanya logo Bank Sumut yang terlihat jelas (www.kompas.com)

Pembagian kaos itu terjadi sebelum Bobby melepas para peserta yang dilakukan di Jalan Pulau Pinang, Lapangan Merdeka Medan. Meski menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu mengklaim agenda itu adalah kolaborasi pemkot dengan pemangku kepentingan, pelaku usaha, Kadin, Bank Sumut, dan dukungan Forkompimda Medan dan tanpa menggunakan APBD, namun tentu tidak etis kalau terpampang wajahnya di kaos tersebut.

Mudik lebaran 2022 sejak awal disinyalir oleh pemerintah akan membludak namun minim ternyata masih minim penyiapan fasilitas.

Dominannya kendaraan pribadi yang menggunakan jalan raya menunjukkan minimnya armada kenderaan umum yang murah dan nyaman. Tarif kendaraan umum justru meningkat menjelang lebaran. Belum lagi ketidaknyamanan dan kurangnya kebersihan kendaraan yang sering dialami para penumpang. Menggunakan kendaraan pribadi akhirnya menjadi pilihan. Padahal justru hal inilah yang menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Macet juga salah satu dampak dari tata ruang kota dan jalan yang kurang terencana. Kalau dikatakan bahwa kemacetan di Jakarta misalnya karena populasi yang sangat tinggi, maka sebenarnya populasi Jakarta dan sekitarnya belum ada setengahnya Tokyo, Jepang.

Tokyo, Jepang saat ini berpenduduk 37,3 juta (katadata.co.id). Hingga saat ini Tokyo adalah kota terbesar dan terpadat di dunia. Namun siapapun yang pernah ke Tokyo tidak mendapati masalah seperti yang dihadapi Jakarta kecuali masalah itu teratasi.

Kuncinya adalah usaha yang tak pernah henti untuk merencanakan tata kelola wilayah dengan baik, melaksanakan rencana, dan mengawasinya supaya tidak ada pelanggaran. Ada banyak teknologi yang dapat dilibatkan agar penataan wilayah berjalan optimal. Fasilitas transportasi umum hendaknya dikelola dengan baik oleh negara. Keamanan, kenyamanan dan ongkos yang murah sebenarnya bisa diwujudkan ketika pemangku negeri ini memahami perannya sebagai pelayan rakyat.

Negara dan pemerintah menurut Islam wajib melayani semua kebutuhan rakyat, termasuk untuk mudik. Bukan malah memberi celah rakyat dieksploitasi atau dimanfaatkan keberadaannya oleh berbagai kepentingan oligarki. Wallahu a’lam bi ash-shawab.***

 

Penulis pegiat literasi Islam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *