Jakarta (Riaunews.com) – Jaksa Agung ST Burhanuddin melarang terdakwa mengenakan atribut keagamaan yang sebelumnya tak pernah dipakai di persidangan. Ia pun meminta anak buahnya tak menghadirkan mereka ke sidang.
Hal itu dilakukan agar tidak ada pemikiran di tengah masyarakat bahwa atribut keagamaan digunakan oleh pelaku kejahatan pada saat tertentu saja.
“Imbauan itu sudah disampaikan juga dalam acara halal bihalal kemarin, Senin minggu lalu. Untuk mempertegas nanti akan dibuatkan surat edaran ke kejaksaan seluruh Indonesia,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana saat dikonfirmasi, Senin (16/5/2022) malam.
Kebijakan itu diambil setelah Burhanuddin melihat tindakan sejumlah terdakwa yang terlihat memakai atribut keagamaan seperti peci ataupun hijab ketika mengikuti persidangan.
Praktik ini seolah difasilitasi oleh jaksa penuntut umum (JPU) di persidangan. Namun, Burhanuddin tak merinci lebih lanjut mengenai contoh kasus yang dilihatnya tersebut.
Ketut mengatakan tindakan para terdakwa memakai atribut keagamaan ketika mengikuti proses hukum tak bisa dibenarkan. Ia mengaku akan menetapkan ketentuan berpakaian para terdakwa.
“Seolah-olah alim pada saat disidangkan, kami nanti samakan semua. Yang penting berpakaian sopan di depan persidangan,” ujarnya.
Salah satu contoh penggunaan atribut keagamaan dalam persidangan dilakukan oleh mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terjerat kasus suap.
Sebelumnya selama menjalani proses penyidikan dan pemeriksaan di Kantor Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus, Pinangki selalu tampil tanpa hijab.
Ketika kasus tersebut bergulir di persidangan, Pinangki terlihat mengenakan hijab. Dari awal sidang hingga vonis hijab dan gamis melekat di tubuh perempuan tersebut.
Pinangki pun terbukti menerima sejumlah uang dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra untuk membantunya selama menjadi buronan. Ia divonis 10 tahun penjara.***