Jakarta (Riaunews.com) – PDI Perjuangan (PDIP) meminta Partai Demokrat (PD) tak melulu memikirkan kekuasaan terkait pembatalan revisi UU Pemilu. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief balik menyebut PDIP-lah yang gila kuasa.
Apa alasan Andi Arief menyebut PDIP gila kuasa? Andi Arief awalnya menjelaskan PDIP termasuk partai yang memiliki inisiatif RUU Pemilu, namun akhirnya tak ingin membahas.
“PDIP termasuk partai yang punya inisiatif membahas revisi RUU Pilkada dan Pemilu. Partai ini jugalah yang akhirnya mendorong untuk menutup pembahasan RUU itu. Alasannya agar fokus penanganan COVID,” kata Andi Arief kepada wartawan, Kamis (11/2/2021).
Andi Arief kemudian mengungkit PDIP, yang mendorong Pilkada 2020 tetap digelar meski banyak protes dari berbagai kalangan. Andi menyebut kala itu mayoritas petahana dari PDIP.
“Padahal, pertama, di saat banyak protes Pilkada 2020 karena COVID, justru jajaran pengurus, seperti Mas Djarot, Hasto, bahkan Mendagri, memaksakan pilkada. Kita tahu bahwa memang inkumben saat itu banyak dijabat PDIP,” ujarnya.
Partai Demokrat merupakan partai yang mendorong Pilkada 2022 tetap digelar, sementara mayoritas partai lainnya ingin Pilkada 2024. Menurut Andi Arief, Pilkada 2022 dan 2023 layak digelar dengan sejumlah alasan.
“Kedua, Presiden Jokowi menjamin setahun vaksin selesai, kalau selesai kan artinya 2022 dan 2023 layak pilkada. Ketiga, Menteri Airlangga dan SMI (Sri Mulyani) menjamin ekonomi Indonesia tumbuh 5-6 persen tahun ini. Kalau sudah tumbuh tahun ini, artinya pilkada layak 2022 dan 2023,” ucapnya.
PDIP dan mayoritas partai lain yang ingin Pilkada 2024 dinilai Andi Arief bisa menjadi ajang politisasi ASN. Oleh sebab itu, Andi Arief menyebut Partai Demokrat ingin Pilkada 2022 dengan sejumlah alasan.
“Jangan salahkan munculnya spekulasi 271 Pilkada 2022 dan 2023 yang tidak dilakukan itu akan dimanfaatkan PDIP dan partai-partai lain berebut atau bagi-bagi PJ (pelaksana) dari birokrasi. Akan terjadi politisasi ASN. Spekulasi lain menjegal Anies dan menyiapkan putranya, Gibran, yang masih menjabat sampai 2024 untuk pilkada berbarengan,” sebut Andi.
“Posisi Demokrat bukan berburu kekuasaan, tetapi banyaknya masukan betapa berbahayanya jika pelaksanaan serentak 2024. Belajar dari Pemilu 2019, banyak yang wafat kelelahan dan lain-lain. Karena itu, penting dipisah.
Partai Demokrat juga menganggap bahwa power kepala daerah bukan dari pemilihan rakyat akan lemah. Akan timbul masalah legitimasi apalagi sampai ada yang 2 tahun pj atau penjabat,” sambungnya.
Dari penjelasan tersebut, dia menilai justru PDIP-lah yang gila kuasa. Selain itu, Andi Arief menyebut PDIP banyak argumen dan dalih.
“Saya kira yang gila kuasa itu justru PDIP, banyak dalih dan argumen hanya untuk kuasa,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, PDIP punya pandangan berbeda dengan Partai Demokrat soal pembatalan revisi UU Pemilu. PDIP meminta PD tidak melulu berpikir tentang kekuasaan.
PDIP menekankan mendukung pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 sebagaimana amanat UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Partai berlambang banteng moncong putih itu menjelaskan gelaran pilkada serentak dilakukan 2024 agar pemerintah bisa berfokus mengatasi pandemi virus Corona.
“Justru pendapatnya terbalik. Kita tetap konsisten untuk melaksanakan pilkada serentak sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 agar semua energi bangsa ini benar-benar dicurahkan untuk mengatasi pandemi dan pemulihan ekonomi rakyat,” kata Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat kepada wartawan, Kamis (11/2).
Karena itu, Djarot berharap tidak ada pihak yang berpikir pragmatis terhadap pembatalan revisi UU Pemilu. Anggota Komisi II DPR RI itu menegaskan keselamatan masyarakat tidak boleh dikorbankan hanya demi meraih kekuasaan.
“Makanya, saya berharap agar menghentikan pola pikir pragmatis untuk kepentingan jangka pendek yang hanya demi meraih kekuasaan, tetapi mengorbankan kepentingan yang lebih besar, yakni keselamatan kesehatan dan ekonomi rakyat yang terkena dampak pandemi,” sebutnya.***