Sabtu, 14 Desember 2024

Nir Empati, Bersuka Cita di Tengah Duka

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Alfiah S.Si

Oleh : Alfiah, S.Si

Tagar #PrankGBK sempat trending. Pasalnya rakyat dibohongi dengan euforia dukungan terhadap 3 periode kepemimpinan Jokowi. Mirisnya hajatan besar yang menelan biaya hampir 100 milyar dilakukan di tengah duka korban gempa Cianjur yang menelan korban 300an lebih. Belum lagi dampak dari gempa Cianjur dengan rusaknya 363 sekolah dan 144 tempat ibadah (bandung.kompas.com, 26/11/2022).

Acara Nusantara Bersatu yang digawangi oleh Relawan Jokowi juga malah menyisakan 31 ton sampah yang berserakan di GBK (CNNIndonesia.com, 27/11/2022). Banyak kekecewaan dari peserta terhadap acara tersebut. Beragam cerita seperti puas, kecewa, dan bingung, datang dari acara pertemuan akbar relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tergabung dalam Gerakan Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, pada Sabtu, 26 November 2022.

Seperti halnya Sumitri, relawan yang berasal dari Tegal, Jawa Tengah. Dia mengungkapkan bersama rombongan pengajian sudah mulai berangkat dari bakda isya dan sampai di lokasi sekitar pukul 03.30 WIB. Menurutnya, katanya mau shalawat Qubro, ternyata tidak ada.

Hal yang sama juga dirasakan Wipa. Anggota rombongan yang berasal dari Garut, Jawa Barat, ini mengira dalam acara tersebut akan ada Habib Luthfi bin Yahya, kiai Nahdlatul Ulama yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Dia mengaku bersama rombongan berangkat pukul 00.00 WIB dan sampai di lokasi pukul 05.00 WIB. Ada juga cerita unik Mantri, salah satu anggota rombongan yang mengaku tidak tahu tujuan kedatangannya di acara relawan Jokowi tersebut.

Sangat disayangkan adanya pertemuan relawan di tengah bencana gempa Cianjur yang hingga saat ini masih membutuhkan pertolongan dan bantuan. Pertemuan besar tersebut tentunya menghabiskan biaya besar. Apalagi di tengah suasana politik menjelang pemilu 2024, pertemuan dengan relawan ‘rawan’ dengan kepentingan ‘pribadi’ dalam hal jabatan/kekuasaan. Adanya ‘penipuan kegiatan’ makin menguatkan dugaan tersebut.

Nyatanya memang tak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk hajatan yang nirmanfaat ini. Acara Nusantara Bersatu yang diadakan Relawan Joko Widodo (Jokowi) di Gelora Bung Karno (GBK) menghabiskan anggaran hampir Rp100 miliar. Proposal kegiatan ini diajukan ke beberapa BUMN.

Sekjen Projo pertama, Guntur Siregar seperti dilansir GoNews.co dari SuaraNasional, Sabtu (26/11/2022) menyatakan anggaran Rp100 miliar untuk acara relawan Jokowi di GBK sangat tidak bermanfaat di tengah musibah gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat.

Tentunya sangat bermanfaat jika anggaran Rp100 miliar itu diberikan pada korban gempa Cianjur.

Acara Relawan di GBK, kata Guntur merupakan ambisi mantan Wali Kota Solo untuk berkuasa tiga periode. “Nafsu terus berkuasa, Jokowi tiga periode akan terus dilakukan meskipun melanggar konstitusi,” papar Guntur.

Kondisi ini tentu berbanding terbalik dengan sikap Khalifah Umar bin Khaththab ketika merespon bencana.

Ketika terjadi paceklik di Madinah, ia menahan dirinya untuk tidak makan enak karena begitu prihatin dengan nasib rakyatnya.

Muhammad Husain Haekal dalam Umar bin Khattab menuturkan, Amirul Mukminin Umar bin Khattab tak tinggal diam melihat kondisi rakyatnya.

Suatu kali, di pasar, ada seorang penjual membawa samin dan susu dalam dua tabung kulit terpisah. Kedua barang itu dibeli oleh seorang anak muda seharga 40 dirham. Anak muda itu langsung pergi menemui Umar, membawakan makanan tersebut.

Umar hanya tertunduk sebentar. Jawabnya, “Bagaimana saya akan dapat memperhatikan keadaan rakyat jika saya tidak ikut merasakan apa yang mereka rasakan.”

Khalifah Umar bin Khattab telah bersumpah tidak lagi makan daging atau samin sampai semua orang hidup seperti sedia kala. Pasalnya, suatu kali Umar disuguhi roti yang diremukkan dengan samin. Tatkala itu, bencana kelaparan tengah mencapai puncak. Ia panggil seorang Badui. Mereka santap roti itu bersama-sama.

Orang Badui itu setiap kali menyuap diikutinya dengan lemak yang terdapat di sisi luar. Umar bin Khatab menatap cara makan Badui itu dengan heran.

“Tampaknya, engkau tidak pernah mengenyam lemak?” tanya Umar. “Ya,” jawabnya singkat. “Saya tak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun, juga saya tak melihat ada orang memakannya sejak sekian lama sampai sekarang,” lanjut si Badui, seraya tak henti menyuapkan makanan.

Jawaban Arab Badui itu menyentak hati Umar. Saat itu juga, ia mengucapkan sumpah untuk tidak makan daging dan samin. Umar memegang teguh sumpahnya hingga musim paceklik berakhir.

Maasya Allah. Demikianlah harusnya pemimpin. Apalagi kondisinya Cianjur tengah mengalami musibah gempa. Dan gempa bumi bisa jadi peringatan dari Allah agar kita kembali ke jalan yang benar. Bukan malah berkubang dalam kemaksiatan dan kezaliman.

Bencana alam gempa bumi tercatat pernah terjadi di masa kenabian dan kekhalifahan.

Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.’’ Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”

Sepertinya, Umar bin Khattab RA mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”

Seorang dengan ketajaman mata bashirah seperti Umar bin Khattab bisa, merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq telah mengundang bencana. Umar pun mengingatkan kaum Muslimin agar menjauhi maksiat dan segera kembali kepada Allah. Ia bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.

Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafy mengungkapkan, Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan manusia. Di kalangan Salaf, jika terjadi gempa bumi mereka berkata, ‘Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian’.’’

Demikianlah seharusnya penduduk negeri ini mengambil pelajaran dari setiap musibah, meninggalkan kemaksiatan dan kembali kepada aturan Illahi. Terutama pemimpin negeri ini harusnya memiliki empati yang besat terhadap penderitaan rakyatnya. Sesungguhnya amanah kepemimpinan kelak akan dimintai pertanggungjawaban tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Syahwat kekuasaan sungguh akan menjadi penyesalan terbesar jika tidak dijalankan dengan amanah. Wallahu a’lam bi ash shawab ***

Praktisi Pendidikan & Pegiat Literasi


Eksplorasi konten lain dari Riaunews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

 

Tinggalkan Balasan