Jakarta (Riaunews.com) – Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Emil Salim mengkritik langkah pemerintah yang terus melanjutkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan di tengah pandemi virus corona.
Kritikan itu ia lontarkan saat berdialog dengan Menko Polhukam, Mahfud MD secara virtual pada Kamis (26/8/2021) malam. Tak hanya Emil, beberapa tokoh senior nasional juga diundang Mahfud dalam agenda tersebut.
Emil lantas mempertanyakan sikap pemerintah yang merencanakan anggaran besar untuk pemindahan ibukota. Padahal, keuangan negara sedang mengalami tekanan yang berat akibat pandemi.
“Banyak dari teman-teman kita di departemen kurang paham bahwa pengeluaran menjadi terbatas, sehingga berbagai pengeluaran seperti pembelian senjata, ibu kota negara dan macam-macam, berjalan seolah-olah keuangan itu tersedia banyak. Padahal tidak. Ini bakal menyulitkan pengelolaan keuangan negara,” ujar Emil dalam keterangan resmi yang diterbitkan oleh Kemenko Polhukam, Jumat (27/8).
Kementerian Keuangan sebelumnya sempat memastikan perkembangan program pembangunan IKN baru terus berjalan. Bahkan, Jokowi sempat membahas tentang Ibu Kota Negara baru dalam pertemuannya dengan para partai politik koalisinya di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Sekjen Nasdem Johnny G Plate mengatakan IKN tetap dipikirkan di tengah pandemi Covid-19 mengingat Jakarta memiliki sejumlah tantangan dan problematika yang sangat kompleks.
Tak hanya itu, pendiri PAN Abdillah Toha turut mengkritik kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah. Yakni polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Ia menilai tak ada tindak lanjut dari Presiden Joko Widodo untuk mengatasi polemik tersebut sampai saat ini.
“Saya ingin kasih contoh satu, KPK. Kita bingung orang-orang yang berprestasi luar biasa di KPK itu tetap diberhentikan, dan tidak ada tindak lanjut dari Presiden,” ujar Toha.
Sementara itu, Mantan Komisioner KPK Laode M. Syarief menilai ada kecenderungan bagi publik sulit untuk menyampaikan aspirasi ke pemerintah saat ini. Sebab, ruang publik yang dimiliki menjadi menyempit.
“Teman-teman yang seharusnya ada di pemerintahan, aksesnya menjadi sangat terbatas. Yang lain tidak pernah membuka komunikasi. Dulu, kita bisa bersilaturahmi menyampaikan kalau merasa kurang nyaman terhadap suatu kebijakan,” ujar Laode.
Mendengar hal itu, Mahfud mengatakan pelbagai kritikan itu pada sudah diketahui oleh pemerintah. Ia menilai saat ini dibutuhkan sebuah peta jalan antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi pelbagai persoalan tersebut.
“Masalahnya sekarang, kita harus menemukan peta jalan untuk mengurai dan membenahi semua masalah itu, dan untuk itu kontribusi dari bapak-bapak sangat diperlukan” ujar Mahfud.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.