Jakarta (Riaunews.com) – Jaksa KPK menghadirkan eks ajudan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Panji Hartanto, sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Panji mengungkap mantan ketua KPK, Firli Bahuri pernah meminta uang senilai Rp 50 miliar ke SYL.
Hal itu terungkap dalam BAP Panji nomor 34 yang dibacakan hakim dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (17/4/2024). Panji mengaku mendengar percakapan SYL terkait permintaan uang tersebut.
“Ada di BAP Saudara mengetahui terkait permintaan uang, BAP nomor 34 ya, dari Firli Bahuri bahwa di sini yang saat itu SYL menyatakan terdapat permintaan Rp 50 miliar dari Firli Bahuri. Itu Saudara ketahui dari percakapan atau dari apa nih?” tanya hakim.
“Dari percakapan Bapak (SYL),” jawab Panji.
“Dari percakapan bapak ke?” tanya hakim.
“Waktu itu di ruangan kerja,” jawab Panji.
Panji mengatakan terdakwa Muhammad Hatta juga ada dalam ruangan kerja saat SYL membahas permintaan uang dari Firli tersebut. Hakim kembali membacakan BAP Panji yang memilih keluar dari ruangan kerja tersebut karena menganggap obrolan itu rahasia.
“Pada saat itu, SYL mengatakan terdapat permintaan uang Rp 50 miliar dari Firli Bahuri. Tapi setelah mendengar perkataan tersebut, karena saya merasa itu adalah percakapan rahasia, sehingga saya keluar dari ruangan,” baca hakim.
“Baik,” timpal Panji.
Hakim mendalami keterangan Panji terkait tujuan permintaan uang Rp 50 miliar dari Firli tersebut. Panji mengatakan uang itu terkait permasalahan di KPK.
“Oke. Sepengatahuan Saudara, apakah ada informasi-informasi, karena Saudara itu ajudan ya, bahwa SYL sendiri mengemukakan hal-hal terkait dengan adanya info mengenai permintaan uang ini adalah terkait dengan apa?” tanya hakim.
“Yang mana?” timpal Panji.
“Ya itu tadi bahwa ada permintaan Rp 50 miliar dari Firli, itu saudara tahu tidak, apa itu?” tanya hakim.
“Ada masalah di KPK,” jawab Panji.
Panji mengaku mengetahui ada masalah di KPK lantaran SYL saat itu mengumpulkan pejabat Eselon I di Kementan. Dia mengatakan peristiwa itu terjadi pada tahun 2022.
“Saudara tahu dari mana?” tanya hakim.
“Waktu itu Eselon I dikumpulkan di Wichan (Rumah Dinas Mentan SYL di Jalan Widya Chandra). Ada surat penyidikan,” jawab Panji.
“Kapan itu?” tanya hakim.
“Sekitar 2022,” jawab Panji.
“Saudara ada di situ?” tanya hakim.
“Ada di situ saya,” jawab Panji.
Hakim kembali mendalami keterangan Panji terkait tujuan SYL mengumpulkan pejabat Eselon I Kementan. Panji mengatakan SYL memerintahkan inspektur jenderal untuk berkoordinasi dengan KPK.
“Oke. Lalu pada saat dikumpulkan itu apa yang diutarakan?” tanya hakim.
“Bapak instruksikan Irjen untuk koordinasi,” jawab Panji.
“Inspetur Jenderal siapa?” tanya hakim.
“Waktu itu Pak Jan Marinka kalau tidak salah,” jawab Panji.
“Oke. Itu diinstruksikan untuk apa?” tanya hakim.
“Untuk koordinasi ke KPK,” jawab Panji.
Sebagai informasi, SYL didakwa menerima melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.***
Sumber: Detik