
Jakarta (Riaunews.com) – Ketua DPR RI Puan Maharani banjir cibiran setelah curhat soal kepala daerah yang tidak menyambutnya ketika melakukan kunjungan kerja.
Bagi pengamat politik Jamiluddin Ritonga, di era demokrasi masa pandemi Covid-19, seremonial sambutan harus diminimalkan. Apalagi, jika sekadar untuk mencari rasa dihormati.
“Persoalan sambut menyambut seharusnya sudah diminimalkan. Pemimpin itu bukan untuk dihormati, tapi bekerja untuk kepentingan rakyatnya,” kata Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (11/2/2022).
Baca Juga:
- Kesal Kunjungannya ke Daerah Tak Disambut Gubernur, Puan: Saya Ketua DPR, Nggak Bangga Sama Saya?
- Hasto Sebut Baliho Puan Untuk Menyemangati Warga Semeru, Formappi: Hanya Kepentingan Politik
- PDIP Wajibkan Anggota Bagi Sembako Pakai Tas Bergambar Puan Maharani
Jamiluddin menambahkan, sikap dan curhatan Puan tersebut tidak patut dicontoh lantaran saat ini pemimpin yang gila hormat tidak dibutuhkan lagi oleh masyarakat.
“Karena itu, pemimpin yang gila hormat sudah tak layak di negara demokrasi. Pemimpin seperti ini hanya wah di seremonial tapi minim prestasi kerjanya,” katanya.
Menurutnya, cara Puan yang seolah meminta selalu disambut kepala daerah saat kunjungan kerja sebagai bentuk otoritarian.
“Pemimpin bangga dielu-elukan rakyat dan pejabat daerah. Apa ini yang memang dikehendaki Puan?” tutupnya.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengungkapkan kekesalannya ada gubernur yang tidak mau menyambut dirinya saat kunjungan ke daerah.
“Kenapa saya datang ke Sulawesi Utara itu tiga pilar bisa jalan, jemput saya, ngurusin saya, secara positif ya” ujarnya.
“Kenapa saya punya gubernur kok nggak bisa kaya begitu, justru yang ngurusin saya gubernur lain,” ujar Puan saat memberikan arahan dalam rapat koordinasi tiga pilar PDI-P di Provinsi Sulawesi Utara sebagaimana dilansir Terkini.id, Kamis (10/2/2022).
Puan bertanya-bertanya dalam hatinya, kenapa bisa ada gubernur seperti itu. Padahal, kata Puan, ia merupakan Ketua DPR ke-23 sejak 1945.
“Kenapa gitu loh, ini kan jadi pertanyaan. Kok bisa gitu, saya ini Ketua DPR ke-23 dari tahun 45 setelah ada menjabat DPR-DPR, itu saya Ketua DPR ke-23,” ujar Puan.
“Ke daerah ketemu kepala daerah, kepala daerahnya tidak bangga ya kepada saya, kaya males-malesan,” sebutnya.
“Bikin kesel kan,” kata Puan di hadapan kader PDIP-P Sulut, baik eksekutif, legislatif, dan pengurus struktur partai.***