Senin, 25 November 2024

Sekularisme di Balik Seragam Baju Adat, Benarkah?

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Yenni Sarinah, S.Pd

Oleh : Yenni Sarinah, S.Pd

SERAGAM baju adat di sekolah menuai kontroversi, aturan ini dibuat dengan tujuan untuk menanamkan rasa nasionalisme dan menumbuhkan semangat persatuan juga kesatuan para peserta didik. Benarkah ada misi sekularisme yang kental dalam kebijakan ini?

Nadiem Anwar Makarim sejak menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, gencar melakukan terobosan baru dan berbagai kebijakan dalam dunia pendidikan. Termasuk kurikulum merdeka dan aturan seragam baju adat di sekolah, alasannya begitu masuk akal, guna menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap daerah masing-masing katanya.

Seperti dilansir dari solopos.com, Kemendikbud Ristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi) telah mengeluarkan aturan baru mengenai seragam yang dikenakan oleh siswa. Aturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Nomor 50 tahun 2022. Dalam aturan terbaru tersebut tertulis bahwa siswa dapat memakai baju adat pada acara adat atau hari tertentu. (09/11/2022)

Namun, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali masih mempertimbangkan soal penerapan penggunaan pakaian adat menjadi seragam sekolah. Pertimbangan ini muncul karena kekhawatiran Disdikbud Boyolali justru akan membebani orang tua murid. (solopos.com, 09/11/2022)

Menanggapi aturan baru ini pun, Pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bangka Selatan (Basel), masih menunggu surat edaran resmi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) terkait pakaian adat di sekolah. Mereka juga mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini akan memberatkan orang tua siswa. (bangkapos.com, 11/11/2022)

Pasalnya, aturan ini juga dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan kesetaraan siswa dan meningkatkan disiplin maupun tanggung jawab siswa. Lantas, benarkah dengan menerapkan aturan ini akan tercapai semua tujuan yang dimaksud sebelumnya?

Kebijakan Sarat Unsur Sekularisme

Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sejatinya ingin mencegah generasi Islam untuk bergerak ke arah Islam. Para pembenci Islam masuk dengan berbagai jalan dan cara untuk menjauhkan generasi dari Islam dengan seperangkat aturan yang mencopot identitas keislaman mereka baik secara sukarela maupun terpaksa, terutama tentang perintah menutup aurat secara sempurna yang terbukti akan bersebrangan dengan pakaian adat ala Indonesia.

Generasi Islam saat ini dialihkan untuk tidak memahami agamanya, bahkan menjauhkan mereka dari agamanya. Penanaman nasionalisme sebagai sel awal dari perwujudan sistem rusak kapitalisme, telah menempatkan kecintaan pemuda terhadap bangsa dan tanah air lebih tinggi dari apapun, termasuk terhadap agama yang diyakininya. Hal inilah yang menjadi target dari moderasi beragama yang kini tengah deras masuk ke ranah pendidikan.

Pendidikan mulai diarahkan untuk menjadi ikon pembentukan generasi sekuler yang merusak diri dan bangsanya dengan tipu daya modernisasi yang fiktif. Dalam kesehariannya generasi Islam diajak secara masif untuk berkiblat pada nilai-nilai dan budaya Barat, yang justru telah melahirkan berbagai problematika generasi, seperti pergaulan bebas, kenakalan remaja, kerusakan moral dan lain-lain.

Inilah bukti nyata dari penerapan sistem kapitalisme yang dianut negeri ini. Kapitalisme merupakan sebuah sistem hidup yang menyandarkan seluruh pemikiran dan peraturan pada sekularisme. Ide ini menggiring pada adanya tindakan pemisahan antara agama dari kehidupan. Kapitalisme telah berhasil membawa paksa generasi Islam hanya memahami Islam sebatas urusan ritualnya saja, justru urusan selain itu jangan bawa-bawa Islam. Dan benarlah kiranya kebijakan ini sarat akan misi sekularisme yang kental.

Sistem Islam Melahirkan Generasi Terbaik

Jika sistem pendidikan yang diambil menggunakan sistem Islam, maka generasi terbaik bangsa pasti akan mudah terwujud. Karena asas dan kurikulum pendidikan dalam Islam adalah akidah Islam. Kurikulum yang disusun pun didasarkan pada akidah Islam. Metode yang digunakan disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu menjadi individu yang berkepribadian Islam dan mempersiapkan generasi muda muslim untuk menjadi ahli dan pakar di berbagai aspek kehidupan, baik dalam keilmuan Islam, seperti menjadi ulama, ahli fiqih, mujtahid, maupun ilmu-ilmu terapan, seperti menjadi dokter, ahli teknik, arsitek, dan lain-lain.

Idealnya pemerintah saat ini harus lebih berfokus pada akar permasalahan yang ada dan menemukan solusi yang tuntas, yaitu kerusakan sistem hidup yang diadopsi. Sehingga dengan adanya pergantian sistem hidup hanya kepada Islam, maka pendidikan hari ini pasti mampu mencetak generasi yang bervisi akhirat.

Generasi yang peduli akan masalah masyarakat luas yang tidak dibatasi oleh agama saja, dan generasi mampu ikut andil dalam mengambil bagian perjuangan kebangkitan umat. Namun, sistem sekularisme justru telah mengikis peran generasi Islam untuk menjauh dari agamanya bahkan phobia dengan agamanya.

Dengan kehidupan saat ini yang jauh dari aturan Islam dan generasi bangsa yang dibuat semakin sibuk dengan rutinitas sekolah dan kampus, hingga mereka dari Islam dan enggan untuk mempelajari Islam. Perhatian mereka dialihkan untuk tidak mengingat Islam, apalagi memperjuangkannya.

Generasi semacam inilah yang benar-benar akan dapat mengantarkan pada perubahan menuju bangsa yang maju bahkan terbukti mampu menjadi pusat peradaban dunia. Maka tak ada jalan lain untuk mewujudkannya, kecuali dengan memperjuangkan kembalinya sistem Islam dalam naungan Khilafah di tengah kehidupan. Wallahu a’lam bish-shawab.***

Penulis, Pegiat Literasi Islam, Selatpanjang – Riau

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *