Jakarta (Riaunews.com) – Presiden kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluruskan catatan sejarah soal kejadian 1965.
Mega menilai ada hal yang hilang dalam catatan sejarah Indonesia, khususnya di periode 1965. Ia menyebut ada politik desukarnoisasi yang dimulai sejak kepemimpinan Presiden Soeharto.
“Saya bicara pada Pak Nadiem karena beliau menteri pendidikan dan kebudayaan. Ya harus bagaimana ya? Apakah hal ini tidak boleh diajarkan?” kata Megawati dalam diskusi virtual di akun Youtube Museum Kepresidenan Balai Kirti, Selasa (24/11/2020).
“Ada ratu ini, ada raja ini, tapi tahun ’65 begitu menurut saya seperti sejarah itu dipotong, disambung, dan ini dihapus,” imbuhnya.
Megawati mengenang kebesaran Sukarno sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia. Sukarno juga menjadi penggagas Konferensi Asia Afrika, wadah negara-negara yang saat itu memperjuangkan kemerdekaan masing-masing.
Namun kisah Sukarno, kata Mega, dihapus pada era Orde Baru. Ia menyebut elite politik patah lidah, semua orang takut menyebut Sukarno sebagai proklamator.
Ketua Umum PDIP itu meminta Nadiem untuk mengkaji ulang sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah. Mega berharap ada pelurusan sejarah soal Sukarno dan peristiwa 65.
“Saya hanya permintaan saya itu bahwa tidakkah bisa diluruskan kembali (sejarah tentang) seorang yang bisa memerdekakan bangsa ini?” tutur Mega.
Mega juga bertanya kepada Nadiem mau jadi seperti apa bangsa Indonesia. Apakah Indonesia akan punya sejarah versi masing-masing, kata Mega.
“Coba ayo Pak Nadiem, saya nyebut Anda karena tanggung jawab situ berat loh buat mendidik putra-putri bangsa Indonesia ini,” tuturnya.
Megawati juga mengusulkan Nadiem memasukkan buku-buku Sukarno ke kurikulum pendidikan Indonesia.
Megawati menilai Bung Karno tokoh yang punya wawasan luas karena sering membaca buku. Hasil dari bacaan itu dituang Bung Karno dalam buku-buku yang ia tulis.
“Alangkah sayangnya maksud saya, dari pikiran-pikiran yang telah diserap oleh seorang Bung Karno, yang seharusnya kalau menurut saya Pak Nadiem, itu harus jadi salah satu kurikulum,” kata Megawati.
Megawati menyebut pemikiran-pemikiran Bung Karno sempat dilupakan pada era Orde Baru. Saat itu, ada sistem yang ia sebut sebagai politik desukarnoisasi.
Orang-orang dibuat takut untuk membicarakan Sukarno, kata Megawati. Bahkan, buku-buku karya Bung Karno dilarang untuk beredar.
“Kok ada ya sebuah pembentukan sistem yang sampai membuat, mohon maaf, seperti memandulkan kalangan intelektual kita loh, sampai enggak berani, sampai buku disembunyi-sembunyikan,” ucap Megawati.
Namun kondisi sudah berbeda sekarang. Megawati berpendapat saat ini orang justru mencari tahu seperti apa sosok Sukarno. Karenanya, ia mengusulkan agar pemikiran Bung Karno masuk dalan kurikulum.
“Kita mau nyontoh apa tidak? itu persoalannya, persoalan besarnya, the big question and the big answer-nya itu Pak Nadiem,” tutur dia.***