Pekanbaru (Riaunews.com) – Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bengkalis, Muhammad, kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), sehingga resmi menjadi buruan Kepolisian Daerah (Polda) Riau.
Dimasukkannya Muhammad dalam DPO karena dia tidak pernah mengindahkan tiga panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).
“Sudah (DPO), bersangkutan tidak nongol-nongol (tidak kooperatif) dipanggil,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto, di Pekanbaru, Kamis (5/3/2020).
Sunarto mengatakan, penetapan DPO terhadap Wakil Bupati Bengkalis itu dilakukan sejak, Senin (2/3/2020) lalu.
Saat ini, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) berupaya menghadirkan Muhammad secara paksa agar bisa dimintai keterangannya.
Sunarto mengatakan, penyidik masih melakukan pencarian terhadap Muhamamd. Dia meminta masyarakat bekerja sama dengan kepolisian untuk memberitahu keberadaan Muhammad.
“Kalau tahu keberadaannya, tolong kasih tahu kami,” kata Sunarto.
Dia menegaskan, upaya praperadilan yang dilakukan Muhammad tidak akan menghentikan proses penyidikan.
“Silahkan prapid, kami tetap proses penyidikan,” kata Sunarto.
Terpisah, Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Andri Sudarmadi, menyebutkan bahwa DPO dilakukan karena Muhammad tidak kooperatif.
Padahal pemanggilan sudah tiga kali dilayangkan oleh penyidik. “Dia tidak kooperatif. Kami akan bawa yang bersangkutan (Muhammad) untuk diperiksa,” tegas Andri.
Status tersangka Muhammad terkuak setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyebutkan telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara dugaan korupsi pipa transmisi PDAM di Inhil dengan mencantumkan nama Muhammad.
SPDP itu diterima Kejari pada 3 Februari 2020. Saat proyek pipa transmisi dilaksanakan, Muhammad menjabat sebagai bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran dan Pengguna Anggaran, SF Harianto. Proyek dianggarkan di Dinas PU Riau dengan senilai Rp3.828.770.000.
Dalam perkara ini, sudah ada tiga pesakitan lainnya yang dijerat. Mereka adalah Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sabar Stevanus P Simalonga, Direktur PT Panatori Raja selaku pihak rekanan dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas.
Ketiganya sudah dihadapkan ke persidangan. Ada dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengerjaan proyek itu bersumber dari APBD Provinsi Riau TA 2013 itu.
Di antaranya, pipa yang terpasang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dipersyaratkan dalam kontrak. Lalu, tidak membuat shop drawing dan membuat laporan hasil pekerjaan.
Kemudian, tidak dibuat program mutu, tidak melaksanakan desinfeksi (pembersihan pipa), tidak melaksanakan pengetesan pipa setiap 200 meter.
Selanjutnya, pekerjaan lebar dan dalam galian tidak sesuai kontrak, serta penyimpangan pemasangan pipa yang melewati dasar sungai.
Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukan Muhammad adalah menyetujui dan menandatangani berita acara pembayaran, surat perintah membayar (SPM), kwitansi, surat pernyataan kelengkapan dana yang faktanya mengetahui terdapat dokumen yang tidak sah, serta tidak dapat dipergunakan untuk kelengkapan pembayaran.
Selanjutnya, menerbitkan dan tandatangani SPM. Meski telah telah diberitahukan oleh Edi Mufti, jika dokumen seperti laporan harian, mingguan dan bulanan yang menjadi lampiran kelengkapan permintaan pembayaran belum lengkap.
Dia juga menandatangi dokumen PHO yang tidak benar dengan alasan khilaf. Perbuatan itu mengakibatkan kerugian sebesar Rp 2.639.090.623, demikian Cakaplah.***