Kamis, 28 November 2024

Ahok, Komisaris Rasa Dirut dan Sesuatu yang Salah Terhadap Pengawasan di BUMN

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (kiri), dinilai masyarakat Komisaris serasa Dirut

Jakarta (Riaunews.com) – Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali jadi sorotan publik karena lantang menyatakan banyak kontrak bisnis BUMN yang merugikan perusahaan. Bahkan, ia marah karena kontrak merugikan ini juga ada di Pertamina.

“Banyak kontrak di BUMN yang merugikan BUMN, termasuk di Pertamina. Itu yang saya marah. Kenapa kontrak-kontrak ini menguntungkan pihak lain? Itu mens rea-nya tidak ada,” ucap Ahok di akun Youtube Panggil Saya BTP, Jumat (19/11/2021).

Namun, ia tidak mengungkap secara rinci kontrak bisnis apa yang dimaksud. Begitu juga dengan BUMN mana yang disindirnya.

Dilansir CNN Indonesia, kendati begitu, suara lantang mantan gubernur DKI Jakarta itu rupanya tak sejalan dengan Kementerian BUMN.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga justru menilai sikap Ahok seolah salah dalam menjalankan perannya di perusahaan pelat merah.

“Jangan sampai Pak Ahok ini di Pertamina jadi komisaris berasa direktur gitu. Komut rasa Dirut tuh jangan, harus tahu batasan-batasannya,” ujar Arya.

Selain itu, menurut Arya, pernyataan Ahok seolah menunjukkan bahwa ia tidak tahu menahu soal kebijakan dan transformasi BUMN yang telah dilakukan oleh kementerian. Arya mengklaim Menteri BUMN Erick Thohir sejatinya sudah sejak dulu mengupayakan agar proyek bisnis di BUMN tidak merugikan, jadi bahan bancakan korupsi, dan lainnya.

“Itu semua sudah dibicarakan Pak Erick jauh-jauh hari. Jadi kita agak bingung, mungkin Pak Ahok tidak mengikuti perkembangan di BUMN karena banyak direksi sudah kita laporkan. Direksi Asabri kita laporkan, direksi Jiwasraya kita laporkan, dan di beberapa BUMN lain kita laporkan,” jelasnya.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah melihat langkah Ahok dalam membuka masalah di internal BUMN ini mungkin sengaja dilakukan demi menyelesaikan masalah. Pasalnya, upaya yang dilakukannya di internal tidak terselesaikan karena ada ‘permainan’ politik.

“Ada something wrong. Memang idealnya tidak dibuka ke publik karena internal. Tapi mungkin pengawasan tidak berjalan. Jadi fakta ini sengaja dilempar ke publik agar kemudian ditindaklanjuti, bisa jadi kementerian juga kurang masuk ke dalam (perusahaan),” tutur Trubus kepada CNNIndonesia.com.

Ia menambahkan langkah yang dilakukan Ahok ini untuk konteks tertentu memang perlu dilakukan. Ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam mengawasi BUMN.

Kendati begitu, menurutnya, memang sebaiknya masalah seperti ini benar-benar diupayakan selesai secara internal. Apalagi persoalan bisnis di perusahaan negara yang tidak berstatus terbuka. Kecuali, masalah yang ada berupa korupsi dan penyelewengan, maka perlu segera dibawa ke pihak berwenang.

Sementara itu, Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menyayangkan sikap Ahok yang kerap mengumbar masalah internal perusahaan ke publik. Menurutnya, Ahok sebagai komisaris memang punya fungsi pengawasan, termasuk pada kontrak bisnis yang ternyata benar merugikan BUMN.

Tapi, ia menekankan fungsi pengawasan itu seharusnya dijalankan secara internal. Bila ada ketidaksetujuan, maka seharusnya disampaikan di rapat internal perusahaan, bukan forum publik seperti wawancara di akun Youtube.

“Kelihatannya Pak Ahok masih belum bisa membedakan kapasitas atau fungsi sebagai dewan komisaris atau sebagai politikus. Kalau dewan komisaris tentu ada mekanisme yang harus diikuti,” ungkap Toto.

Menurut Toto, misal, kontrak bisnis yang tak sejalan dengan pendapat Ahok adalah rencana PT Indonesia Battery Corporation (IBC) membeli StreetScooter, pabrik mobil listrik di Jerman.

“Kalau Pertamina sebagai pemegang saham IBC tidak setuju dengan rencana akuisisi StreetScooter tentu disampaikan saja dalam RUPSLB IBC tentang keberatan tersebut. Tentu akan ada argumentasi dari IBC berdasarkan kajian finansial atau commercial due diligence yang sudah mereka kerjakan atas rencana akuisisi tersebut,” terangnya.

Tapi, Ahok justru mengumbar ketidaksetujuannya di ruang publik yang menurut Toto tidak pas dan elegan. Apalagi, hal ini sangat rentan berujung jadi kegaduhan semata.

“Mengumbar masalah internal perusahaan ke publik tanpa check and recheck berpotensi mengundang kegaduhan yang tidak perlu,” imbuhnya.

Senada, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad juga punya mengamini pandangan ini. Menurutnya, melempar masalah ke publik juga belum tentu bisa menyelesaikan masalah tersebut.

“Kalau ada kasus yang parah pun lebih baik dilaporkan ke menteri atau misal Kepolisian kalau berhubungan dengan hukum. Jadi bukan ke publik,” kata Tauhid.

Selain dari sisi prosedur, Tauhid juga menilai seharusnya pernyataan-pernyataan Ahok ini didasarkan pada bukti. Misalnya, bila sebuah kontrak dianggap merugikan, apa saja indikator yang menunjukkan kerugian tersebut.***


Eksplorasi konten lain dari Riaunews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

 

Tinggalkan Balasan