Selasa, 15 Oktober 2024

Perbaikan Jalan dari Dana Swadaya Masyarakat, Begini Pandangan Islam

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 

Oleh Ina Ariani, aktivis muslimah Pekanbaru

Melansir berita dari Tribun Pekanbaru, Masya Allah antusiasnya Warga Desa Kubang Jaya Kecamatan Siak Hulu, kembali melakukan gotong masal, dalam rangka pengecoran Jalan Teropong, Minggu (27/8/2023). Ini adalah pengecoran tahap kedua. Tahap pertama dilakukan sepekan sebelumnya, Minggu (20/8/2023). Dana pembangunan jalan ini adalah swadaya masyarakat sendiri, tanpa anggaran dari pemerintah.

Selain tanpa APBD, warga setempat juga bergotong royong meratakan adukan semen yang ditumpahkan dari truk molen. Mereka antusias dan bersemengat. Inisiatif pengecoran itu terlaksana atas dorongan masyarakat. Sebab, jalan yang rusak tidak layak sudah bertahun-tahun namun tak kunjung diperbaiki/dibangun oleh aparatur pemerintah.

“Inilah bukti, betapa masyarakat di sini sudah sangat membutuhkan jalan yang layak. Makanya kompak urunan,” ujar Muji.

Bagaimana pandangan Islam? Sudah sewajarnya jalan-jalan yang rusak menjadi perhatian negara. Melihat jalan adalah sarana prasarana penting penghubung antar daerah, dan juga mendukung perputaran roda ekonomi antar daerah.

Wajah Kapitalis, Tidak Memberi Layanan Terbaik

Sistem kapitalis menjadi penyebab persoaalan dunia hari ini. Permasalahan timbul silih berganti, dari hari kehari, dari minggu keminggu, dari bulan kebulan, dari tahun ketahun, tidak pernah memberikan solusi secara konferhensif. Kadang kala kalaupun ada hanya sekedarnya, tambal sulam hanya permukaan saja.

Sebab, sistem ini lahir dari rahim sekulerisme, memisahkan aturan kehidupan dengan aturan agama, urusan dunia jangan bawa-bawa agama. Asas nya materi, jadi semua pelayanan terhadap masyarakat harus ada imbalan yang besar, barulah dikerjakan oleh mereka, itupun cuma sekedarnya.

Akhirnya hubungan penguasa dengan rakyat hanyalah sebatas bisnis, asasnya manfaat, materilah sumber kebahagian mereka. Sehingga jarang dijumpai pelayanan yang tulus apalagi ikhlas.

Sudah sewajarnya, pemimpin negeri ini khususnya Riau memberikan fasilitas jalan terbaik untuk kota industri. Daerah yang kaya, penghasil terbesar atas bawah minyak. Malu dong, masa banyak jalanan yang rusak disepanjang jalan kota Pekanbaru, Perawang, Siak, Sei Apit, Bengkalis, Dumai, Bukit timah, sampai penghujung perbatasan antara Riau dengan Sumatra Utara.

Kerusakan jalan di Riau lah yang terparah. Apabilasudah melawati perbatasan jalan lintas Sumatra Utara, Masya Allah jalannya mulus.

Di Riau banyak perusahaan-peruhaan besar seperti Caltex, PT Chevron Pacifik Indonedia, PT RAPP di Perawang, SINARMAS Grup, Pabrik minyak kelapa sawit PT. TBL di Pelelawan, Pabrik kelapa sawit BIM di Siak, dan lain sebagai nya. Bukankah itu perusahaan besar, mereka kena pajak yang besar.

Nah, hasil pembayaran pajak perusahaan-perusahaan itu keman? Belum lagi perusahaan-perusahaan besar maupun kecil yang menyebar di Riau, dikemanakan hasil pajak mereka? Bukankah hasil pajak dipergunakan untuk fasilitas umum, seperti pembangunan jalan, sekolah dan fasilitas lainnya yang bisa mensejahterakan masyarakat sekitarnya.

Jika saja kekayaan alam negeri dikelolo oleh negara, dan hasilnya dikembalikan untuk kebutuhan rakyat, maka tidak ada lagi jalanan yang rusak, gedung sekolah yang rusak, dan lain-lain.

Islam Solusi Semua Permasalahan Dunia

Islam adalah agama yang diturunkan Allah untuk mengatur seluruh urusan manusia dari bangun tidur sampai tidur lagi hingga membangun sebuah negara,  agama bukan hanya sekedar akidah ritual (ibadah mahdhah saja). Tapi lebih dari itu, Islam adalah solusi untuk seluruh permasalahan manusia. Termasuk urusan tata negara, ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, pemerintahan harus merujuk kepada Islam.

Jadi kalau urusan negara diatur sesuai UU maka akan ada permasalahan juga perselisihan, kenapa karena UU berasal dari akal manusia yang lemah, terbatas, serba kurang dan butuh sandaran yang lain yaitu Allah. Makanya urusan negara mau tidak mau harus sesuai dengan Islam, karena jelas aturan itu langsung dari Allah Swt, sebagai pencipta sekaligus pengatur.

Sementara dalam Islam, pemimpin memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai raa’in dan junnah bagi umat. Kedua fungsi ini dijalankan oleh para Khalifah sampai kurang lebih 13 abad masa kegemilangan Islam. Pasang surut kekhilafahan secara sunnatullah memang terjadi, tapi kedua fungsi ini ketika dijalankan sesuai apa yang digariskan syara’, terbukti membawa kesejahteraan dan kejayaan umat Islam.

Rasulullah Saw. bersabda:
ِ
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Rasul SAW juga bersabda,

”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Penguasa di dalam Islam adalah penanggung jawab utama bagi terpenuhinya sarana prasarana (sarpras) penghubung di dalam masyarakat seperti jalan dan jembatan.

Pemimpim Harus Berkaca dari Umar bin Khattab

Teringat kisah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu tentang jalan berlubang di Irak. Amirul mukminin Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu yang terkenal tegas juga tegar dalam memimpin kaum muslimin tiba-tiba menangis dan terlihat sangat terpukul. Informasi dari salah seorang ajudannya tentang peristiwa yang terjadi di tanah Iraq telah membuatnya sedih dan gelisah.

Seekor keledai tergelincir kakinya lalu jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlobang. Melihat kesedihan khalifahnya, sang ajudan pun berkata: “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai?” dengan nada serius dan wajah menahan marah Umar bin Khattab bekata: “Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimpin rakyatmu?”

Dalam redaksi lain Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, “Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?”

Jika saja pemimpin mau belajar dari sejarah. Salah satunya Kekhilafahan Umar bin Khattab, yang beliau selalu merasa khawatir jikalau ada hewan atau keledai (baca: hewan yang dikenal bodoh karena sering terperosok atau terperangkap di lubang yang sama) terluka akibat jalanan di Irak yang berlubang. Hal ini disebabkan Umar ra. yakin bahwa Allah Swt. akan bertanya, “Mengapa tidak engkau sediakan jalan yang rata?”

Bila Umar saja takut kalau hewan terluka, bagaimana dengan nyawa manusia yang di dalam Islam sangat berharga? Ingat! korban jiwa akibat kecelakaan saat ini adalah manusia, bukan hanya keledai yang notabene adalah hewan.

Hla ini seringkali terabaikan, realitas bukan sekedar ketakutan tanpa alasan. Ingat pula Umar bin Khattab ini bukan hebat tersebab oleh dirinya sendiri, akan tetapi karena keislamannya. Juga sistem yang menaunginya yakni Khilafah.

Bandingkan hari ini, SDA dikuasakan ke asing, hingga rakyat tak lagi merasa itu miliknya. Padahal jika dikelola sesuai dengan syariat Islam, maka kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh umat manusia.

Tinta emas peradaban Islam telah pula mencatat masa Kekhilafahan Umayyah dan Abbasiyah, yaitu di sepanjang rute perjalanan Irak dan Syam ke Hijaz. Khalifah banyak membangun pondokan gratis lengkap dengan persediaan air, makanan dan tempat tinggal untuk memudahkan perjalanan para pelancong.

Pada masa Khilafah Utsmani juga diberikan jasa transportasi gratis bagi masyarakat yang akan bepergian dengan berbagai keperluan menggunakan kereta api yang telah disiapkan oleh Khalifah.

Inilah yang semestinya dilakukan seorang penguasa, mereka tidak akan memikirkan diri sendiri dan keuntungan pribadi atau kelompoknya saja, Namun juga berpikir bagaimana caranya agar rakyat bisa terlayani dengan baik.

Sayang, kehidupan saat ini sangat jauh dari nilai dan aturan Islam. Hal ini menyebabkan para penguasanya menganggap kekuasaan itu sebagai kesempatan meraih keuntungan yang tidak boleh disia-siakan.

Mereka pada akhirnya menganggap kekuasaan menjadi lebih penting dari sekadar memikirkan tanggung jawab besar sebagai pemimpin.

Hendaknya, para penguasa seperti ini, merenungi sabda Rasulullah Saw. berikut: “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka” (HR. Ibnu Majah dan Abu Nuaim). Juga sabda Rasulullah Saw. yang artinya: “Jabatan (kedudukan) itu pada permulaannya penyesalan, pertengahannya kesengsaraan dan akhirnya adalah azab pada hari kiamat” (HR. Ath-Thabrani).

Tidakkah kita ingin hidup aman sejahteta? Solusi nya hanya Islam, negara dan umat bersama-sama kembali menerapkan aturan Islam secara kaffah menyeluruh. Dibawah naungan sistem Islam, yang kelak menjadi rahmat bagi seluruh alam beserta isinya.

Wallahu a’lam bishshwab

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *