Jumat, 25 Oktober 2024

Penistaan Al-Quran Terulang, Akibat Sekulerisme Mengusung Kebebasan

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 

Oleh Oki Ummu Kinan
Penggiat Literasi Kabupaten Siak – Riau

Idul Adha adalah perayaan hari besar kedua umat Islam di seluruh dunia. Momentum keikhlasan dan rela berkorban dari Nabi Ibrahim as dan anaknya Nabi Ismail as, harus tercoreng dengan sebuah penistaan. Warga kebangsaan Irak bernama Salwan Momika, seorang ateis sekuler. Sebelum melakukan pembakaran salinan Al Quran, terlebih dulu ia menginjak-injak ini terjadi di depan Mesjid Stockholm, pada Rabu (28/6/2023).

Sayangnya atas nama kebebasan berekspresi dan berbicara yang dilakukan oleh individu atau komunitas anti Islam ketika melakukan aksi ini justru mendapat izin dari pihak kepolisian dan pemerintah setempat. Terbukti aksi pelecehan Al-Quran oleh mereka yang anti Islam juga pernah terjadi, kasus serupa dilakukan oleh politisi Swedia Rasmus Paludan.

Cukupkah, Hanya sebatas Kecaman?

Pembakaran terhadap Al-Quran memicu provokasi di tengah-tengah umat Islam di dunia. Khususnya Indonesia, yang menjadi negeri dengan jumlah muslimnya terbesar di dunia, juga melakukan kecaman atas tindakan tak patut ini. Semua pasti sepakat ketika agamanya dilecehkan semua yang mengaku muslim pasti akan marah, mengecam dan mengutuk terhadap aksi ini.

Para pemimpin negeri muslim di belahan negeri manapun, pasti juga akan melakukan hal yang sama. Marah, mengecam dan protes ketika agamanya dilecehkan. Namun hal ini sangat disayangkan, terbukti kejadian serupa tetap terjadi dan terus berulang. Sehingga tidak ada efek jera kepada setiap pelaku pelecehan. Belum ada sanksi hukum yang bersifat efektif bagi pelaku pelecehan.

Sekulerisme dan Kebebasan

Menurut Wikipedia, Swedia adalah sebuah negara Nordik di Skandinavia, Eropa Utara. Dengan penduduk 27 % tidak beragama dan dengan berkembang pesatnya umat islam di Swedia yang jumlah pemeluknya mencapai lebih dari setengah juta jiwa dari total jumlah penduduk Swedia (mencapai 8,9 juta jiwa), Islam menjadi agama resmi kedua yang diakui di Swedia. Sementara mayoritas penduduk negara seluas 449.964 km persegi ini memeluk agama Nasrani.

Swedia adalah negara terbuka soal kebebasan dan toleransi tapi kenyataannya tidak terhadap Islam. Runutan aksi protes dan kecaman terhadap pelaku pelecehan tak dapat mengubah apapun, tapi justru mendapat perlindungan dari pemerintah Swedia atas nama kebebasan ekspresi dan berbicara menjadi legal dan mendapat perlindungan.

Inilah buah sistem sekulerisme yang diemban oleh beberapa negara barat, dengan melahirkan paham liberalisme atau kebebasan yang mendapat perlindungan langsung oleh negaranya. Maka wajar para pelaku pelecehan agama terutama pada Islam mendapat perlindungan.

Solusi Terbaik Hanya Dengan Islam

Dalam Islam aqidah umat harus terjaga dan terlindungi oleh negara. Negara adalah institusi yang menerapkan hukum dan menjadi penyelenggara hukum bagi siapapun yang bersalah. Al-Quran seharusnya dimuliakan dengan dibaca, dipahami, dan diamalkan. Di dalam Alquran terdapat peraturan yang mengatur tentang segala aspek kehidupan.

Islam datang membawa perubahan kearah yang lebih baik dan kebenaran dalam Alquran sebagai firman Allah SWT. Siapapun yang menghina Alquran sama halnya dengan menghina Allah SWT. Naudzubillahimindzalik.

Tidak boleh ada pembiaran bagi pelaku pelecehan agama. Apalagi sampai menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Maka, haruslah ada kepemimpinan yang mampu menegakkan dan menerapkan Islam demi terjaminnya kemaslahatan umat. Agar umat Islam hari ini meski jumlahnya banyak tapi seperti buih di lautan, tak berdaya dan tidak ada daya. Sehingga dengan mudahnya jadi sasaran pelecehan bagi mereka sang pembenci Islam.

Wallahu a’ lam bish showab.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *