Sidoarjo (Riaunews.com) – AV, perempuan berusia 37 tahun ini dijemput di Puskesmas oleh petugas dari Rutan Perempuan Surabaya. Ia diwajibkan kembali menjalani masa tahanan di rutan yang terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Padahal, saat itu, AV baru saja menjalani proses persalinan. Sesosok bayi mungil berjenis kelamin laki-laki telah ia lahirkan.
“Usai menjalani proses persalinan di Puskesmas Sorong, AV kembali menjalani sisa masa tahanan,” ucap Kasubsi Pelayanan Tahanan Rutan Perempuan Surabaya, Siti Viona Aidilla, Kamis (22/9/2022).
Baca Juga: Komnas HAM-Komnas Perempuan Banjir Kritik Setelah Ungkap Dugaan Putri Dilecehkan Brigadir J
AV yang menjadi napi sejak 27 Juli 2022, tersandung kasus penipuan jual beli 700 karton minyak goreng. Ia divonis ketua majelis Hakim penjara selama satu tahun penuh.
Menanggapi itu, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel mengungkapkan Lapas memang bukan hal yang baik untuk tumbuh kembang seorang anak terlebih pada bayi yang baru lahir.
“Tapi boleh jadi kehidupan di Lapas lebih tertata daripada di luar lapas. Termasuk, di Lapas ternyata disediakan perawatan bayi oleh bidan,” tungkas Reza saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (25/9).
“Jadi, daripada menghabiskan sisa masa hukuman di kemudian hari, lebih baik dia lalui secepat mungkin, meskipun harus membawa anaknya ke dalam lapas,” lanjutnya.
Istimewanya Istri Fedy Sambo
Di lain sisi, berbeda dengan seorang istri mantan Kadiv Propam Kepolisian Republik Indonesia yang tersandung kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Putri Candrawathi atau PC belum dikenakan penahan usai ditetapkan menjadi tersangka oleh kepolisian dengan alasan memiliki seorang balita.
Hal tersebut justru berbanding terbalik dengan kisah seorang AV yang usai melahirkan harus kembali mendekam dibalik jeruji karena kasus penipuan. Sedangkan PC yang diduga terlibat dalam kasus yang menyebabkan seseorang meninggal, belum dilakukan penahanan dengan alasan memiliki seorang bayi.
Kata Reza, otoritas kepolisian seharusnya tidak memiliki kendala dalam penahanan Putri terlebih menjadikan anak sebagai alasan yang menyebabkan belum dilakukan penahanan.
“Saya pikir kita perlu meluruskan persepsi terkait perlakuan apa yang harus kita kenakan kepada seorang tersangka yang kebetulan juga memiliki anak balita,” ujar pakar Psikologi Forensik.
Menurutnya, kepolisian seharusnya bisa membenahi ruang – ruang tahanan terhadap kaum perempuan yang berhubungan dengan hukum sehingga bisa menerima tahanan perempuan dalam hal ini adalah Putri.
“Sekaligus yang memiliki anak, sehingga anak-anak bisa tetap berada berdampingan dengan orang tua mereka khususnya Ibu ketika ibu anak-anak itu sedang bermasalah dengan hukum,” tuturnya.
“Terlebuh lagi teman-teman di kepolisian berdiskusi lebih panjang dengan para ahli Perlindungan Anak dan menemukan cara yang paling cepat untuk segera merenovasi ruang-ruang tahanan mereka agar bisa menampung tahanan yang berstatus sebagai ibu dan juga masih harus mengasuh anak-anak mereka,” sambung pria berumur 47 tahun tersebut.
Adapun dalam hal belum dilakukan penahan terhadap Putri, masyarakat kerap akan membuat perbandingan perlakuan Polri terhadap PC dengan perlakuan terhadap para tersangka tersangka perempuan lainnya yang juga sudah memiliki anak. Jikalau benar kepolisian terkesan melindungi PC yang seorang istri mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo, tentu akan berdampak negatif dari masyarakat.
“Equity dinilai sebagai penanganan kasus-kasus jenis lainnya. Jadi misalnya pada saat ini yang sedang mendapat sorotan adalah PC, maka mengacu pada equity masyarakat tentu akan membandingkan terhadap perlakuan Polri terhadap PC dengan perlakuan terhadap para tersangka tersangka perempuan lainnya yang juga sudah memiliki anak,” ucap Pakar Psikolog Forensik.
“Kalau ternyata masyarakat melihat ada kesenjangan, ada perbedaan penolakan maka equity hasilnya negatif. Konkritnya ketika masyarakat sudah menilai equity Polri negatif maka ini akan dikhawatirkan akan menurunkan kepercayaan kepada Polri,” lanjutnya.
Lebih lanjut, menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian bukan menjadi titik akhirnya. Sekiranya, Reza menetapkan ada dua bentuk hasil ketidak kepercayaan masyarakat.
“Pertama tingkat kepatuhan kepada hukum akan menurun dengan kata lain kita khawatir akan terjadi berbagai macam bentuk pelanggaran hukum di tengah-tengah masyarakat.” imbuhnya.
“Kedua adalah dampaknya keengganan masyarakat untuk bekerja sama dengan polisi. Masyarakat tidak lagi mau melapor, masyarakat tidak mau siskamling ataupun bentuk-bentuk kooperatif lainnya dengan polisi,” kata Reza.