Xinjiang (Riaunews.com) – Mantan penghuni kamp di Xinjiang, China, Sayragul Sautbay, mengungkapkan bahwa Muslim Uighur kerap dipaksa makan daging babi setiap Hari Jumat.
Hal itu diungkapkan Sautbay dalam wawancara dengan Al Jazeera dan dilansir CNN Indonesia.
Sautbay dibebaskan dari kamp “Pendidikan” China lebih dari dua tahun lalu.
“Setiap Jumat, kami dipaksa makan daging babi. Mereka sengaja memilih hari yang suci bagi umat Islam. Dan jika Anda menolaknya, Anda akan mendapatkan hukuman berat,” kata Sautbay.
“Ketika Anda tinggal di kamp konsentrasi, Anda tidak memutuskan apakah akan memakannya atau tidak. Untuk bisa hidup, kami harus makan daging (babi) yang disajikan untuk kami,” ujarnya.
Dilansir Hindustan Times, Jumat (4/12), Sautbay adalah seorang dokter dan pendidik yang kini tinggal di Swedia.
Baru-baru ini dia menerbitkan sebuah buku yang berisi penderitaannya, termasuk ketika ia menyaksikan pemukulan, dugaan pelecehan seksual, dan sterilisasi paksa.
“Saya merasa seperti orang yang berbeda. Di sekitar saya menjadi gelap. Sangat sulit untuk menerimanya,” ucap dia.
Kisah lainnya, Sautbay mengatakan dia pernah memohon kepada petugas pria di kamp untuk mengizinkannya pergi ke toilet. Dia diizinkan pergi, tapi sambil diborgol dan petugas tersebut mengikutinya ke toilet.
Sementara itu, Antropolog Jerman sekaligus cendekiawan Uighur, Adrian Zenz melaporkan bahwa ada upaya “aktif” untuk mempromosikan dan memperluas peternakan babi di wilayah Xinjiang.
“Ini adalah bagian dari upaya untuk sepenuhnya memberantas budaya dan agama orang-orang di Xinjiang,” kata Zenz.
“Ini adalah bagian dari strategi sekularisasi, mengubah Uighur menjadi sekuler dan mengindoktrinasi mereka untuk mengikuti partai komunis dan menjadi agnostik atau atheis,” ucap dia.
Sebelumnya pada 2019, administrator tertinggi Xinjiang, Shohrat Zakir, juga mengatakan wilayahnya akan diubah menjadi “pusat peternakan babi”.
Proyek itu ditargetkan dibangun di area seluas 25 ribu meter persegi di sebuah taman industri di daerah Konaxahar Kashgar, yang telah berganti nama menjadi Shufu. Kesepakatan itu secara resmi telah ditandatangani pada 23 April tahun ini.
China selama ini membantah laporan bahwa mereka menahan etnis Uighur di tempat-tempat layaknya kamp konsentrasi dan membatasi kehidupan mereka di Xinjiang.
Beijing berdalih kamp-kamp tersebut merupakan tempat pelatihan vokasi untuk memberdayakan etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya agar terhindar dari ideologi ekstremisme dan terorisme.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.