Dengar langsung pengaduan warga Gondai, Jokowi pada Gubri dan Kapolda Riau: Selesaikan, atau saya kirim tim

Presiden Joko Widodo dalam acara pembagian surat keputusan perhutanan sosial dan hutan adat di Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim, Kabupaten Siak. (Foto: Gatra)

Pekanbaru (Riaunews.com) – Polemik yang terjadi di Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau tampaknya akan berbuntut panjang

Tak ada yang menyangka, konflik antara masyarakat dengan PT NWR dan DLHK tersebut sampai ke telinga Presiden Joko Widodo langsung.

Jokowi yang memang berada di Provinsi Riau sejak Kamis (20/2) sore, memiliki beberapa agenda di Bumi Lancang Kuning.

Saat sesi tanya jawab dengan sejumlah warga sehabis pembagian surat keputusan perhutan sosial dan hutan adat di Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim, Kabupaten Siak, seorang ibu kemudian berdiri.

Dengan pengeras suara, dia kemudian menceritakan kejadian penebangan pohon kelapa sawit yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau.

“Lahan kami sekarang sedang dieksekusi oleh DLHK Pak Jokowi,” kata si Ibu ini memelas.

Mendengar penuturan perempuan itu, semua undangan tercengang. Termasuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Gubernur Riau Syamsuar dan Kapolda Riau Irjen Agung Setia Imam Effendi.

“Tolong kami pak Jokowi. Alat berat milik PT NWR sekarang ada di lahan kami dan lahan kami dieksekusi,” pintanya semakin memelas.

Mendengar perkataan warga tersebut Presiden Jokowi langsung memberikan instruksi kepada Gubernur Riau Syamsuar dan Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setia Imam Effendi yang memang turut hadir mendampingi Kepala Negara untuk segera memberesi persoalan itu.

“Pak Gubernur, Pak Kapolda tolong ini dicek ke lapangan. Kalau tidak selesai, saya akan turunkan tim dari Jakarta,” kata Jokowi.

Dilansir Gatra, apa yang disampaikan oleh perempuan tadi bermula dari putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018.

Di dalam putusan itu disebutkan bahwa PT Peputra Supra Jaya (PSJ) bersalah lantaran membikin kebun kelapa sawit tanpa Izin Usaha Perkebunan (IUP).

Oleh kesalahan itu, PSJ didenda Rp5 miliar dan kebun kelapa sawitnya yang sudah berumur sekitar 10 tahun seluas 3.323 hektare dirampas untuk Negara melalui DLHK Riau cq PT Nusa Wana Raya (NWR).

Tak ada di sebut dalam putusan itu kalau luasan kebun kelapa sawit tadi berada di kawasan hutan dan tak ada pula disebut di putusan itu bahwa kebun kelapa sawit milik petani yang tergabung dalam Koperasi Gondai Bersatu dan Koperasi Sri Gumala Sakti bakal ditebangi.

Hanya saja, dua koperasi itu memang mitra PSJ dalam bentuk kebun kelapa sawit pola plasma.

Nah, dalam pelaksanaan eksekusi pada 17 Januari lalu, Kepala Seksi Gakkum DLHK Riau, Agus Suryoko menyebut bahwa lahan 3.323 hektare itu dieksekusi untuk dipulihkan menjadi hutan, sebab kebun kelapa sawit itu berada di kawasan hutan.

Tapi pada kenyataannya, pohon kelapa sawit itu ditebangi dan langsung diganti dengan tanaman akasia. Para pekerja PT NWR melakukan penghutanan itu.

Banyak orang kemudian menyayangkan penebangan pohon kelapa sawit itu. Sebab pohon kelapa sawit yang masih produktif itu bisa saja dikuasai oleh Negara melalui BUMD yang ditunjuk.

“Dan eksekusi bukan berarti harus menebangi, masih bisa dikuasai negara dulu sampai proses hukum benar-benar tuntas. Kalau proses hukum sudah tuntas, bukan berarti lahan itu bisa langsung diberikan kepada perusahaan tertentu, tapi banyak proses yang harus dilewati,” kata pengamat hukum perhutanan DR. Sadino.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *