Jakarta (Riaunews.com) – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mendalami aduan yang dibuat oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh Ketua KPK Firli Bahuri dalam proses penyewaan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi.
“Sedang didalami dumas (pengaduan masyarakat) berkaitan yang dilaporkan,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Jumat (4/6/2021).
Namun demikian, Argo belum dapat menuturkan lebih lanjut mengenai proses penyelidikan yang tengah dilakukan oleh Bareskrim tersebut. Pasalnya, saat ini penyidik masih melakukan penelitian terhadap informasi yang diadukan oleh ICW.
Sebagai informasi, Firli sendiri sudah dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis II yang berlaku selama enam bulan pada September 2020 lalu. Dia dinyatakan melanggar kode etik atas penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi oleh Dewan Pengawas KPK.
Tak sampai di situ, ICW kemudian menduga bahwa Firli mendapat diskon besar-besaran dari vendor yang menyewakan helikopter. Mereka menduga, ada kepentingan dibalik diskon tersebut.
“Kami mendapatkan informasi bahwa harga sewa yang terkait dengan penyewaan helikopter itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan Firli ketika sidang etik dengan Dewas,” kata peneliti ICW Wana Alamsyah kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (3/6).
Pihaknya menduga bahwa harga helikopter yang digunakan oleh Firli telah mendapat diskon dari vendor. Dalam hal ini, helikopter itu disewakan seharga Rp7 juta untuk satu jam pemakaian.
Firli mengaku menggunakan helikopter tersebut dalam waktu empat jam. Artinya, ada sekitar Rp30,8 juta yang dibayarkan oleh Firli kepada penyedia layanan helikopter tersebut.
Namun demikian, Wana mengatakan bahwa pihaknya menduga harga tersebut tak sesuai dengan yang seharusnya. Di mana, pihaknya mencoba mencari data sekunder melalui penyedia jasa penerbangan lain untuk helikopter jenis yang sama.
“Bahwa harga sewa per jamnya, yaitu US$2.750 atau sekitar Rp39,1 juta. Jika kami total, itu ada sebesar Rp172,3 juta yang harusnya dibayar Firli,” ucapnya.
Menurut Wana, salah satu Komisaris dari PT APU yang memberikan penyewaan sempat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi Meikarta yang ditangani oleh KPK pada 2018 saat dirinya menjabat sebagai Deputi Penindakan.
“Dugaan penerimaan gratifikasi ini telah masuk dalam unsur-unsur Pasal 12 B Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001,” kata Wana.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.