Opini  

Wajah Calon Orang No. 1 Negeri Wakanda

Ina Ariani

Oleh Ina Ariani

Lagi dan lagi kejadian matikan mik saat rapat paripurna kembali berulang. Dilansir dari suara.com, Ketua DPR RI Puan Maharani kembali mematikan mikrofon anggota dewan saat akan interupsi pada Rapat Paripurna selasa lalu (24/5/2022). Kini yang menjadi korbannya adalah Amin AK, salah satu Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Amin AK saat itu melakukan interupsi menyinggung soal kekerasan seksual pada KUHP.

Mematikan mikrofon anggota dewan saat rapat adalah salah satu prestasi. Ini prestasi yang diraih Puan Maharani selama menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Republik Indonesia (DPR-RI) periode 2019-2024.

Jadi drama matikan mik sudah menjadi ciri khas seorang putri dari mantan orang no 1 negeri ini (Megawati). Yaitu Puan Maharani, dia adalah perempuan perwakilan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Walaupun nama partainya demokrasi namun faktanya kinerja pentolan PDIP tersebut justru tidak demokratis.

Ulahnya mematikan mik anggota dewan terekam kamera, ini menunjukkan prestasi pembaharuan dalam tubuh lembaga perwakilan paling demokratis.

Prestasi puan mematikan kamera sebelum nya juga terekam kamera dalam tiga rapat yang ia pimpin.

Pertama, Puan mematikan mikrofon anggota dewan dari Partai Demokrat Irwan Fencho ketika ia interupsi di rapat pembahasan Undang Undang Cipta Kerja (Omnibuslaw). Saat itu waktu pengambilan keputusan rapat hampir tiba dan interupsi pun diajukan oleh Irwan sebelum waktu pengambilan keputusan tiba. Namun mikrofon Irwan tiba-tiba mati sehingga ia tak dapat mengajukan interupsi. Tertangkap kamera dengan jelas bahwa Puan yang mematikan mikrofon Irwan.

Kedua Puan mematikan mikrofon anggota dewan saat rapat persetujuan Jenderal TNI, Andika Perkasa sebagai Panglima TNI, pada November 2021 yang lalu. Rapat yang dipimpin oleh Puan hendak ia tutup, namun ada salah satu anggota dewan yang mengajukan interupsi agar rapat tidak segera ditutup dan Puan bersedia memberikan waktu barang sebentar. Anggota dewan itu adalah Fahmi Alaydroes dari komisi X fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Alhasil Puan langsung mengetuk palu tiga kali tanda rapat ditutup.

Yang ketiga, Selasa (24/05/2022) Puan kembali berulah mematikan mikrofon salah satu anggota dewan yang sedang interupsi dalam rapat paripurna DPR RI.

Anggota dewan dari Fraksi PKS Amin AK hendak menyampaikan keberatannya pada kasus seks menyimpang pasca viralnya podcast Dedi Corbuzer yang mengundang aktivis gay dan pengibaran bendera L68T oleh kedutaan besar Inggris di Jakarta. Namun apa yang terjadi?

Begitu minimnya etika seorang Ketua DPR RI tanpa izin dia mematikan mikrofon Amin dan menutup rapat seraya berucap, “Dengan seizin sidang dewan maka izinkanlah kami menutup rapat paripurna dengan mengucap Alhamdulillahirobbil aalamiin.”

Padahal jabatan Ketua DPR adalah amanah rakyat di dalam demokrasi. Namun justru dengan sikapnya yang arogan menunjukkan bahwa demokrasi adalah ilusi dalam realitas.

Mematikan Mikrofon Anggota Dewan, Inilah Satu Prestasi Politisi Demokrasi?
Karena kekuasaan sejatinya akan selalu digunakan untuk melangsungkan segala kepentingan penguasa. Baik kepentingan penguasa maupun kepentingan penguasa dengan selingkuhannya yaitu kalangan pengusaha. Atas nama rakyat mereka senantiasa membuat keputusan yang seolah-olah memperhitungkan nasib rakyat. Namun faktanya hanya menguntungkan segelintir pengusaha dan menyakiti rakyat.

Termasuk salah satunya pembiaran perilaku seks menyimpang LGBT yang diajukan oleh anggota dewan Amin untuk dibahas dan dibuatkan undang-undang yang tegas untuk menghukum pelakunya, namun karena masalah itu dipandang sebagai bentuk kebebasan yang dilindungi dalam sistem kapitalisme sekularisme maka sikap yang diambil oleh ketua adalah abai terhadap perihal penyimpangan perilaku seks tersebut.

Sistem Islam memiliki aturan yang khas dan tegas yang di ambil dari Al-Qur’an dan As Sunah terkait Pemimpin. Jabatan dalam pandangan Islam adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak di hari pembalasan. Maka siapapun harus berhati-hati dengan jabatan. Bahkan orang yang tidak amanah pun atau dipandang tidak mampu memegang amanah oleh Rasulullah diberikan contoh untuk tidak memberinya amanah.

Sebagaimana kisah Abu Dzar al-Ghifari yang pernah berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)?” Abu Dzar melanjutkan, “Kemudian beliau (Rasulullah) menepuk bahuku dengan tangan.”

Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.” (HR. Muslim).

Dan Rasulullah juga melarang memberikan jabatan kepada orang yang meminta jabatan. Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan maka tanggung jawabnya akan dibebankan kepadamu. Namun jika kamu diangkat tanpa permintaan, maka kamu akan diberi pertolongan.” (HR Muslim).

Maka Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan bagi orang yang meminta dan yang rakus terhadapnya.” (HR Muslim)

Begitulah jabatan di dalam pandangan Islam sehingga prestasi terbaik seorang pejabat adalah manakala ia sanggup melaksanakan amanahnya dengan sebaik-baiknya karena Allah SWT.

Sebaliknya dalam kondisi sekarang, sistem sekularisme kapitalisme melahirkan para pejabat yang bervisi materi duniawi. Prestasi terbaiknya adalah memperoleh sebanyak-banyak materi kehidupan dan memuaskan para donaturnya yaitu pengusaha.

Seharusnya ini menjadi pertimbangan kita bersama apakah sosok ini layak untuk memimpin negeri. Karena sikap nya menunjukkan bahwa ketua DPR RI sensitif untuk membahas soal LGBT. Jika ia menolak LGBT seharusnya ia memberi ruang bagi Amin AK untuk bersuara. Tapi nyatanya? Malah matikan mik dalam sidang paripurna.

Hari ini kita harus kritis terhadap setiap permasalahan yang sedang terjadi di negeri ini terutama soal LGBT. Sebagaimana Islam menindak tegas para pelaku LGBT agar tidak sampai meluas di tengah masyarakat. Sebab akan ada pihak-pihak yang berusaha melindungi dan menyuburkan LGBT di tanah air. Tidak hanya membawa kerusakan di masyarakat, perilaku yang mencontoh kaum Sodom ini pun akan membawa azab dan kemurkaan dari Allah SWT. Firman Allah SWT:

Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit, Maka Kami jungkir balikkan (negeri itu) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang memperhatikan tanda-tanda.” (QS Al-Hijr: 73-75)

Wallahualambishawwab***

 

Penulis pegiat literasi Islam Muslimah Pekanbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *