Selasa, 3 Desember 2024

Tinggalkan Anies dan Gabung KIM, PKS Malah Hancur di Jakarta, Depok dan Jawa Barat

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 

Jakarta (Riaunews.com) – Jakarta, Depok dan Jawa Barat selama ini dikenal sebagai daerah yang ‘dikuasi’ Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Namun pada Pilkada 2024, ketiga daerah tersebut lepas dari tangan mereka meski sudah bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

Dilansir CNN Indonesia, di Jakarta, berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, Ridwan Kamil dan Suswono keok melawan Pramono Anung-Rano Karno.

Baca Juga: PKS Akui KIM Plus Tak Optimal Dukung Ridwan Kamil-Suswono: Duit Habis

Suswono merupakan kader senior PKS yang pernah menjabat jadi Menteri Pertanian di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Kemudian di Depok, pasangan calon Imam Budi Hartono-Ririn Farabi Arafiq yang diusung PKS dan Golkar juga tumbang berdasarkan quick count lembaga survei. Mereka kalah dari rivalnya, Supian Suri-Chandra Rahmansyah.

Demikian pula di Jawa Barat. Presiden PKS Ahmad Syaikhu yang maju jadi calon gubernur kalah dari Dedi Mulyadi. Syaikhu maju bersama putra Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah dominasi PKS di daerah-daerah tersebut sudah memudar?

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Arif Susanto menilai tokoh-tokoh PKS yang tampil sebagai calon kepala atau wakil kepala daerah kurang memikat. Akhirnya, PKS malah mendompleng nama Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo sebagai pengatrol suara.

Misalnya di Jakarta, Pramono-Rano tak terlalu menonjolkan identitas partai, sehingga lebih banyak elemen masyarakat yang bisa menerima pasangan ini.

“Ini berbeda dengan Suswono. Bukan hanya keterkenalannya di Jakarta rendah, tetapi juga membuat blunder-blunder. Terlihat bahwa kantong penting pemilih PKS, lebih masuk ke Rano,” kata Arif saat dihubungi, Rabu (27/11).

Selain itu, dukungan dua mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), juga menambah suara Pramono-Rano secara signifikan.

Sementara Ridwan Kamil yang lekat dengan ‘Bobotoh’ atau pendukung Persib Bandung membawa sentimen negatif meskipun tak besar. Suswono juga tak punya kharisma bagi suporter Persija ‘The Jakmania’.

Baca Juga: PKS Ucapkan Selamat ke Anies Baswedan yang Bawa Pramono-Rano Menang di Pilgub DKI

Hal lainnya, kata Arif, mesin PKS mulai melemah. Salah satu penyebabnya yaitu masalah di internal PKS yang akhirnya memunculkan Partai Gelora.

“Kali ini pertarungan faksinya bertarung sangat keras. Itu punya pengaruh atas keterpilihan wakil PKS,” kata Arif.

“Memang mereka mampu rebound di pilpres, tetapi yang terjadi hari ini terbukti kekuatan PKS itu di organisasional dan bukan personal. Padahal pilkada itu figur personal menentukan,” tambahnya.

Minim warisan membanggakan

Arif juga mengatakan PKS tak punya warisan membanggakan selama hampir dua dekade menguasai Depok. Menurutnya, tidak ada perubahan berarti dalam kepemimpinan PKS.

“Dari era Nur Mahmudi Ismail, sebenarnya Depok tidak mengalami lompatan signifikan. Ada perubahan, betul. Kemajuan terjadi, iya. Pembangunan dilakukan, juga benar. Tapi tidak ada perubahan yang signifikan,” kata dia.

Kemudian, lanjut Arif, kini pemilih semakin cerdas. Ia mengatakan pemilih atau pendukung partai belum tentu memilih figur yang dicalonkan partai.

“Boleh jadi wakil PKS kalah karena split voters. Pilihan orang terhadap partai, tidak serta merta membuat dia melakukan pilihan ke figur yang dicalonkan partai di Pilkada,” ucap Arif.

“Pemilih itu makin cerdas. Ini biasanya jauh lebih kuat di kelompok pemilih terdidik, perkotaan, dan sosial ekonomi yang lebih. Apakah Depok mengalami itu? Perlu ditelaah lebih jauh saya kira,” tuturnya.

Namun, kegagalan PKS di Jakarta, Depok, dan Jawa Barat dinilai bisa menjadi momentum positif untuk menata ulang soliditas organisasi partai sekaligus mengasah kader-kader mudanya.

Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs Khoirul Anam menilai PKS tidak akan bisa jadi sebesar ini tanpa militansi pengkaderan organisasi. Ia mengingatkan PKS untuk tak lupa pada akar mereka.

Ia pun mengatakan kekalahan PKS di Jakarta tak terlepas dari kekecewaan pendukung mereka karena batal mengusung Anies Baswedan. Padahal, PKS bisa mengusung pasangan calon sendiri di Jakarta.

Akhirnya, Anies jadi ‘simbol perlawanan’ terhadap RK-Suswono karena menyatakan mendukung Pramono-Rano.

“Kedekatan Pramono-Rano dengan Anies yang menjadi simbol perlawanan terbuka pada kekuatan politik yang mengorkestrasi dominasi peta politik Jakarta,” kata Khoirul.

“Mampu mengkonsolidasikan basis pemilih loyal Anies untuk mendukung Pramono-Rano, yang mana banyak di antara mereka beririsan dengan basis pemilih loyal PKS,” ucapnya.***


Eksplorasi konten lain dari Riaunews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

 

Tinggalkan Balasan