Oleh : Alfiah, S.Si
Marhaban Yaa Ramadhan. Tidak terasa kita sudah memasuki 10 ke- 2 bulan Ramadhan. Pada bulan ini umat Islam seharusnya disibukkan dengan beragam aktifitas ibadah untuk mengisi hari-hari sepanjang bulan Ramdhan; baik ibadah wajib maupun amalan sunnah seperti membaca al-Quran, shalat tarawih berjamaah di mesjid, dilanjutkan dengan qiyamul lail di sepertiga malam, shalat rawatib, memberikan menu sahur ataupun berbuka puasa, hadir di majelis-majelis ilmu dan aktifitas ibadah ritual-spritual lainnya. Inilah sekilas gambaran bulan Ramadhan yang kita lihat dan rasakan.
Namun, apa jadinya jika segala aktifitas ritual di bulan Ramadhan hanya ada pada lingkup pribadi dan berhenti di mesjid atau musholla? Sementara dalam aktifitas keseharian, bekas-bekas ibadah sudah tak tampak lagi. Kesucian bulan Ramadhan tak diindahkan. Kehormatan bulan Ramadhan tak di dihiraukan.
Di bulan Ramadhan yang mulia ini, ada saja orang yang suka hujat menghujat atau mengolok-olok saudara sesama muslim. Padahal orang yang beriman pasti akan melindungi kehormatan saudaranya. Belum tentu orang yang mengolok-olok lebih baik dari orang yang diolok-olok.
Allah SWT berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 11 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.”
Kita juga dengan mudahnya bisa melihat bagaimana sebagian umat Islam masih mempraktikkan muamalah ribawi. Padahal banyak sekali dalil yang menunjukkan betapa besarnya dosa riba. Rasulullah SAW misalnya, bersabda, “ Riba itu memiliki 73 pintu, yang paling ringan dosanya adalah seperti seseorang yang menzinahi ibunya sendiri (HR al-Hakim dalam Al Mustadrak dan al Baihaqi dalam Su’ab al Iman).
Lebih dari itu, terkait dengan kondisi perpolitikan, para pemimpin negeri ini masih saja secara arogan berlaku zhalim terhadap rakyatnya. Padahal mereka mayoritas muslim dan tentu menjalankan ibadah puasa.
Bahkan untuk menentukan kapan 1 Ramadhan, pemerintah bukan merujuk pada dalil terkuat yaitu hadist Rasulullah SAW yang artinya, “Jika kalian melihatnya (hilal bulan Romadhon) maka berpuasalah. Dan jika kalian melihatnya (hilal bulan Syawwal) maka berhari rayalah, akan tetapi jika ia (hilal) terhalang dari pandangan kalian maka kira-kirakanlah”, dalam riwayat lain “…maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Padahal ibadah seorang muslim bukan hanya sebatas aspek ritual seperti Puasa Ramadhan. Ibadah sendiri diartikan sebagai aktifitas menjadikan ketaatan dan ketundukan hanya kepada Allah SWT serta berhukum hanya dengan syariah-Nya. Allahlah Yang menciptakan makhluk-Nya. Tidak ada sekutu bagi Allah SWT dalam penciptaan ini. Karena itu, Dia harus dijadikan sebagai satu-satunya yang berhak memerintah. Allah SWT berfirman :
“Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah” (QS al-A’raf : 54)
Allah SWT juga berfirman :
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” (QS Al-An’am : 57)
Artinya, seharusnya umat Islam paham dan sadar bahwa Allah-lah satu-satunya yang berhak menghalalkan, mengharamkan dan membuat peraturan. Siapapun yang mengklaim berhak ditaati secara mutlak dan berhak membuat peraturan secara mutlak, sungguh ia telah menjadi sekutu bagi Allah SWT dan menempatkan dirinya sebagaì tuhan yang lain selain Allah.
Sebagian umat Islam juga masih banyak yang tidak peduli terhadap nasib umat Islam lainnya yang berada di belahan dunia lain. Rasa peduli yang muncul pada bulan puasa masih sebatas di negaranya saja. Adapun terhadap nasib umat Islam di belahan dunia lain, rasa kepedulian itu masih kurang. Kondisi ini tidak terlepas dari kurang perhatiaanya pemerintah negeri ini terhadap mereka. Padahal saat ini sebagian besar umat Islam di Palestina, Myanmar, Chechnya, Irak, Somalia, Suriah, dan negeri konflik lainnya tidak memiliki makanan atau minuman yang layak untuk sahur dan berbuka.
Sekulerisme, paham yang menjauhkan agama dari kehidupan harus disingkirkan dari benak umat dan para pemimpin negeri-negeri kaum muslim saat ini. Sekulerismelah yang membuat umat Islam tidak mengenal agamanya sendiri, bahkan malah terjangkiti islamofobia. Lihatlah para buzzer-Rp yang notabene muslim, tapi justru merekalah yang mengadu domba umat Islam, mengolok-olok ulama dan menistakan ajaran Islam.
Sudah saatnya Ramadhan ini kita jadikan sebagai momentum perubahan yang hakiki yaitu kebangkitan taraf berpikir umat dengan Islam.
Allah SWT berfirman dalam QS ar Rad ayat 11 :
لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ
“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”***
Penulis pegiat literasi Islam