Jakarta (Riaunews.com) – Materi asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) masih menjadi sorotan publik.
Satu per satu pertanyaan yang dianggap janggal, terungkap. Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menuturkan ada pegawai lembaga antirasuah yang mendapat pertanyaan cenderung mengarah kepada bias gender dan melecehkan.
Di antaranya seperti, ‘Kenapa belum menikah?’ ‘Bersedia tidak menjadi istri kedua?’ ‘Kalau pacaran ngapain aja?’ hingga ‘Apakah masih punya hasrat?’.
“Saya bingung, apa sih yang dicari sebenarnya,” ujar Febri kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Kamis (6/5/2021) malam.
Febri mengaku tak habis pikir dengan materi asesmen TWK tersebut. Ia lantas meminta KPK, Badan Kepegawaian Negara (BKN) ataupun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) untuk membuka rekaman tes ujian tersebut.
“Sungguh saya kehabisan kata-kata dan bingung apa sebenarnya yang dituju dan apa makna wawasan kebangsaan. Semoga ada penjelasan yang lengkap dari KPK, BKN atau Kemenpan-RB tentang hal ini,” pinta dia.
Salah seorang sumber internal CNNIndonesia.com membenarkan pertanyaan yang diungkapkan oleh Febri termuat dalam asesmen TWK pegawai KPK. Menurut dia, materi itu diterima salah satunya oleh pegawai perempuan lulusan strata-2 (S2) yang sudah bekerja selama empat tahun di lembaga antirasuah.
Sumber ini mengatakan pegawai tersebut masih berstatus lajang alias belum menikah.
“Ia menerima pertanyaan dari pewawancara: ‘Kenapa belum menikah Mbak di usia segini?’ ‘Apakah masih punya hasrat?’ ‘Bersedia menjadi istri kedua atau tidak?’ ‘Sudah pernah punya pacar? Berapa kali?’ ‘Kalau pacaran ngapain aja?’,” tutur sumber internal yang enggan disebutkan namanya tersebut.
Ia menilai pertanyaan-pertanyaan asesmen TWK tidak masuk akal dan bertentangan dengan wawasan kebangsaan.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Gita Putri Damayana mengkritik materi asesmen TWK pegawai lembaga antirasuah sebagaimana yang diungkap oleh Febri.
“Sepertinya itulah risiko ketika negara menggunakan perspektif ideologis ketika menjalankan fungsinya. Semua bias-bias yang paling purba keluar dan biasanya yang terdampak pertama adalah perempuan kemudian lanjut ke kelompok rentan lainnya,” ucap Gita kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Jumat (7/5).
Pertanyaan melecehkan perempuan, menurut dia, menunjukkan miskinnya pemahaman bagaimana aparat penegak hukum bekerja.
“Sekaligus melanggengkan anggapan bahwa perempuan kerap diposisikan sebatas fungsi dan peran organ reproduksinya belaka. Praktik memposisikan perempuan seperti ini bukan hal baru di Indonesia,” tandas Gita.
Sementara itu, Ketua KPK, Firli Bahuri mengaku belum mengetahui ada pertanyaan bernada melecehkan yang diduga diterima oleh pegawainya dalam pelaksanaan asesmen TWK. Ia menegaskan pertanyaan tersebut bukan berasal dari lembaganya.
“Sewaktu konferensi pers sudah disampaikan bahwa TWK dilaksanakan oleh BKN bersama tim. Saya pun sudah menjelaskan bahwa materi tes bukan ranah KPK. Saya kan tidak ikut tes jadi saya tentu tidak bisa memberi penjelasan terkait materi tes,” kata Firli saat dikonfirmasi lewat keterangan tertulis, Jumat (7/5).
Dalam asesmen TWK ini, KPK diketahui bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Adapun BKN melibatkan lima instansi dalam pelaksanaan tes. Yakni Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).***
Sumber: CNN Indonesia