Jakarta (Riaunews.com) – Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mengaku mendapat laporan dugaan kecurangan tahapan Pemilu 2024 yang dilakukan oleh jajaran petinggi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat.
Dilaporkan bahwa petinggi KPU tersebut memerintahkan jajaran mereka untuk mengubah data beberapa partai politik dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), dari tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS) sebagai peserta Pemilu 2024.
Dilansir Kompas, kabarnya, petinggi KPU itu mengancam bakal memutasi pegawai yang tidak mau mematuhi instruksi tersebut.
“Ternyata berdasarkan informasi yang kami himpun dan dapatkan, salah satu ancamannya adalah memutasi pegawai atau ASN KPU daerah yang bertugas teknis tentang aplikasi Sipol tersebut,” kata perwakilan koalisi yang juga peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers daring, Ahad (18/12/2022).
Sipol atau Sistem Informasi Partai Politik sendiri merupakan sistem dan teknologi informasi milik KPU yang digunakan untuk mengelola administrasi pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta Pemilu 2024.
Menurut Kurnia, praktik kecurangan bermula pada 7 November 2022. Pada hari itu, hasil rekapitulasi verifikasi faktual partai politik oleh KPU provinsi dijadwalkan akan diserahkan kepada KPU pusat.
Namun, anggota KPU RI tiba-tiba mendesak KPU provinsi melalui video call, memerintahkan untuk mengubah status verifikasi faktual sejumlah parpol dari TMS menjadi MS dalam Sipol.
Akan tetapi, anggota KPU daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, enggan menjalankan instruksi tersebut.
Akhirnya, pihak KPU RI mengubah strategi. Diduga, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI memerintahkan Sekretaris KPU provinsi untuk melancarkan praktik kecurangan.
Caranya dengan meminta Sekretaris KPU provinsi supaya memerintahkan pegawai operator Sipol kabupaten/kota untuk mendatangi KPU provinsi dan mengubah status verifikasi parpol.
“Kabarnya Sekjen sempat berkomunikasi melalui video call lagi untuk mengintruksikan secara langsung disertai dengan ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak,” ujar Kurnia.
Kabarnya, jajaran KPU daerah yang bersedia menjalankan perintah itu diiming-imingi posisi sebagai anggota KPU pada tahun 2023.
“Apa iming-imingnya? Iming-iming untuk nanti akan dipilih pada proses pemilihan calon anggota KPU provinsi kabupaten/kota yang akan digelar tahun 2023 mendatang,” kata Kurnia.
Berdasarkan data koalisi sendiri, ada 24 provinsi yang akan menggelar pemilihan anggota KPU di tingkat provinsi dengan jumlah total 136 orang pada tahun 2023.
Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, terdapat pemilihan anggota KPU di 317 daerah dengan jumlah 1.585 orang.
Menindaklanjuti laporan tersebut, koalisi masyarakat sipil menuntut KPU RI mengaudit Sipol secara besar-besaran.
Langkah ini diperlukan untuk melihat adanya indikasi perubahan data parpol yang mungkin tak sesuai ketentuan sistem. Lewat audit, akan terlihat beberapa perubahan data yang tidak relevan dan terekam dalam sistem bila benar ada kecurangan.
“Maka jawabannya adalah audit Sipol-nya, biar nanti terlihat perbedaan-perbedaan pada tanggal-tanggal tertentu. Karena sistem ini didasarkan pada digital, pasti setiap perubahan data history-nya akan terlihat, di sana kita akan adu data dengan KPU RI,” jelas Kurnia.
Kurnia mengatakan, praktik kecurangan ini mencemari independensi KPU dan tak bisa dibiarkan.
“Ini tentu tidak bisa dibiarkan, praktik-praktik intimidasi, intervensi, kecurangan, itu sebenarnya menodai azas utama tentang independensi dari KPU,” kata dia.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.