Oleh Rima Lestari (Penulis, serta Penggiat Literasi Islam, Pekanbaru-Riau)
Presiden Joko Widodo menyatakan saat ini dunia membutuhkan rumah yg aman dan penting menjadi satu keluarga besar. Namun, banyak problem dunia yang sejatinya semakin membuat rakyat sengsara, contohnya sistem perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Apakah rumah aman bagi dunia dapat terwujud dalam sistem kapitalisme saat ini?
Dilansir dari republika.co.id, menurut Presiden Joko Widodo kesetaraan turut membantu menciptakan dunia yang damai dan makmur. Hal tersebut dapat diciptakan salah satunya melalui keadilan dalam reformasi dan transparansi global.
Sementara soal sistem perpajakan internasional, dengan pemenuhan akan hak pembangunan bagi semua, termasuk negara berkembang. Joko Widodo, berharap agar dunia menjadi satu keluarga besar yang saling membangun dan memiliki tujuan bersama untuk menciptakan kehidupan yang damai.
Fatamorgana Kesejahteraan dalam Demokrasi Kapitalisme
Tampaknya menjadikan dunia sebagai satu keluarga demi mencapai kehidupan bersama yang damai begitu sulit untuk diwujudkan. Hal ini disebabkan karena pilar bernegara hampir semua negara di dunia ini adalah kapitalisme demokrasi.
Kapitalisme sendiri merupakan sistem yang berasaskan keuntungan dan kepentingan individu semata. Maka tak heran, jika aparatur negara nya bersifat oportunis, atau mengambil setiap kesempatan yang menguntungkan dirinya pribadi.
Bagaimana bisa dunia menciptakan kedamaian bagi semua orang, jika kepuasan individu lah yang menjadi asas kehidupan?
Belum lagi ketika pajak dijadikan sebagai sumber pendapatan negara. Otomatis rakyat akan kembali tercekik dengan besarnya pajak yang diberlakukan oleh negara. Sementara negara ingin mendapat keuntungan juga dari pajak tersebut untuk pembangunan infrastruktur, bayar hutang, dan lain-lain.
Sayangnya pajak ini pun diembat pula oleh oknum-oknum pejabat pajak, ditambah lagi hutang yang juga semakin membengkak. Logisnya, pajak bisa memberikan efek bagi pemasukan negara, namun faktanya, sekitar 40-60% penerimaan pajak tidak masuk ke kas negara, melainkan ke kantong aparat pajak. Bisa ditebak lagi-lagi ini adalah kasus korupsi.
Jadi sungguh sangat miris sekali dengan keadaan rakyat Indonesia saat ini yang disuruh membayar pajak, sementara uangnya masuk ke aparat pajak. Sementara, belum tentu masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, bagaimana mau bayar pajak? Ditambah lagi dengan adanya pernyataan Presiden Joko Widodo tentang pembangunan dunia yang akan melibatkan rakyat untuk membayar pajak, sehingga terciptalah negara yang damai dan makmur. Sungguh diluar nalar. Belum lagi angka kemiskinan yang tidak kunjung membaik, malah semakin parah.
Badan Pusat Statistik (BPS) pernah merilis tingkat ketimpangan pengeluaran (belanja) penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio yang tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Artinya, setelah 78 tahun merdeka, penduduk Indonesia masih saja dalam kondisi mengalami ketimpangan dan gagal untuk membangun kesejahteraan yang merata.
Selain itu, Indonesia juga banyak dirundung masalah perekonomian, kriminalitas, dan lain-lain dimana sesungguhnya selama kapitalisme dijadikan ideologi negara, maka kesejahteraan hanya menjadi fatamorgana.
Contohnya saja seperti sumber daya alam yang banyak dikuasi dan dinikmati oleh pihak asing, padahal SDA tersebut menghasilkan keuntungan yang banyak dan melimpah apabila dikelola dengan baik oleh negara. Sudah pasti hasil keuntungannya akan menyejahterakan rakyat seluruhnya.
Kebutuhan pokoknya akan terpenuhi, begitu pun jaminan kesehatan, pendidikan, serta yang lainnya akan terpenuhi ketika sumber daya alam ini dijadikan sebagai sumber pemasukan negara, dan bukannya pajak.
Inilah bukti bahwa fungsi akal bagi individu dalam sistem Kapitalisme sekuler hanya digunakan memikirkan kesenangan kehidupan duniawi semata tanpa memikirkan penderitaan rakyat ulah dari setiap kebijakan yang dibuat. Rumah yang semestinya berfungsi sebagai tempat berlindung, kini tidak aman dan nyaman lagi justru karena aturan-aturan hidup yang diterapkan oleh penguasa di sistem ini.
Islam Adalah Solusi Terbaik
Islam hadir bukan hanya sebagai agama, namun juga solusi bagi semua permasalahan kehidupan. Kesejahteraan dan kedamaian bisa dirasakan bersama hanya ketika aturan Sang Pencipta diterapkan secara sempurna sebagai asas suatu negara. Karena hakikatnya, tolok ukur perbuatan dalam Islam adalah mengharap keridhoan Allah dan halal-haram.
Berbeda dengan kapitalisme yang memandang kehidupan dengan tolak ukur materi belaka, serta hanya mementingkan diri sendiri. Bagi mereka materi merupakan ukuran kebahagiaan, perbuatan, bahkan kemuliaan untuk kesejahteraan dirinya sendiri. Aspek ruhiah dan moralitas hanya perlengkapan jika diperlukan.
Jika perkara ruhiah dan moralitas itu dirasa akan menghalangi dari mendapatkan materi, maka akan segera ditinggalkan. Komitmen kehidupan mereka hanya satu yakni materi. Tidak ada yang lebih tinggi dari materi. Sehingga, kesejahteraan yang tercipta hanyalah bersifat semu atau bualan semata.
Sementara tidak demikian dengan islam. Islam memandang kehidupan dengan tolak ukur aqidah Islam sehingga tidak ada yang lebih tinggi selain iman kepada Allah SWT. Dengan sudut pandang ini, maka tolak ukur perbuatan adalah ketentuan Allah SWT sesuai Syariah-Nya, kebahagiaan individu terletak pada ketaatannya terhadap penerapan syariah dalam bingkai negara, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah. Inilah rumah sesungguhnya yang mampu menghadirkan kesejahteraan sempurna bagi umat.
Dengan penerapan syariah dalam bentuk Khilafah Islamiyah negeri ini dan semua masyarakat akan disatukan dalam satu kepemimpinan. Tidak hanya slogan, namun kalimat “satu keluarga” versi Islam niscaya akan memberikan ketenangan, dan ketentraman bagi semua. Inilah urgensi ketika hukum Allah diterapkan secara sempurna, niscaya Allah SWT akan melimpahkan kebaikan dan keberkahan (rahmatan lil alamin).