Jakarta (Riaunews.com) – Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa langkah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat pada Tragedi 1965 bukan untuk menghidupkan kembali komunisme.
Berdasarkan hasil tim penyelesaian peristiwa 1965-1966, menurutnya, pihak-pihak yang harus disantuni bukan hanya mereka yang dicap sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) saja, melainkan juga para ulama beserta keturunannya.
“Isu yang dulu rame, masalah peristiwa ’65, ada yang menuding itu untuk menghidupkan lagi komunisme dan sebagainya, itu tidak benar,” kata Mahfud dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/1/2023).
“Tidak benar juga ini mau memberi angin kepada lawan Islam,” ujar Mahfud.
Ia juga menyampaikan, pihaknya bersama Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 sudah menyelesaikan tugasnya. Hari ini, Mahfud menyampaikan laporan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Pada pokoknya diskusi publik dan masalah-masalah yuridis dan politik yang menyertai perdebatan mengenai penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu sudah berlangsung lebih dari 23 tahun,” kata Mahfud.
Dalam kesempatan yang sama, Jokowi mengupayakan bahwa pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia.
“Saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” kata Jokowi.
Dia juga menyatakan pemerintah menaruh simpati dan empati mendalam kepada korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Saya dan pemerintah berusaha memulihkan korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” kata Jokowi.***