Jakarta (Riaunews.com) – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim meluncurkan Kurikulum Merdeka pada Jumat (11/2/2022) lalu.
Nadiem mengklaim salah satu keunggulan Kurikulum Merdeka ini adalah tidak adanya program peminatan bagi siswa pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Siswa SMA, kata dia, kini bisa memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan aspirasinya di dua tahun terakhir sekolah.
“Dia tidak terkotak kotak kepada misalnya IPA atau IPS saja. Mereka bisa memilih sebagian IPA, materi pelajaran IPA, sebagian IPS,” kata Nadiem.
Baca Juga:
- Ganti Kurikulum Lagi, Apakah Solusi?
- Pemkab Halmahera Selatan Masukkan Bahasa China Gantikan Bahasa Inggris dalam Kurikulum Lokal
- Guru khawatir tak bisa jalankan kurikulum ala Nadiem
Kebebasan memilih, ucap dia, tidak hanya diberikan kepada siswa saja, melainkan juga kepada guru serta sekolah.
Dia menjelaskan, guru akan diberikan hak untuk maju atau mundur di dalam suatu fase kurikulum dengan menyesuaikan tahap pencapaian dan perkembangan murid-murid.
“Karena guru itu terpaksa untuk terus maju tanpa memikirkan siapa yang ketinggalan. Jadi guru ini bisa memilih kalau misalnya guru itu merasa dia mau lebih cepat itu bisa, kalau guru itu merasa dia mau pelan-pelan sedikit untuk memastikan tidak ada [murid] yang ketinggalan juga bisa,” ujar Nadiem.
Tak hanya itu, keunggulan lain kurikulum merdeka ini sekolah bisa memilih untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik sekolah masing-masing. Kebebasan memilih ini membuktikan bahwa Kurikulum Merdeka tidak akan membelenggu otonomi sekolah.
“Jadinya level otonomi, level kemerdekaan, bagi sekolah, bagi guru, dan bagi peserta didik itu sangat tinggi. Ini bukan kurikulum yang ingin membelenggu sekolah-sekolah. Ini adalah kurikulum yang paling merdeka yang memberikan kemerdekaan kembali kepada sekolah, hak-hak memilih bagi murid, guru, dan sekolah,” ucap Nadiem.***