Minggu, 27 Oktober 2024

Komnas HAM-Komnas Perempuan Banjir Kritik Setelah Ungkap Dugaan Putri Dilecehkan Brigadir J

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani.

Jakarta (Riaunews.com) – Komnas HAM dan Komnas Perempuan menyatakan ada dugaan kuat pelecehan seksual terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, oleh Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Pernyataan Komnas HAM itu kemudian dikritik banyak pihak.

Dilansir Detik, dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi ini awalnya disebut-sebut menjadi pemicu peristiwa ‘tembak-menembak’ antara Brigadir Yosua dengan Bharada Richard Eliezer di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sore. Yosua kala itu disebut melakukan pelecehan terhadap Putri hingga membuat istri Ferdy Sambo itu berteriak dan didengar Eliezer.

Baku tembak kemudian disebut terjadi hingga menyebabkan Yosua tewas. Dugaan pelecehan itu juga dilaporkan ke polisi. Namun belakangan, polisi menghentikan penyidikan dugaan pelecehan di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga itu dengan alasan tak ada dugaan tindak pidana pelecehan yang ditemukan.

Baca Juga: Komnas HAM Ungkap Upaya Sambo Halangi Proses Hukum, Hilangkan CCTV Hingga Hapus Pesan WA

“Berdasarkan hasil gelar perkara tadi sore, dua perkara ini kita hentikan penyidikannya karena tidak ditemukan peristiwa pidana,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (12/8/2022).

Menurut Andi Rian, jika memang ada, dugaan pelecehan itu terjadi di rumah Ferdy Sambo di Magelang. Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan timsus telah dikirim ke Magelang untuk mengusut peristiwa di sana. Dia menyebut hanya Allah, Putri, dan Yosua yang mengetahui apa sebenarnya yang terjadi di Magelang.

“Yang pasti tahu apa yang terjadi ya Allah SWT, almarhum (Brigadir J) dan Bu PC. Kalaupun Pak FS dan saksi lain seperti Kuat, Riki, Susi dan Ricard hanya bisa menjelaskan sepengetahuan mereka,” ujar Agus, Ahad (14/8/2022).

Proses penyidikan dugaan pembunuhan Yosua tetap berlanjut. Lima orang ditetapkan sebagai tersangka dugaan pembunuhan, yakni Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Eliezer, Bripka Ricky, dan Kuat Ma’ruf.

Setelah Polri menggelar rekonstruksi, Komnas HAM menggelar konferensi pers untuk menjelaskan hasil penyelidikan yang dilakukan terkait tewasnya Yosua. Dalam laporan itu, Komnas HAM menyatakan ada dugaan kuat pelecehan seksual terhadap Putri.

“Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC (Putri Candrawathi) di Magelang, tanggal 7 Juli 2022,” kata komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2022).

Beka menyebut pembunuhan Yosua merupakan peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum. Extrajudicial killing itu, katanya, diduga dipicu pelecehan.

“Terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J yang merupakan tindakan extrajudicial killing yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual,” ujar Beka.

Baca Juga: Istri Sambo Tak ditahan, Komnas Minta Polisi Adil Pada Tahanan Perempuan Lain yang Juga Punya Balita

Selain Komnas HAM, Komnas Perempuan menyatakan ada dugaan pelecehan yang dialami Putri Candrawathi. Komnas Perempuan, yang ikut dalam pemeriksaan Putri, juga berbicara terkait relasi kuasa terkait dugaan pelecehan seksual dalam kasus pembunuhan Yosua.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani awalnya menegaskan soal keengganan pelapor untuk melaporkan kasusnya. Putri Candrawathi disebut malu dan menyalahkan dirinya sendiri. Putri juga disebut takut dengan ancaman dan dampak yang akan mempengaruhi hidupnya.

“Kami perlu menegaskan bahwa keengganan pelapor untuk melaporkan kasusnya sedari awal itu karena memang merasa malu dalam pernyataannya. Ya merasa malu menyalahkan diri sendiri takut pada ancaman pelaku dan dampak yang mungkin mempengaruhi seluruh kehidupannya dalam kasus ini posisi sebagai istri dari seorang petinggi kepolisian pada usia yang jelang 50 tahun memiliki anak perempuan,” kata Andy Yentriyani.

Andy mendorong perlunya memikirkan hubungan relasi kuasa dalam kasus ini. Relasi kuasa hubungan atasan dan bawahan dianggap tidak serta merta menghilangkan kemungkinan kekerasan seksual.

“Dan oleh karena itu, kita perlu memikirkan ulang bahwa relasi kuasa atasan dan bawahan saya tidak cukup untuk serta-merta menghilangkan kemungkinan kekerasan seksual,” tuturnya.

Nah, pernyataan Komnas HAM dan Komnas Perempuan soal dugaan pelecehan terhadap Putri itu kemudian dikritik berbagai pihak.

LPSK Anggap Janggal
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang sempat diminta memberikan perlindungan terhadap Putri Candrawathi menyoroti dugaan pelecehan tersebut. LPSK mengungkap ada sejumlah kejanggalan soal dugaan pelecehan terhadap Putri. LPSK sendiri telah menolak memberikan perlindungan terhadap Putri.

“Makannya kok janggal, karena dua hal yang umumnya terjadi pada kekerasan seksual itu tidak terpenuhi. Pertama soal relasi kuasa karena posisi Yosua adalah bawahan dari Ibu PC atau dari FS,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu kepada wartawan, Senin (5/9/2022).

Edwin mengatakan pelaku pelecehan seksual umumnya mencari tempat yang tak diketahui orang lain untuk melakukan aksinya. Namun, katanya, di kasus ini masih ada saksi di rumah Ferdy Sambo di Magelang, yakni Kuat Ma’ruf (KM) dan Susi selaku asisten rumah tangga Ferdy Sambo.

Kejanggalan ketiga, kata Edwin, ialah posisi Putri Candrawathi yang masih bisa memberikan perlawanan. Dia mengatakan Putri disebut masih bertanya soal keberadaan Yosua di Magelang. Yosua, katanya, juga menghadap Putri Candrawathi di kamarnya.

Baca Juga: Komnas HAM Ungkap Putri Candrawathi Akui Diperintah Sambo Sebut Pelecehan di Duren Tiga

Edwin mengatakan korban pelecehan seksual umumnya mengalami trauma atau depresi untuk bertemu kembali dengan pelaku. Kelima, korban dan pelaku masih berada satu rumah di tanggal 7 dan 8 Juli.

“Yosua masih tinggal menginap di rumah itu. Itu rumahnya kalau kita pakai pendekatan kekerasan seksual itu rumahnya korban, korban punya kekuasaan, kok korban masih bisa tinggal bersama pelaku,” tanyanya.

“Peristiwa terjadi di Magelang, dugaan peristiwa itu, kenapa tidak dilaporkan ke polisi? kalau ini benar, yang jadi korban kan istri Jenderal kalau dia telepon Polres, Polresnya datang. Polisi akan datang ke rumahnya nggak perlu sibuk-sibuk untuk datang ke kantor polisi,” sambung Edwin.

Edwin mengatakan jika korban melaporkan dugaan tersebut ke polisi berpeluang besar mendapatkan bukti yang lebih akurat, yakni terkait dengan visum. Dia juga mempertanyakan posisi Yosua sempat dibawa ke rumah pribadi kawasan Saguling, Jakarta Selatan. Kejanggalan selanjutnya ialah hubungan baik yang dimiliki Yosua ke Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Dia mengatakan kejanggalan terakhir masih terkait dengan hubungan antara Yosua dengan Putri Candrawathi. Namun, dia enggan menjelaskan hal itu lantaran tak ingin mendahului penyidik.

Komnas HAM telah merespons LPSK yang menyebut ada kejanggalan soal dugaan pelecehan seksual Brigadir Yosua terhadap Putri Candrawathi di Magelang. Komnas HAM menyatakan hanya bekerja sesuai dengan mandat.

“Begini, saya kira yang pertama Komnas HAM mencoba untuk bekerja sesuai dengan mandat dan kewenangannya,” kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada wartawan, Senin (5/9/2022).

Beka mengatakan pihaknya mencoba bekerja sesuai dengan mandat yang dimiliki Komnas HAM. Dia menyebut setiap lembaga juga harus menjalankan mandat dan wewenang yang dimiliki masing-masing.

 

Pengacara Keluarga Brigadir Yosua Anggap Dugaan Pelecehan Pernyataan Sesat
Pengacara keluarga Brigadir Yosua, Yonathan Baskoro, juga menyentil Komnas HAM dan Komnas Perempuan yang menyebut ada dugaan kuat adanya pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi di Magelang. Menurutnya, hal tersebut menyesatkan.

“Sekarang soal rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan, kami nyatakan dengan tegas rekomendasi tersebut tidak penting dan sangat menyesatkan! Bagaimana bisa institusi yang kredibel justru mengambil kesimpulan yang teramat prematur tanpa adanya alat bukti yang kuat,” kata Yonathan kepada wartawan, Senin (5/9/2022).

Yonathan mengatakan dua institusi tersebut membuat kesimpulan berdasarkan keterangan para tersangka yang dianggapnya dengan Ferdy Sambo. Dia khawatir pernyataan Komnas HAM dan Komnas Perempuan bisa merusak konstruksi hukum.

Baca Juga: Komnas HAM: Ferdy Sambo Ganti Semua Isi Ponsel yang Kini Disita Polri

“Mereka membuat laporan hasil investigasi tersebut berdasarkan keterangan para tersangka yang kita tau di sini ada empat (FS, PC, KM, RR), lawan satu (Bharada RE),” katanya.

“Ini upaya-upaya mengacaukan konstruksi hukum! Harus hati-hati kita semua, jangan sampai ujungnya jadi peradilan sesat,” tambahnya.

Dia menyebut Ferdy Sambo memiliki hubungan yang dekat dengan Putri, Kuat Ma’ruf dan Bripka Ricky Rizal. Dia juga menyoroti Bharada Eliezer yang mau menjadi justice collaborator di kasus ini.

“Kita tahu empat tersangka ini orang-orang terdekat Sambo, kewibawaan Sambo terhadap mereka pasti masih sangat melekat! Bersyukur ada RE yang mengajukan diri sebagai justice collaborator. Bisa dibayangkan jika tidak?” ujarnya.

Komnas HAM telah menjelaskan dasar menyatakan ada dugaan kuat pelecehan seksual terhadap Putri. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut dugaan itu didasari keterangan saksi, pendamping psikologis Putri Candrawathi serta dugaan pelecehan itu masuk BAP hingga berkas perkara yang dilimpahkan ke Kejaksaan.

“Dugaan itu didasarkan keterangan saksi/korban yakni PC, KM, RR, dan Susi. Juga dua ahli psikologi yang mendampingi selama ini. Kasus KS (kekerasan seksual) juga masuk di BAP, di dalam rekonstruksi dan berkas perkara yang dilimpahkan ke Kejaksaan,” ujar Taufan.

Dia mengatakan pembuktian dugaan pelecehan harus melibatkan tenaga ahli. “Maka langkah pendalaman dugaan ini dengan melibatkan ahli-ahli lain dari lembaga yang resmi adalah jalan bagi objektifikasi atas dugaan tersebut,” ujarnya.

Deolipa Bakal Gugat Komnas HAM dan Komnas Perempuan
Mantan pengacara Bharada Eliezer, Deolipa Yumara, mengaku bakal mengajukan gugatan terhadap Komnas HAM dan Komnas Perempuan terkait pernyataan Yosua diduga melecehkan Putri Candrawathi.

“Kami hari Rabu akan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada Komnas HAM tersendiri dan kepada Komnas Perempuan tersendiri,” kata Deolipa di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (5/9).

Deolipa mengatakan Komnas HAM dan Komnas Perempuan tidak seharusnya mengeluarkan pernyataan yang didasari dugaan. Deolipa mengatakan kedua lembaga itu tidak memiliki wewenang dalam memberikan keterangan tanpa disertai bukti yang kuat.

Baca Juga: Deolipa Yumara Minta Kapolri Berhentikan Kabareskrim dan Dirtipidum dalam 2×24 Jam

“Sama seperti Komnas HAM dugaan Yosua diduga melakukan pelecehan seksual, Komnas Perempuan juga sama menduga gitu. Tapi kalau kami pengacara boleh kayak gitu. Kalau Komnas HAM dan Komnas Perempuan ada apa ini? Pasti ada sesuatu. Sama seperti Kak Seto ada sesuatu ini,” ujar Deolipa.

Deolipa mengatakan Komnas HAM dan Komnas Perempuan diduga melanggar prinsip kehati-hatian dalam menyampaikan dugaan adanya pelecehan seksual yang dilakukan Yosua kepada Putri Candrawathi. Deolipa mengaku gugatan itu akan dilayangkan pada Rabu (7/9) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Dia ini kan bukan lembaga pro justitia, dia ini lembaga negara nggak boleh urus-urus ini. Kemudian dia buat eksplanasi dia bikin rangkaian cerita dan dia bikin praduga. Ini hanya bisa dilakukan penegak hukum yang pro justitia,” ujar Deolipa.

Menanggapi hal ini, komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan pihaknya menghormati setiap pandangan masyarakat. Menurutnya, sah-sah saja jika ada masyarakat yang tak setuju akan hasil penyelidikan Komnas HAM dan Komnas Perempuan terkait Putri Candrawathi.

“Hak setiap warga negara untuk tidak setuju dengan hasil penyelidikan Komnas HAM-Komnas Perempuan dan menggugatnya,” kata Beka saat dihubungi, Senin (5/9).

“Kami menghormati hak tersebut,” imbuh Beka.

Komnas Perempuan juga menyebut informasi yang dikumpulkan terkait hal tersebut telah diserahkan ke polisi. Komnas HAM mengatakan dugaan pelecehan tinggal menunggu hasil penyelidikan kepolisian.

“Informasi yang telah dikumpulkan oleh tim gabungan Komnas HAM dan Komnas Perempuan sudah kami serahkan ke kepolisian untuk ditindaklanjuti,” ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani.

Kritik dari Pimpinan Komisi III DPR
Sikap Komnas HAM dan Komnas Perempuan itu juga mendapat kritik dari Wakil Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Dia berharap Komnas HAM dan Komnas Perempuan tidak menggiring opini yang mencederai logika publik.

“Pada saat ini, mari kita hargai dan ikuti proses hukum yang sedang berjalan. Komnas HAM dan Komnas Perempuan jangan menggiring opini yang mencederai logika publik. Artinya kan polisi sudah menemukan tidak adanya dugaan pelecehan, sedangkan kedua Komnas ini justru menyatakan sebaliknya berdasarkan pengakuan tersangka. Jadi jangan pernyataan tersangka itu langsung disampaikan ke publik seolah itu kebenaran,” kata Sahroni dalam keterangannya tertulis, Selasa (6/9/2022).

Sahroni mengatakan pernyataan Komnas HAM dan Komnas Perempuan sangat berbahaya, karena selain berdasarkan pada opini tersangka, juga bisa menggiring opini publik yang rancu dengan penyidikan polisi.

Baca Juga: Dugaan Keterlibatan Fadil Imran di Kasus Sambo, Polda Metro Tutup Mulut

“Jangan sampai ada penggiringan-penggiringan opini yang nantinya dapat mencederai logika berpikir masyarakat. Ini malah bikin penyidikan legitimate yang tengah dilakukan polisi jadi rancu,” ucapnya.

Sahroni juga punya kritik khusus untuk Komnas Perempuan. Dia juga menyinggung prinsip relasi kuasa antara korban dan pelaku pelecehan seksual. Menurut Sahroni, posisi Yosua justru tak memungkinkan melakukan pelecehan dan kekerasan seksual.

“Kalau dalam perspektif feminisme itu ada namanya relasi kuasa, di mana mereka yang berkuasa merasa memiliki kuasa terhadap korban, hingga pelecehan bisa terjadi. Dalam hal ini sudah jelas korbannya adalah Brigadir J yang secara kuasa lebih lemah, karena dia bawahan. Jadi di sini saja sudah membingungkan jika Komnas Perempuan justru ngotot dengan pendiriannya,” ujarnya.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *