Opini  

Peringatan 16HAKtP, Kampanye Parsial Tuntaskan Penindasan Perempuan

Zultianita Febri Nasution, S.Psi

Oleh : Zultianita Febri Nasution, S.Psi

SETIAP bulan November digelar peringatan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKtP), pada tanggal 25 November – 10 Desember. Namun kekerasan terhadap perempuan masih saja terus terjadi, bahkan ketika UU TPKS sudah disahkan malah tidak membawa dampak baik yang signifikan. Ini menjadikan kampanye ini hanya kampanye parsial yang tidak datangkan alternatif solutif bagi penindasan perempuan. Lantas, adakah solusi tuntas dari Islam dan bagaimana Islam memandang kejadian tersebut?

FEMISIDA KIAN EKSTRIM, FEMINISME TINGGAL SEREMONIAL SAJA

Menurut Komnas Perempuan, femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gender nya dan berlapis, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistik.

Pembunuhan terhadap perempuan atau femisida adalah bentuk kekerasan berbasis gender paling ekstrim terhadap perempuan yang belum direspon secara komprehensif oleh negara. Akibatnya, hak perempuan korban atas keadilan dan kebenaran serta hak keluarga korban pemulihan tidak terpenuhi.

Pendalaman pengetahuan femisida tahun 2022 dilakukan oleh Komnas Perempuan melalui pemantauan media daring rentang Juni 2021 – Juni 2022 dan penelitian atas putusan pengadilan yang difokuskan pada femisida pasangan intim sebagai eskalasi KDRT yang berujung pembunuhan. Hasil pemantauan media daring mencatat 84 kasus femisida pasangan intim baik yang dilakukan oleh suami maupun mantan suami korban.

Pengabaian dalam merespons femisida menunjukkan kelalaian atau pembiaran negara dalam upaya penghapusan kekerasan yang paling ekstrim, berlapis dan sadis yang dapat dikategorikan sebagai tindak penyiksaan. Dalam konteks ini, pengabaian isu femisida dapat menjadi kejahatan negara karena ketidakmampuan untuk mencegah, melindungi dan menjamin hak perempuan atas hidup dan bebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan.
(www.komnasperempuan.go.id, 25/11/2022)

Hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa hak-hak perempuan yang telah lama diperjuangkan oleh kaum feminis hanyalah seremonial belaka. Disatu sisi seolah-olah ingin memperjuangkan hak-hak perempuan melalui kesetaraan gender, disisi lain mereka terjebak oleh sistem sekuler kapitalis yang sangat menjunjung tinggi kebebasan setiap individu dari segala aspek. Alih-alih mendapatkan hak-haknya, perempuan hanya dijadikan objek untuk menghasilkan cuan.

Sudah seharusnya untuk mencapai suatu tujuan, kaum feminis membuang pemikiran dangkal mereka yang ingin mendudukan posisi perempuan setara dengan laki-laki, karenanya memiliki pemikiran yang mendalam dan menyeluruh adalah hal yang paling tepat. Sehingga niat yang baik saja tidak cukup dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, melainkan harus disandingkan dengan cara yang benar pula.

PEREMPUAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Setiap manusia Allah ciptakan dengan seperangkat aturan, baik itu hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia yang lain, serta hubungan manusia dengan penciptanya yakni Allah SWT.

Sebelum datang Islam, seluruh umat manusia memandang hina kaum perempuan. Orang-orang Yunani menganggap perempuan sebagai sarana kesenangan. Orang-orang Romawi memberikan hak atas seorang ayah atau suami menjual anak perempuan atau istrinya. Orang Arab memberikan hak atas seorang anak untuk mewarisi istri ayahnya. Mereka tidak mendapat hak waris dan tidak berhak memiliki harta benda. Hal itu juga terjadi di Persia dan negeri-negeri lainnya. Bahkan Orang-orang Arab saat itu terbiasa mengubur anak-anak perempuan mereka hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan, hanya karena terlahir sebagai anak perempuan.

Kemudian cahaya Islam terbit menerangi kegelapan dengan risalah yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, memerangi segala bentuk kezaliman dan menjamin setiap hak manusia tanpa terkecuali, oleh karena itu islam sangat memuliakan perempuan dan menjaganya. Sebagaimana firman Allah SWT :

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”
(QS. An Nisa : 19)

Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda : “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita”. (HR Muslim)

SOLUSI ISLAM TERHADAP MASALAH PEREMPUAN

Dalam Islam, ada beberapa aturan yang solutif menuntaskan kasus ini. Dengan aturan sedemikian komprehensif, Islam mampu melindungi hak perempuan sehingga ia dimuliakan di lingkungannya.

PERTAMA, PENGATURAN SISTEM PERGAULAN.

Islam telah menetapkan kedudukan laki-laki dan perempuan secara adil dan sama dalam kapasitasnya sebagai hamba, menempatkan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan sesuai fitrah.

Keseimbangan peran domestik dan publik kepada perempuan. Dalam ranah domestik, kewajiban perempuan sebagai ummu wa rabbatul bayt. Di tangan kaum perempuan (Ibu) kualitas generasi ditentukan.

Sebagai Istri, perempuan wajib taat kepada suami, selama ketaatan tersebut tidak menyalahi syariat Allah. Adanya kehidupan suami istri bukan dalam rangka saling menentang, akan tetapi saling melengkapi. Hubungan suami istri yang terjadi bukan ajang unjuk kekuatan, namun saling menguatkan.

Selain itu, Allah SWT memerintahkan untuk menutup aurat perempuan secara sempurna, memudahkan dalam urusan pernikahan, serta melarang perempuan berdandan secara berlebihan layaknya perempuan jahiliyah (tabarruj) di depan laki-laki yang bukan mahramnya.

Adapun dalam ranah publik, Islam melarang terjadinya interaksi laki-laki dan perempuan yang dapat merusak akhlak, seperti pacaran (zina) dan lain sebagainya.

Ketika hendak melakukan safar, Islam memerintahkan mahramnya untuk menemani perempuan dalam rangka menjaga kehormatannya.

Islam juga tidak pernah memberikan pengekangan dalam perkara – perkara umum yang berlaku pula untuk laki-laki. Misalnya, menuntut ilmu, bekerja dan sebagainya. Islam membolehkan setiap Muslimah bekerja dalam keahliannya semisal menjadi guru, dokter, perawat, dosen dan sebagainya dengan syarat tidak melalaikan kewajiban utama sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Karena bekerja dalam pandangan Islam adalah perkara mubah, sedang tugas utama sebagai ibu dan pengurus rumah tangga adalah perkara wajib.

Selain itu, perempuan dalam Islam diwajibkan beramar ma’ruf nahi munkar seperti halnya laki-laki. Amar ma’ruf nahi munkar bisa diartikan berdakwah melakukan muhasabah kepada penguasa, mengoreksi kebijakan yang zalim. Menyeru diterapkan hukum Allah ini menjadi tugas laki-laki dan perempuan, karena kewajiban berdakwah berlaku umum.

KEDUA, PENGATURAN SISTEM PENERANGAN DAN MEDIA.

Tidak dibenarkan untuk menampilkan tayangan asusila, seperti porno dan lain sebagainya. Pasalnya, nafsu itu adalah fitrah manusia yang dipengaruhi rangsangan dari luar. Islam mengatur agar manusia mendahulukan akalnya dan menjauhkan rangsangan negatif yang memunculkan bangkitnya nafsu hingga akalnya tidak mampu meredam. Dan pengaturan tayangan ini adalah prioritas negara sebagai pelaksana aturan. Peran negara lebih besar dibanding peran sosial masyarakat yang sekedar berkutat pada amar ma’ruf nahi munkar.

KETIGA, PENGATURAN SISTEM EKONOMI.

Pemenuhan kebutuhan terjamin melalui wali atau suami, sehingga para perempuan tidak disibukkan untuk bekerja mencari nafkah. Ia selamat selama ia menetap di dalam rumahnya. Dan jika ada hajat syarie yang mengharuskan ia keluar dari rumahnya, maka Islam pun mengatur pola interaksi dan pakaian apa yang selamat ia kenakan di ranah sosial.

KEEMPAT, PENGATURAN SISTEM SANKSI.

Para pelaku penyimpangan sosial atau kriminal, seperti penyimpangan seksual (LGBT), pemerkosaan, perzinahan, pembunuhan, pencurian, dan lain sebagainya akan dihukum dengan setimpal sesuai syariat. Sehingga muncul efek jera yang menjadikan orang lain takut untuk melakukan kejahatan serupa atau lebih parah dari itu hingga menghilangkan nyawa.

Sudah dapat dipastikan bahwa hanya Islam yang dapat menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan secara sempurna, dan semua hanya akan terwujud jika diterapkannya aturan Islam Kaffah dalam bingkai negara. Bukan mengambil secara parsial dan dipaksakan sejalan dengan sistem kufur ala barat yang jelas merusak peradaban. Wallahu ‘alam bish-shawab.***

 

 

Penulis, Pegiat Literasi Islam, Pekanbaru – Riau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *