Kamis, 13 Februari 2025

KPK Tetapkan 5 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Flyover SKA Pekanbaru

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Flyover SKA Pekanbaru yang telahs elesai beberapa tahun lalu meninggalkan jejak korupsi yang kini disium KPK. (Foto: Google SV)

Pekanbaru (Riaunews.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan flyover Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Soekarno Hatta atau Simpang SKA Pekanbaru.

Penetapan kelima tersangka disampaikan Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/1/2025)

Tersangka adalah YN selaku Kepala Bidang (Kabid) Pembangunan dan Jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau. YN selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Tersangka GR selaku konsultan perencana. Kemudian tersangka NR selaku Kepala PT YK Pekanbaru, ES selaku Direktur PT SC dan TC selaku Direktur PT SHJ.

Asep Guntur menjelaskan, proyek pembangunan flyover Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Sokarno Hatta oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) pada Tahun 2018.

Proyek ini menimbulkan potensi kerugian negara hingga mencapai Rp 60,8 miliar, berdasarkan temuan sementara dari ahli konstruksi dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Proyek ini dimulai dengan lelang pada 17 Oktober 2017 untuk pekerjaan review detail engineering design (DED) dengan nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sebesar Rp802.599.000.

Pada 12 November 2017, tersangka GR mengambil alih pekerjaan review rancang bangun rinci atau detail engineering design dari PT PI dan menjanjikan fee sebesar 7 persen.

“GR meminjam bendera PT PI yang menjadi konsultan perencana dan pekerjaan review DED flyover Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Soekarno Hatta, dan menyepakati fee peminjaman sebesar 7 persen. Dari awal sudah ada fee,” jelas Asep Guntur.

Namun, pada 13 November 2017, kontrak ditandatangani dengan nilai lebih rendah, yaitu Rp601.098.500, merupakan 8 persen di bawah nilai HPS. “Masa kontrak 6 hari kalender dengan pihak pertama YN selaku KPA dan KH selaku Direktur PT PI,” kata Asep.

Pada 18 Desember 2017, terjadi perubahan kontrak (addendum) yang menurunkan nilai kontrak menjadi Rp544.098.500 dengan masa kontrak yang diperpanjang menjadi 45 hari.

Pada 8 Januari 2018, diumumkan lelang pada LPSE senilai Rp1.499.465.550. Dilanjutkan dengan pendaftaran lelang oleh PT YK pada 9 Januari 2018.

Tersangka NR selaku Kepala PT YK menggunakan nama orang lain untuk menjadi tim leader pada lelang untuk memenuhi syarat lelang.

Pada 10 Januari 2018, Tersangka YN mengirim surat permohonan lelang yang ditujukan kepada Kepala Biro Administrasi dan Pembangaunan Setdaprov Riau c.q Unit Layanan Pengadaan ULP Barang dan Jasa Provinsi Riau terkait permohonan agar dilakukan lelang pembangunan flyover Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Soekarno Hatta.

“Pada 24 Januari 2018, Saudara YN menetapkan HPS ke YK dengan nilai Rp159.384.251.000. Untuk DIPA senilai Rp159.384.268.000,” ungkap Asep Guntur.

Namun, penyusunan HPS tidak disertai dengan perhitungan detail yang memadai dan tidak ada perubahan pada desain gambar.

Bahkan, proses lelang ini melibatkan PT YK sebagai salah satu kontraktor utama, dengan kerja sama operasional antara PT SC dan PT SHJ untuk melaksanakan proyek tersebut.

Pada 26 Januari 2018, LPSE mengumumkan Lelang Proyek Pembangunan Flyover Simpang Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Soekarno Hatta atau Simpang SKA dengan nilai HPS Rp159.384.251.000.

Tersangka TC menyetujui pembuatan KSO dengan PT SC dalam rangka mengikuti paket pembangunan flyover dimaksud. Awalnya PT SC meminta PT SHJ untuk jadi sub kontrak menyediakan material beton agregat dan aspal.

Selanjutnya, tersangka ES mengunggah dokumen prakualifikasi pada aplikasi LPSE menggunakan akun PT SC untuk lampiran daftar personel menurut dokumen klasifikasi.

Pada 21 Febrari 2018 ditandatangani surat perjanjian paket pekerjaan proyek pembangunan flyover Jalan Tuanku Tambusai-Soekarno Hatta disetujui DEP selaku Kadis PUPR Riau dengan senilai kontrak Rp1.372.632.800 dengan masa kontrak 10 bulan.

“Ini untuk paket-paketnya, Jadi ini nanti dibagi-bagi,” tutur Asep Guntur.

Harga penawaran PT SC tercatat sebesar 92 persen dari HPS, yakni Rp146.633.510.000. Namun, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut oleh ahli konstruksi, ditemukan adanya selisih harga yang signifikan, yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Hasil uji lapangan menunjukkan nilai pekerjaan yang seharusnya hanya sekitar Rp58.968.994.730, belum termasuk biaya konsultan dan pengawas, yang dapat memperburuk kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp60,8 miliar.

“Hasil uji lapangan hanya Rp58.968.994.730.
Ditambah konsultan Rp554 juta, pengawas Rp1 milar dengan total kerugian bisa mencapai Rp60,8 miliar. Ahli konstruksi melihat dari material yang digunakan, ketebalan jalan beton dan lainnya,” tutur Asep Guntur.

Saat ini, penyidikan terkait proyek ini masih berlanjut, dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan melakukan perhitungan lebih lanjut untuk menentukan besaran kerugian negara yang sebenarnya.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *