
Jakarta (Riaunews.com) – Jumlah sperma di dunia terindikasi menurun dan bikin cemas sebagian ilmuwan. Pasalnya, hal itu bisa mengancam kelangsungan manusia sebagai spesies.
Analisis meta terhadap 250 studi sebelumnya di seluruh dunia yang dipublikasikan di jurnal Human Reproduction Update, menguak perhitungan sperma dalam 50 tahun terakhir. Melihat data dari 1973 sampai 2018, terjadi penurunan sekitar 1,2% per tahun sampai 2000, kemudian menurun lagi lebih cepat 2,6% per tahun.
Riset ini dipimpin oleh Profesor Hagai Levinde dari Hebrew University. “Di Amerika Serikat, karena ketersediaan data yang baik, ada kepastian tertinggi bahwa ada penurunan yang kuat dan berkelanjutan, tapi sama juga secara global,” kata Levine.
Selain masalah ketidaksuburan, penurunan jumlah sperma bisa juga indikasi masalah kesehatan. Namun memang data ini lebih untuk menunjukkan situasi keseluruhan, bukan individu.
“Kami tidak memahami mengapa kami melihat pola ini, jadi saya pikir sulit untuk menjadi kekhawatiran bagi individu. Namun di level kebijakan, ini seharusnya menjadi perhatian untuk dimengerti dan dipahami,” kata Dr Michael Eisenberg dari Stanford.
“Kita memiliki masalah serius yang, jika tidak dimitigasi, maka dapat mengancam kelangsungan hidup umat manusia,” ucap Levine yang dikutip detikINET dari USA Today.
“Kami mendesak tindakan global untuk mempromosikan lingkungan yang lebih sehat untuk semua spesies dan mengurangi paparan dan perilaku yang mengancam kesehatan reproduksi kita,” tambahnya.
Dengan beberapa ancaman besar yang dihadapi manusia, di mana kerawanan pangan dan konsumsi berlebihan serta penimbunan sumber daya membuat hidup jadi sulit bagi banyak orang, konsep penurunan jumlah sperma atau angka kelahiran mungkin bukan prioritas daripada misalnya degradasi iklim atau persenjataan nuklir. Padahal bahayanya dinilai tidak kecil.***