Selasa, 3 Oktober 2023

FSGI Dukung Larangan Main Lato-lato di Sekolah, Kritik Pernyataan KPAI

Anak-anak bermain lato-lato.

Jakarta (Riaunews.com) – Surat edaran (SE) melarang siswa bawa mainan lato-lato ke sekolah yang dikeluarkan sejumlah dinas pendidikan (disdik) di berbagai daerah didukung Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengatakan, pihaknya menilai larangan membawa dan memainkan lato-lato di sekolah yang dituangkan dalam SE disdik tersebut tidak melarang anak bermain lato-lato, tetapi agar tidak memainkannya di sekolah.

“Surat edaran dari dinas-dinas pendidikan tersebut tidak sama sekali melarang anak bermain, pemda memahami bahwa bermain adalah hak anak sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Anak. Namun yang dilarang adalah membawa mainan lato-lato dan memainkannya di lingkungan sekolah. Ini 2 hal yang berbeda. Anak boleh main lato-lato, tapi tidak di lingkungan satuan pendidikan,” kata Retno dalam keterangannya, dikutip Kamis (12/1/2023).

Sebelumnya, beberapa dinas pendidikan (disdik) yang melarang siswa membawa dan memainkan lato-lato di sekolah antara lain Disdik Pekanbaru, Pesisir Barat, Lampung; Disdik Kabupaten Bogor, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat; Disdik Kota Pekalongan, Jawa Tengah; Disdik Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan; dan Disdik Kota Siantar, Sumatera Utara.

Kenapa FSGI Dukung Lato-lato Dilarang?

Retno menjelaskan, larangan ini sesuai dengan Pasal 54 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.

“Permainan lato-lato ketika dimainkan bersama-sama tanpa pengawasan yang baik dari orang dewasa di sekitar anak bisa saja menimbulkan perselisihan dan memicu terjadinya kekerasan antarsesama anak,” tutur Mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Periode 2017/2022 tersebut.

Ia menjelaskan, jika lato-lato dimainkan terus menerus, bolanya berpotensi pecah atau terlempar sehingga melukai pemain dan anak lain di sekitarnya.

Sekjen FSGI Heru Purnomo mengatakan, pelarangan lato-lato di sekolah juga sesuai dengan pasal 12 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ia menuturkan, pasal tersebut pada dasarnya mewajibkan satuan pendidikan untuk memfasilitasi siswa dalam mengembangkan minat, bakat, potensi, dan kemampuan peserta didik untuk tercapainya tujuan pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Memfasilitasi peserta didik tentunya harus nyambung dengan tujuan pembelajaran dan kurikulum yang ditetapkan pemerintah melalui kemendikbudristek. Lato-lato bukanlah alat pembelajaran dalam kurikulum pendidikan nasional”, kata Heru yang juga Kepala SMPN di Jakarta.

Sementara itu, Wakil Sekjen FSGI Mansur mengatakan, pemda melalui dinas pendidikan melakukan perintah UU untuk melindungi anak-anak dan mencapai tujuan pembelajaran dan kurikulum tidak boleh dipidana, sesuai pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP).

“SE dinas-dinas pendidikan adalah untuk mencegah peserta didik mengalami kekerasan, luka atau cedera akibat permainan lato-lato, jadi seharusnya KPAI sebagai lembaga pengawas mendukung, bukan malah bertindak sebaliknya yang justru berpotensi mencelakakan anak dan tidak tercapainya tujuan pembelajaran dan kurikulum”, kata Mansur.

Wakil Sekjen FSGI Fahriza Marta Tanjung menambahkan, kendati permainan punya manfaatnya sendiri sebagaimana game online bisa melatih konsentrasi dan kekompakan, menggunakan gadget dan bermain game online saat pembelajaran di sekolah juga dilarang.

“Hal itu karena pertimbangan dampak kecanduan serta menganggu proses pembelajaran dan tujuan pencapaian pembelajaran. Analogi ini juga cocok untuk larangan membawa dan memainkan lato-lato, meski ada dampak positif, namun dampak negatifnya lebih banyak, sehingga dilarang oleh dinas pendidikan dan sekolah” tutur Kepala SMKN di Deli Serdang, Sumatera Utara ini.

FSGI Kritik KPAI soal Respons Larangan Lato-lato

Sekjen FSGI Heru Purnomo menuturkan, tanggapan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terlalu prematur dalam merespons SE larangan membawa dan memainkan lato-lato di sekolah.

Sebelumnya, KPAI menilai kebijakan pelarangan lato-lato tersebut sebagai keputusan yang tidak bijak dan mengabaikan hak anak untuk bermain.

“FSGI justru menilai KPAI yang memberikan pernyataan terlalu prematur tanpa mempelajari terlebih dahulu ketentuan dalam UU Sisdiknas dalam menanggapi SE larangan membawa dan memainkan lato-lato di lingkungan satuan pendidikan,” kata Heru.***

Tinggalkan Balasan